Sintesis γ-al2o3 Mesopori Menggunakan Metode Evaporation-Induced Self-Assembly (Eisa) Dengan Variasi PH Dan Rasio Massa Prekursor Terhadap Surfaktan Natrium-Alginat
Abstract
Aluminium oksida atau alumina (Al2O3) memiliki ciri dalam berbagai struktur
metastabil, yang disebut alumina transisi (seperti γ-, η-, δ-, θ-, κ- dan χ-) dan 𝛼-
Al2O3 sebagai fase alumina stabil. Fase alumina yang paling baik digunakan dalam
support katalis yaitu gamma alumina (γ-Al2O3). Gamma alumina (γ-Al2O3)
digunakan sebagai support katalis karena memiliki luas permukaaan yang besar
(diatas 250 m2
/g) dan memiliki distribusi pori yang seragam. Sintesis γ-Al2O3
dengan struktur mesopori yang seragam telah banyak dilakukan dengan berbagai
metode. Metode sintesis γ-Al2O3 dengan penambahan surfaktan menggunakan
proses evaporation-induced self-assembly (EISA) menghasilkan luas permukaan
yang besar dengan ukuran pori dalam bentuk meso. Oleh karena itu, metode EISA
merupakan metode yang paling tepat untuk menghasilkan γ-Al2O3 mesopori yang
seragam.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua tahapan. Tahapan pertama
dilakukan variasi pH untuk mengetahui pH optimum. Tahapan kedua
menggunakan variasi rasio massa prekursor terhadap surfaktan alginat dengan
menggunakan pH optimum yang diperoleh dari variasi pertama.Variasi pH pada
penelitian ini yaitu pH 7, pH 8 dan pH 9, sedangkan variasi rasio massa prekursor
terhadap surfaktan alginat yaitu 1:0,00 ; 1:0,75 ; 1:1 ; 1:1,25. Sintesis γ-Al2O3
dilakukan dengan waktu evaporasi pada suhu 60℃ selama 4 hari dan dikasinasi
pada suhu 500℃ selama 3 jam. Hasil sintesis γ-Al2O3 dikarakterisasi struktur
kristalnya menggunakan XRD dan luas permukaan, ukuran pori serta volume pori
yang diukur dengan isotermal adsorpsi-desorpsi N2.Hasil karakterisasi sintesis pada variasi pH yang diukur menggunakan
isotermal adsorpsi-desorpsi N2 menunjukkan kurva isotermal adsorpsi-desorpsi N2
menunjukkan model tipe IV yang ditandai hysteresis loop yang termasuk jenis H2b.
Model isotermal dan hysteresis loop menunjukkan material alumina memiliki
struktur mesopori. Hasil sintesis juga menunjukkan pH 7 memiliki luas permukaan,
ukuran pori dan volume pori yang paling besar yaitu Sbet 676,4 m2
/g, rp = 7,94 nm
dan Vp total = 0,460 cm3
/g). Sedangkan pH 8 memiliki Sbet 218,5 m2
/g, rp = 1,65
nm dan Vp total = 0,355 cm3
/g) dan pH 9 memiliki Sbet 207,6 m2
/g, rp = 1,64 nm
dan Vp total = 0,351 cm3
/g). Hal ini terjadi akibat prekursor Aluminium dalam
spesies Al(OH)3 yang tidak bermuatan berinteraksi dengan gugus karboksilat
(COO-
) dari surfaktan alginat. Semakin banyak interaksi prekursor aluminium dan
surfaktan menghasilkan agregat mesostruktur yang semakin besar. Selanjutnya
pada saat pH dinaikkan menjadi 8 dan 9, jumlah spesies aluminium akan bergeser
menjadi Al(OH)4-
dan surfaktan alginat semakin bermuatan negatif, sehingga
interaksi elektrostatisnya menjadi tolak menolak.
Penelitian variasi rasio massa dilakukan menggunakan pH optimum yaitu pH
7. Rasio massa surfaktan mengalami kenaikan luas permukaan, jari-jari pori dan
volume pori pada variasi 0,75 dan 1,00 g. Pada variasi 0,75 g memiliki luas
permukaan, volume pori dan ukuran pori yang lebih rendah yaitu Sbet 215,9 m2
/g,
rp = 2,18 nm dan Vp total = 0,335 cm3
/g dibanding pada variasi 1,00 g. Hal tersebut
terjadi karena surfaktan tidak sepenuhnya mengisi kerangka mesostruktur alumina,
sehingga terdapat ruang kosong didalamnya. Namun, ketika penambahan surfaktan
pada 1,25 g (Sbet 108,3 m2
/g, rp = 1,63 nm dan Vp total = 0,251 cm3
/g) terjadi
penurunan luas permukaan, jari-jari pori dan volume pori. Keadaan ini terjadi
karena agregat mesostruktur akan semakin besar, maka bentuk amorf yang tidak
stabil akan menyebabkan kerangka mesopori alumina menjadi collapse setelah
kalsinasi. Hasil sintesis yang diperoleh berdasarkan karakterisasi XRD
menunjukkan struktur kristal γ-Al2O3 pada penambahan surfaktan optimum (MA-
1,00-7) dan tanpa penambahan surfaktan (MA-0,00-7) menghasilkan struktur α-
Al2O3.