AKIBAT HUKUM PEMALSUAN IDENTITAS DIRI DALAM SUATU PERKAWINAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor: 4471/Pdt.G/2009/PA. Jr)
Abstract
Perkawinan dianggap sah apabila rukun dan syarat dari perkawinan itu
telah dipenuhi. Diantara rukun dan syarat yang harus dipenuhi adalah salah satu
pihak tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain (Pasal 9 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Persyaratan yang harus dipenuhi
adalah syarat materiil, dalam syarat materiil harus mencantumkan identitas diri
para pihak, apabila identitas diri dipalsukan maka terjadi pelanggaran syarat
materiil dalam perkawinan. Persyaratan tersebut di atur didalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 6 sampai dengan Pasal 12.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji
permasalahan yang ada dalam suatu karya ilmiah berupa skripsi dengan judul :
“AKIBAT HUKUM PEMALSUAN IDENTITAS DIRI DALAM SUATU
PERKAWINAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor :
4471/Pdt.G/2009/PA.Jr)”.
Rumusan masalah penulisan skripsi ini meliputi 3 (tiga) hal, yakni :
Pertama, apakah identitas diri merupakan salah satu syarat untuk melangsungkan
perkawinan; Kedua, apa akibat hukum apabila pemalsuan identitas diri baru
diketahui setelah perkawinan berlangsung; Ketiga, apakah dasar pertimbangan
hukum Majelis Hakim mengabulkan pembatalan perkawinan pada putusan Nomor
: 4471/Pdt. G/2009/PA.Jr.
Tujuan dari penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bersifat akademis, antara lain : untuk
memenuhi dan melengkapi persyaratan akademis yang diperlukan dalam
mencapai gelar Sarjana Hukum Universitas Jember; Sebagai sarana untuk
mengembangkan ilmu hukum yang diperoleh dari bangku kuliah dengan praktik
yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat; Memberikan informasi dan manfaat
bagi pengembangan pikiran para pihak yang mempunyai kepentingan dengan
permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun tujuan khususnya adalah
untuk menjawab rumusan masalah yang ada di dalam skripsi ini.
Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini adalah
pendekatan undang-undang (statute approach), studi kasus (case study) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan undang-undang
(statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.
Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandanganpandangan
dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, dengan tujuan
untuk menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum,
konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang
dihadapi. Studi kasus (case study) merupakan suatu studi terhadap kasus tertentu
dari berbagai aspek hukum, dalam hal ini penulis menelaah putusan Pengadilan
Agama Jember Nomor: 4471/Pdt.G/2009/PA.Jr.
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah Pemberitahuan status hukum
terkait identitas diri dalam suatu perkawinan sangat penting, hal ini sesuai dengan
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang
Nomor
1
Tahun
1974
tentang
Perkawinan,
sehingga
seseorang
yang
akan
melakukan
perkawinan harus jelas status hukumnya. Akibat hukum pemalsuan
identitas diri apabila baru diketahui setelah perkawinan berlangsung, yaitu dapat
diajukan pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama setempat, hal tersebut
sesuai dengan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Dasar pertimbangan Pengadilan Agama Jember dalam Putusan
Nomor 4471/Pdt. G/2009/PA.Jr., adalah seseorang yang telah melakukan
perkawinan tetapi diketahui bahwa status hukum identitas salah satu pihak palsu
yaitu yang awalnya mengaku jejaka namun belakangan diketahui bahwa dia masih
terikat perkawinan dengan orang lain, maka perkawinan antara keduanya dapat
dibatalkan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974 jo Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam.
Saran yang dapat disumbangkan dalam skripsi ini terdiri dari ada 2 (dua)
hal, yaitu Pertama, kepada seseorang yang akan melangsungkan perkawinan
hendaknya mengetahui dan memahami arti penting dari syarat dan rukun
perkawinan. Kedua, kepada petugas Kantor Urusan Agama (KUA) diharapkan
lebih cermat dan teliti dalam memeriksa syarat perkawinan sehingga tidak terjadi
pemalsuan identitas dalam suatu perkawinan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]