Perubahan Kebijakan Perjuangan Rakyat Aceh dari DI/TII sampai Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Tahun 1953 - 2005
Abstract
Latar belakang pemilihan permasalahan skripsi ini yaitu kekecewaan dan
perasaan ketidakadilan dalam pendidikan, ekonomi, dan politik yang dirasakan rakyat
Aceh akan melahirkan sebuah protes yang lambat laun menjadi sebuah perlawanan
rakyat Aceh terhadap pemerintah pusat, perlawanan yang bernama DI/TII Aceh yang
kemudian dilanjutkan dengan Gerkan Aceh Merdeka (GAM) yang dideklarasikan
pada tanggal 4 Desember 1976, yang dipimpin oleh Tengku Hasan Tiro.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:(1) Bagaimanakah
latar belakang perubahan kebijakan perjuangan rakyat Aceh dari DI/ TII sampai
GAM tahun 1953-1976?; (2)Bagaimanakah implementasi kebijakan perjuangan
GAM tahun 1976-2005?; (3)Bagaimanakah reaksi pemerintah pusat terhadap
perubahan kebijakan perjuangan Rakyat Aceh?. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai
oleh penulis adalah ingin mengkaji secara mendalam mengenai:(1)Latarbelakang
dikeluarkannya kebijakan perjuangan rakyat Aceh dari DI/ TII sampai GAM tahun
1953-1976. (2)Penerapan dari kebijakan perjuangan GAM tahun 1976-2005.
(3)Mengkaji reaksi pemerintah pusat terhadap perubahan kebijakan perjuangan
Rakyat Aceh. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan
pendekatan sosiologi politik dengan menggunakan teori konflik dan integrasi. Metode
penelitian tersebut terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Kesimpulan yang dapat diambil secara garis besar dalam penelitian ini adalah
akar permasalahan dari konflik Aceh adalah tidak teraktualisasinya identitas
keacehan. Gerakan yang dimulai oleh Tengku Daud Beureueh dengan mendirikan DI/TII, dilanjutkan pleh Hasan Tiro. Dengan begitu terbentuklah gagasan Aceh
Merdeka yang kemudian dideklarasikan pada tanggal 4 Desember 1976 di Bukit
Chokan Aceh Pidie. Keberadaan GAM telah tercium oleh pemerintah pusat, yang
kemudian ditindak lanjuti dengan melancarkan operasi penumpasan GAM pada bulan
Mei 1977, dengan nama operasi sandi Gajah Sakti.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat penulis kemukakan
yaitu: (1) hendaknya tokoh-tokoh pendukung GAM melakukan dialog dengan
pemerintah RI terlebih dahulu sebelum melakukan gerakan separatis, menuntut
haknya melalui perwakilan rakyat yang ada, dengan begitu tidak akan muncul kesalah
pahaman antara RI dan GAM; (2) GAM seharusnya memilih untuk tidak melakukan
perjuangan bersenjata dalam usaha memperjuangkan haknya; (3) dalam melakukan
operasi militer yang bertujuan untuk menjaga stabilitas Negara dari ancaman gerakan
separatism, hendaknya tidak melupakan Hak Asasi Manusia (HAM), menjaga emosi,
dengan demikian tidak akan menambah sakit hati masyarakat Aceh; (4)
Ditandatanganinya Memorandum Of Understanding (MOU) tanggal 15 Agustus 2005
di Helsinki, hendaknya kedua belah pihak (RI dan GAM) mematuhi pasal-pasal yang
sudah disepakati; (5) masyarakat Aceh hendaknya melakukan koreksi diri dengan
kerendahan hati untuk tidak lagi menunjuk kesalahan orang lain sebelum menilai
kesalahan diri sendiri; (6) pemerintah RI hendaknya lebih memperhatikan
pembangunan di Aceh dan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat Aceh hingga
tingkat kemiskinan dapat ditekan, dengan dmikian tidak aka nada lagi pemberontakan
yang muncul dari sebuah gerakan yang mengatasnamakan ketidak adilan social dan
ekonomi; (7) bagi mahasiswa program studi pendidikan sejarah, hendaknya
meningkatkan penguasaan materi sejarah sebagai bekal calon guru sejarah yang akan
terjuan di masyarakat; (8) bagi almamater, hendaknya meningkatkan lebih banyak
literatur agar penelitian dapat terus berkembang sebagai wujud Tri Dharma Perguruan
Tinggi.