ANALISIS KEBIJAKAN TATA RUANG KAWASAN BENCANA KECAMATAN PANTI KABUPATEN JEMBER KAITANNYA DENGAN KONSEP TATA RUANG TANGGAP BENCANA
Abstract
Beberapa tahun belakangan hampir di seluruh wilayah Indonesia tertimpa
beragam bencana. Intensitas bencana yang demikian tinggi seakan menjadikan
Indonesia sebagai satu-satunya bangsa yang ditakdirkan berdampingan dengan segala
macam bencana/marabahaya. Semua itu menjadi ancaman tersendiri bagi warga.
Persoalan dominan yang muncul kemudian, beragam bencana teryata dipicu
oleh kerusakan ekosistem alam sebagai akibat pengabaian tata ruang wilayah.
Seringkali terjadi tumpang tindih dan salah kaprah dalam pemanfaatan ruang.
Sehingga tak ayal ketika terjadi bencana kebijakan yang ada seringkali gagap bencana
dan bukan tanggap bencana.
Penelitian dengan Judul ”Analisis Kebijakan Tata Ruang Kawasan Bencana
Kecamatan Panti Kabupaten Jember Kaitannya dengan Konsep Tata Ruang Tanggap
Bencana”, ini mencoba mengetengahkan hal tersebut di atas sebagai ujung tombak
permasalahan. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan (a) menganalisi tata ruang
kawasan bencana Kecamatan Panti Kabupaten Jember, (b) mendeskripsikan
pandangan expert terkait kebijakan tata ruang kawasan bencana, dan (c) menganalisa
konsep tata ruang tanggap bencana menurut pandangan expert.
Pendekatan kajian ini dilakukan melalui metode studi literatur yang
berhubungan serta survey lapangan baik melalui kuesioner maupun wawancara
kepada nara sumber yang kompeten (key person). Survey dilaksanakan di kawasan
bencana Kecamatan Panti dengan fokus empat desa yang paling besar terkena
dampak bencana, Kemiri, Suci, Panti, dan Glagahwero. Melalui metode Analitik
Hirarki Proses (AHP), penelitian ini menempatkan 12 responden ahli (expert choise)
untuk membantu mengurai pokok permasalahan secara ideal
Secara umum hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lingkungan
menjadi aspek yang paling signifikan menerima dampak kebijakan tata ruang
kawasan bencana Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Dari 4 level dalam studi AHP,
level I menunjukkan skala prioritas secara berurutan diperoleh aspek lingkungan
dengan bobot nilai (0,38), berikut aspek sosial (0,29), aspek ekonomi (0.20), dan
aspek infrastruktur (0,14). Adapun kriteria level 2 dari masing-masing aspek
memperlihatkan 4 kriteria dampak yang dominan, yaitu keseimbangan ekosistem,
pola pikir masyarakat, pendapatan masyarakat, dan daerah aliran sungai (DAS).
Selanjutnya, dari hasil level 1 dan level 2 di atas mendorong level 3 untuk
memberikan alternatif perlunya kebijakan baru yang lebih baik dalam tata ruang
kawasan bencana Kecamatan Panti. Pada level akhir tawaran konsep tata ruang
tanggap bencana menjadi penting untuk diterapkan dengan lokus model perencanaan
partisipatif (partisipatory planning).