• Login
    View Item 
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    HAK KORBAN UNTUK MEMPEROLEH RESTITUSI DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

    Thumbnail
    View/Open
    PIPIT MEI WULANDARI (04-003)_01.pdf (84.16Kb)
    Date
    2014-01-21
    Author
    PIPIT MEI WULANDARI
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Tindak Pidana Perdagangan Orang (trafficking) adalah perbuatan yang secara signifikan menjerumuskan jutaan korban kedalam perbudakan, baik perbudakan badaniah maupun rohaniah (sebagai akibat adanya eksploitasi seksual). Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah terjadinya korban perdagangan orang, salah satu upaya dari negara adalah dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Meskipun telah diberlakukan ternyata tetap saja undangundang tersebut belum efektif untuk memberantas perdagangan orang. Hal ini dapat dibuktikan bahwa masih banyakya terjadi perdagangan orang di Indonesia, khususnya perdagangan perempuan dan anak. Disamping itu sampai saat ini perlindungan terhadap korban perdagangan orang cenderung jarang diberikan. Artinya, bahwa meskipun hak-hak korban telah diatur tetapi belum adanya jaminan untuk memperolehnya, khususnya mengenai restitusi. Oleh karena itu, korban dalam tindak pidana perdagangan orang perlu adanya jaminan khusus untuk mendapatkan haknya khususnya pada hak untuk memperoleh restitusi dan diharapkan korban langsung dari tindak pidana perdagangan orang bisa mendapatkan perlindungan secara konkrit atau nyata. Permasalahan yang penulis angkat dalam penulisan skripsi ini adalah apakah hak korban untuk memperoleh restitusi telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan apakah Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang telah mencerminkan perlindungan terhadap korban langsung. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui, menganalisa dan membahas permasalahan yang telah dirumuskan. Oleh karena itu, dalam menganalisa atau membahas permasalahan tersebut, perlu dibantu dengan suatu metode yang digunakan, maka obyek telaah penulisan skripsi ini adalah hukum normatif. Sedangkan, sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer. Tindak Pidana Perdagangan Orang (trafficking) adalah perbuatan yang secara signifikan menjerumuskan jutaan korban kedalam perbudakan, baik perbudakan badaniah maupun rohaniah (sebagai akibat adanya eksploitasi seksual). Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah terjadinya korban perdagangan orang, salah satu upaya dari negara adalah dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Meskipun telah diberlakukan ternyata tetap saja undangundang tersebut belum efektif untuk memberantas perdagangan orang. Hal ini dapat dibuktikan bahwa masih banyakya terjadi perdagangan orang di Indonesia, khususnya perdagangan perempuan dan anak. Disamping itu sampai saat ini perlindungan terhadap korban perdagangan orang cenderung jarang diberikan. Artinya, bahwa meskipun hak-hak korban telah diatur tetapi belum adanya jaminan untuk memperolehnya, khususnya mengenai restitusi. Oleh karena itu, korban dalam tindak pidana perdagangan orang perlu adanya jaminan khusus untuk mendapatkan haknya khususnya pada hak untuk memperoleh restitusi dan diharapkan korban langsung dari tindak pidana perdagangan orang bisa mendapatkan perlindungan secara konkrit atau nyata. Permasalahan yang penulis angkat dalam penulisan skripsi ini adalah apakah hak korban untuk memperoleh restitusi telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan apakah Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang telah mencerminkan perlindungan terhadap korban langsung. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui, menganalisa dan membahas permasalahan yang telah dirumuskan. Oleh karena itu, dalam menganalisa atau membahas permasalahan tersebut, perlu dibantu dengan suatu metode yang digunakan, maka obyek telaah penulisan skripsi ini adalah hukum normatif. Sedangkan, sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer. Tindak Pidana Perdagangan Orang (trafficking) adalah perbuatan yang secara signifikan menjerumuskan jutaan korban kedalam perbudakan, baik perbudakan badaniah maupun rohaniah (sebagai akibat adanya eksploitasi seksual). Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah terjadinya korban perdagangan orang, salah satu upaya dari negara adalah dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Meskipun telah diberlakukan ternyata tetap saja undangundang tersebut belum efektif untuk memberantas perdagangan orang. Hal ini dapat dibuktikan bahwa masih banyakya terjadi perdagangan orang di Indonesia, khususnya perdagangan perempuan dan anak. Disamping itu sampai saat ini perlindungan terhadap korban perdagangan orang cenderung jarang diberikan. Artinya, bahwa meskipun hak-hak korban telah diatur tetapi belum adanya jaminan untuk memperolehnya, khususnya mengenai restitusi. Oleh karena itu, korban dalam tindak pidana perdagangan orang perlu adanya jaminan khusus untuk mendapatkan haknya khususnya pada hak untuk memperoleh restitusi dan diharapkan korban langsung dari tindak pidana perdagangan orang bisa mendapatkan perlindungan secara konkrit atau nyata. Permasalahan yang penulis angkat dalam penulisan skripsi ini adalah apakah hak korban untuk memperoleh restitusi telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan apakah Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang telah mencerminkan perlindungan terhadap korban langsung. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui, menganalisa dan membahas permasalahan yang telah dirumuskan. Oleh karena itu, dalam menganalisa atau membahas permasalahan tersebut, perlu dibantu dengan suatu metode yang digunakan, maka obyek telaah penulisan skripsi ini adalah hukum normatif. Sedangkan, sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer. Hak untuk memperoleh restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang seolah-olah telah dijamin oleh Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, tetapi untuk memperoleh hak tersebut harus dengan ketentuan dicantumkan dalam tuntutan (requisitoir) sesuai penjelasan Pasal 48 ayat (1), selain itu adanya adanya ketentuan pada Pasal 50 ayat (4) yang menyatakan bahwa “Jika pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun”. Hal ini berarti memberikan keringanan terhadap pelaku khususnya terhadap pelaku korporasi dalam kewajiban memberikan restitusi. Dengan demikian hal tersebut semakin memperlemah pihak korban untuk memperoleh restitusi, sehingga hak untuk memperoleh restitusi dengan apa yang terimplementasi dalam Undangundang tersebut belum menjamin adanya perlindungan terhadap korban. Undangundang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang belum mencerminkan perlindungan terhadap korban langsung (actual victim), hal ini dikarenakan hak untuk memperoleh restitusi belum dijamin. Selain itu berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 undangundang tersebut menjelaskan tentang adanya syarat untuk melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu dengan adanya kekerasan, padahal tidak semua tindak pidana perdagangan orang dilakukan dengan adanya kekerasan. Dengan demikian Formulasi tersebut mempersulit dalam hal pengenaannya terhadap pelaku korporasi, oleh karena itu undang-undang tersebut belum mencerminkan perlindungan terhadap korban langsung (actual victim). Apabila terpidana berada dalam kondisi tidak mampu (secara ekonomi) maka idealnya dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang restitusi diganti dengan kompensasi (pemberian ganti kerugian yang diberikan oleh negara kepada korban). Selain itu, seharusnya Legislator melakukan perubahan terhadap formulasi dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dimana dalam perubahan formulasi tersebut harus diatur lebih jelas, lengkap dan disertai sanksi yang tegas mengenai pelaku korporasi sehingga dalam memberikan perlindungan terhadap korban langsung dapat terwujud.
    URI
    http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/19165
    Collections
    • UT-Faculty of Law [6314]

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
     

     

    Browse

    All of RepositoryCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    Context

    Edit this item

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository