Cerita Rakyat Tumurune Wahyu Dewi Sri Pada Pementasan Kelompok Janger Laksono Wahyu Penthul Budoyo di Kabupaten Banyuwangi
Abstract
Antusias masyarakat menyaksikan pementasan Janger Laksono Wahyu
Penthul Budoyo dengan cerita Tumurune Wahyu Dewi Sri (24/9/2019), menurun
dari awal hingga akhir pementasan. Hal ini dapat terjadi karena masyarakat saat
ini menjadikan pementasan janger sebagai media hiburan semata, bukan media
edukasi mengenai cerita daerah dalam bentuk teater rakyat. Hal ini membuat
masyarakat lebih fokus menikmati tarian, nyaian, dan lawak daripada cerita yang
ditampilkan. Padahal, Tumurune Wahyu Dewi Sri merupakan cerita rakyat Jawa
yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat karena mengisahkan proses
adanya padi yang menjadi bahan pangan pokok masyarakat. Berdasarkan hal-hal
tersebut, rumusan masalah penelitian ini, yaitu (1) bentuk cerita rakyat TWDS
pada pementasan Janger LWPB; (2) nilai budaya dalam cerita rakyat TWDS pada
pementasan Janger LWPB; (3) fungsi cerita rakyat TWDS pada pementasan Janger
LWPB; dan (4) pemanfaatan cerita rakyat TWDS pada pementasan Janger LWPB
sebagai alternatif materi bahan ajar Bahasa Indonesia di SMA.
Rancangan penelitian ini adalah kualitatif, sedangkan jenis penelitiannya
deskriptif dengan pendekatan etnografis. Sumber data pada penelitian ini, yaitu
pementasan Janger Laksono Wahyu Penthul Budoyo Budoyo dengan cerita
Tumurune Wahyu Dewi Sri dan tuturan lisan informan. Data yang diperoleh, yaitu
cerita rakyat Tumurune Wahyu Dewi Sri pada pementasan Janger Laksono Wahyu
Penthul Budoyo, tuturan lisan informan tentang cerita Tumurune Wahyu Dewi Sri,
nilai budaya dalam cerita, dan fungsi cerita Tumurune Wahyu Dewi Sri bagi
masyarakat Banyuwangi. Teknik analisis data penelitian ini, yaitu analisis
domain, taksonomik, komponen, tema budaya. Prosedur penelitian ini terdiri atas
tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksaan, dan penyelesaian.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, bentuk cerita Tumurune Wahyu Dewi
Sri adalah jenis mite yang mengisahkan kehidupan anak-anak Dewa dan proses
adanya padi di bumi. Cerita ini mengangkat budaya masyarakat yang di dalamnya
mengandung empat nilai, yaitu religius, etika, sosial, dan lingkungan.Nilai religius
tercermin dari sikap manusia yang mengingat dan memohon pertolongan hanya
kepada Tuhan; manusia yang menyakini perintah Tuhan adalah sebuah kewajiban;
dan manusia yang pasrah kepada kekuasaan Tuhan setelah berupaya. Nilai etika
tercermin dari sikap utusan Dewa yang fokus mengerjakan tugas dan hidup
sederhana, anak muda yang bertanggung jawab atas perbuatannya, dan manusia
yang mempertimbangkan perbuatan sesuai situasi dan kondisi. Nilai sosial
tercermin dari sikap anak yang baik dan sopan kepada orang tua, kerukunan antara
saudara kandung, dan orang tua yang berusaha adil kepada setiap anaknya. Nilai
lingkungan tentang awal mula adanya padi di bumi, penentuan musim tanam padi
masyarakat petani Jawa, dan cara mananam padi masyarakat petani jawa.
Cerita Tumurune Wahyu Dewi Sri memiliki fungsi, yaitu sebagai sistem
proyeksi yang mencerminkan angan-angan dan harapan masyarakat tentang citra
anak baik yang diinginkan orang tua, alat pendidikan bagi anak, modal sosial
untuk berinteraksi dan berkomunikasi antar anggota masyarakat, sarana untuk
menghibur masyarakat, dan sebagai wisata budaya berbasis seni tradisi. Tumurune
Wahyu Dewi Sri merupakan cerita rakyat dengan narasi yang panjang, sehingga
masyarakat yang menonton memilih meninggalkan lokasi pementasan janger
ketika babak cerita inti. Hal ini yang menyebabkan keempat nilai dan lima fungsi
cerita rakyat Tumurune Wahyu Dewi Sri belum sepenuhnya tersampaikan kepada
masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengatahui dan memahami nilai dan
fungsi dari cerita rakyat Tumurune Wahyu Dewi Sri.
Cerita rakyat Tumurune Wahyu Dewi Sri pada pementasan Janger Laksono
Wahyu Penthul Budoyo dapat dimanfaatkan sebagai alternatif materi bahan ajar
Bahasa Indonesia kelas X SMA untuk mengajarkan siswa mengidentifikasi nilai
dan isi cerita rakyat. Selain itu, dapat dimanfaatkan sebagai salah satu aset budaya
untuk pengembangan pariwisata Kabupaten Banyuwangi, khususnya pada bidang
sastra lisan dan seni pertunjukkan teater rakyat (janger Banyuwangi).