Prinsip Hukum Terhadap Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Abstract
Berdasarkan Pasal 37 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 telah memberikan kesempatan atau peluang bagi Notaris Indonesia
untuk menjadi pembuat akta ikrar wakaf. Maksud dari kesempatan atau peluang
disini kemungkinan adalah Notaris dapat memberikan pelayanan pembuatan akta
ikrar wakaf, asalkan telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Agama
Republik Indonesia. Terkait demikian tidak setiap notaris dapat menjadi pembuat
akta ikrar wakaf ini, namun notaris-notaris yang telah memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia yang dapat ditunjuk sebagai
pembuat akta ikrar wakaf. Pasal 37 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006, juga memberikan kesempatan bagi para wakif untuk dapat membuat
akta ikrar wakafnya dihadapan Notaris, dan tidak harus dihadapan KUA. Dengan
perkataan lain kewenangan membuat akta ikrar wakaf tidak hanya kewenangan dari
Kantor Urusan Agama (KUA) melainkan juga dapat diserahkan kepada Notaris yang
telah memenuhi syarat, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3)
Undang Undang Jabatan Notaris bahwa notaris mempunyai kewenangan lain yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan
Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas penulis menidentifikasikan
beberapa rumusan masalah antara lain : (1) ratio legis pengaturan kewenangan
notaris dalam membuat akta ikrar wakaf dalam pelaksanaan wakaf ; (2) syarat
pengaturan notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dalam Undang
Undang Jabatan Notaris; dan (3) pengaturan kedepan terhadap pelaksanaan
kewenangan notaris dalam pembuatan akta ikrar wakaf. Tipe penelitian yang
digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah tipe penelitian yuridis normatif. Sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai, maka metodologi dalam penelitian tesis ini
menggunakan 3 (tiga) macam pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approarch) serta
pendekatan sejarah. Dalam pengumpulan bahan hukum ini penulis menggunakan
metode atau cara dengan mengklasifikasikan, mengkategorisasikan dan
menginventarisasi bahan-bahan hukum yang dipakai dalam menganalisis dan
memecahkan permasalahan.
Berdasarkan hasil kajian yang diperoleh bahwa : Pertama, Ratio legis
pengaturan kewenangan notaris dalam membuat akta ikrar wakaf bahwasanya
Notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai suatu kewenangan umum sepanjang
tidak dikecualikan kepada pejabat lain menurut undang-undang. Kewenangan ini
perlu dilihat dalam realitanya terkait penggunan Notaris dalam menjalankan
jabatannya selain sebagai pejabat umum juga sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf. Posisi Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf secara
administratif sangat penting dan strategis, yaitu untuk kepentingan pengamanan harta
benda wakaf dari sisi hukum, khususnya dari sengketa dan perbuatan pihak ketiga
yang tidak bertanggung jawab untuk itu PPAIW harus selalu bertindak amanah
dalam menjalankan jabatannya. Kedua, Ketentuan persyaratan Notaris untuk menjadi
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) ini dijelaskan di dalam Peraturan
Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak
Bergerak dan Bergerak Selain Uang Pasal 27 bahwa Notaris ditetapkan menjadi PPAIW dengan Keputusan Menteri. Persyaratan notaris untuk dapat ditetapkan
menjadi PPAIW adalah : Beragama Islam; Amanah; dan Memiliki sertifikat
kompetensi di bidang perwakafan yang diterbitkan oleh Kementerian Agama.
Notaris sebagaimana dimaksud dapat diangkat menjadi PPAIW setelah mengajukan
permohonan kepada Menteri. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak
semua Notaris dapat menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf sebagaimana
dijelaskan dalam pasal tersebut. Ketiga, Akta otentik sebagai produk notaris dalam
pembuktian di persidangan dikategorikan sebagai alat bukti surat. Sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang Undang Jabatan Notaris. Kewenangan
membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak, sepanjang tidak
bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata. Atas dasar kewenangan tersebut,
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya notaris dituntut untuk memberikan
jaminan kepastian hukum dan pelayanan yang profesional. Berdasarkan hal itu,
dalam perkara perdata akta otentik yang dikeluarkan oleh notaris sebagai pejabat
yang di angkat oleh pemerintah merupakan alat bukti yang bersifat mengikat dan
memaksa, mengandung maksud hakim harus membenarkan akta otentik tersebut.
Adapun akta notaris batal demi hukum apabila tidak memenuhi syarat subyektif dan
syarat obyektif. Terkait keberadaan akta otentik tersebut adalah keberadaan akta ikrar
wakaf. Salah satu unsur penting dalam perwakafan adalah “ikrar wakaf”. Ikrar wakaf
merupakan pernyataan dari orang yang berwakaf (wakif) kepada pengelola/
manajemen wakaf (nadzir) tentang kehendaknya untuk mewakafkan harta yang
dimilikinya guna kepentingan/tujuan tertentu. Perwakafan tanpa ikrar wakaf tentunya
akan mengakibatkan tidak terpenuhinya unsur perwakafan. Kalau unsur perwakafan
tidak terpenuhi, maka secara hukum otomatis perwakafan tersebut dapat dikatakan
tidak pernah ada. Untuk membuktikan adanya ikrar wakaf, adalah dengan cara
menuangkan ikrar wakaf tersebut kedalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang dibuat
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
Berdasarkan hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, antara lain :
Pelaksanaan wakaf dapat efektif dilaksanakan di masyarakat karena banyak
mengandung nilai positif bagi pembangunan Islam. Guna menanggulangi hambatan
dalam pelaksanaan hak dan kewajiban nadzir, disamping dibentuk Perwakilan Badan
Wakaf Indonesia juga perlu ada sosialisasi kepada masyarakat tentang pengetahuan
wakaf bahwa wakaf tidak saja dapat berupa benda bergerak tapi dapat berwujud
benda tidak bergerak sehingga masyarakat dapat mewakafkan miliknya seperti dalam
ketentuan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf atau disingkat dengan PPAIW menurut Ketentuan Umum UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah pejabat berwenang yang
ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia untuk membuat Akta Ikrar
Wakaf (AIW). Dilihat dari pelaksanaanya masih jarang notaris yang mempunyai
kewenangan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dikarenakan belum ada
Notaris d yang menerima sertifikasi terkait jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf. Aturan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang telah berjalan
belum dapat dijalankan semestinya aturan hukum yang berlaku.
Collections
- MT-Science of Economic [204]