Kandungan Magnesium Dan Uji Kesukaan Kue Lidah Kucing Berbahan Pati Garut (Maranta Arundinaceae) Dengan Penambahan Tepung Daun Kelor (Moringa Oleifera)
Abstract
Peningkatan autis pada anak tahun 2019 dalam data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan sekitar 3 sampai 5 kasus baru/tahun. Sedangkan jumlah siswa dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) SLB-ABC TPA Jember di SLB-A sebanyak 23 siswa, SLB-B sebanyak 77 siswa, dan SLB-C sebanyak 103 siswa. Kebutuhan makanan bagi anak autis sedikit berbeda dibandingkan dengan anak normal, sehingga orang tua harus selektif dalam memilih makanan serta mengamati gejala yang ditimbulkan akibat makanan tertentu. Makanan yang mengandung gluten dan kasein seperti yang terbuat dari tepung terigu, tidak diperuntukkan untuk dikonsumsi agar tidak memperparah gejala autis. Anak yang didiagnosis autis juga sering ditemukan defisiensi magnesium sehingga semakin memperburuk gejala seperti cemas, depresi, hiperaktif, mudah marah, gugup, dan konsentrasi belajar menjadi menurun. Hal tersebut sesuai dengan peran magnesisum, yaitu membantu mengendorkan otot, mencegah penggumpalan dan melemaskan saraf. Salah satu bentuk penanganan gejala autis yang paling sederhana adalah dengan melakukan diet GFCF (Gluten Free Casein Free) melalui makanan selingan. Penggunaan tepung terigu pada makanan dapat disubstisusi dengan bahan lain, seperti pati garut yang tidak mengandung protein gluten. Penambahan tepung daun kelor pada produk juga bertujuan untuk melengkapi kandungan zat gizi sebagai akibat dari defisiensi magnesium. Makanan ringan seperti kue kering lidah kucing memang cukup banyak disukai oleh anak-anak, selain karena bentuknya yang unik juga memiliki daya simpan yang cukup lama, sehingga hal tersebut menjadi salah satu produk yang direkomendasikan sebagai makanan selingan pada anak autis.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]