ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KAITANNYA DENGAN PENGAJUAN UPAYA HUKUM KASASI (PUTUSAN MA RI No.187 K/Pid/2006)
Abstract
Putusan hakim merupakan ”mahkota” dan ”puncak” dari perkara pidana.
Karena dengan putusan tersebut diharapkan adanya pencerminan nilai-nilai
keadilan dan kebenaran hakiki, hak asasi, penguasaan hukum atau fakta secara
mapan, faktual, visualisasi etika, serta moralitas hakim yang bersangkutan
sedangkan bagi terdakwa ”putusan hakim” ini diharapkan dapat memperoleh
kepastian tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah
berikutnya, apakah akan menerima putusan, melakukan upaya hukum
banding/kasasi, melakukan grasi, dan sebagainya. (Lilik Mulyadi, 2007: 179).
Putusan dalam perkara pidana yang diatur dalam KUHAP terdiri dari tiga macam
yaitu putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum dan putusan
pemidanaan. Berdasarkan Pasal 67 dan 244 KUHAP terhadap putusan bebas dan
lepas dari segala tuntutan hukum tidak dapat diajukan upaya hukum baik banding
maupun kasasi. Namun apabila melihat fakta yang terjadi, seringkali terhadap
putusan bebas ternyata diajukan upaya hukum kasasi, dengan alasan bahwa hakim
pengadilan tingkat pertama keliru atau salah menerapkan hukumnya, sebagaimana
yang telah terjadi dalam kasus yang akan penulis dibahas. Sebagaimana halnya
dalam kasus yang dibahas penulis memiliki dua permasalahan yang mana dalam
praktiknya seringkali terjadi yaitu mengenai putusan Hakim yang menyatakan
bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana telah sesuai
dengan fakta yang terungkap dipersidangan (Putusan MA RI No.187/K/Pid/2006)
dan upaya hukum yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap kasus
tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 67 dan 244 KUHAP dan asas Lex
Superiori Derogat Lex Inferiori.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara
putusan hakim yang menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana fakta yang terungkap pada persidangan dan disamping
itu juga untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut
Umum terkait dengan asas lex superiori derogat lex inferiori sebagaimana yang
terdapat dalam permasalahan skripsi ini. Metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah yuridis
normatif dengan beberapa pendekatan yaitu pendekatan masalah, yang digunakan
Pendekatan undang-undang (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang yang berhubungan dengan kasus yang diangkat atau di
permasalahkan dan Pendekatan konseptual (Conceptual Approach) beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum. Harapan penulis
yaitu mampu menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum,
konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan permasalahan
yang diangkat.
Berdasarkan hasil pembahasan disimpulkan bahwa Putusan Majelis Hakim
yang menyatakan bahwa terdakwa Mohammad Buhari als Asmoyo tidak terbukti
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum
baik pada dakwaan primer maupun dakwaan subsider yang kemudian di
korelasikan dengan fakta yang terungkap di persidangan, dengan memperhatikan
alat bukti yang diajukan ke muka persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum telah
tepat yakni terdakwa diputus bebas dari segala dakwaan (vrijspraak) oleh Majelis
Hakim. Sedangkan upaya hukum yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dalam
mengajukan kasasi terhadap putusan bebas (vrijspraak) jelas bertentangan dengan
asas lex superiori derogat lex inferiori, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7
Ayat (1) UU No.10 Tahun 2004 tentang hierarki peraturan perundang-undangan.
Hal itu dapat dilihat dari dasar hukum pengajuan upaya kasasi terhadap putusan
bebas (vrijspraak) yaitu 19 Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No.M.14PW.07.03
Tahun
1983
dan
Yurisprudensi
tetap
No.
275
K/Pid/1983
dengan
Pasal
244 KUHAP.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]