Penyutradaraan Film Daniswara Dengan Pendekatan Ekspresionisme Skripsi Penciptaan
Abstract
Mitos serta dimensi alam gaib memiliki pengaruh besar dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, terutama di Jawa. Masyarakat Jawa memiliki tradisi Golek
Pesugihan yaitu melakukan ritual-ritual yang berhubungan dengan makhluk
halus, seperti pesugihan makam Ngujang yang berada di Tulungagung. Pesugihan
lain yang masih banyak ditemui adalah pesugihan kalong atau kelelawar yang ada
di Lumajang. Pesugihan kalong sama dengan pesugihan lain yang tidak mudah
untuk melepasnya. Ketika pembuat janji pertama tutup usia, maka tahta pesugihan
akan diwariskan pada anak turunnya. Pengkarya melihat kebiasaan masyarakat
dalam mencapai kesuksesan menggunakan cara yang instan, membuat pengkarya
mewujudkannya menjadi sebuah karya seni berupa film. Berawal dari naskah
Muslimaturrosyiidah berjudul Daniswara yang menceritakan permasalahan
pesugihan. Muslimaturrosyiidah ingin memberi gambaran kepada pembaca bahwa
pada era modern seperti saat ini pesugihan masih digunakan banyak orang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Film Daniswara menceritakan tentang kegelisahan gangguan-gangguan
mistis yang dialami tokoh Danis. Hal itu membuat Danis bimbang antara percaya
kepada keluarganya, atau pesaing usaha keluarganya yang selalu bersikap baik
kepada Danis. Konflik terjadi tidak hanya persoalan pesugihan melainkan
persaingan dan kekeluargaan yang membuatnya harus memilih mana yang benar
dan mana yang salah.
Pengkarya sebagai sutradara mewujudkan karya film Daniswara
menggunakan pendekatan ekspresionisme. Pendekatan ini digunakan karena
genre horor merupakan genre yang merepresentasikan ketakutan, kegelisahan,
dan emosi. Pengadeganan aktor dalam mendalami peran (dialek, suara, gerak
tubuh, postur, dan sebagainya) dengan cara alami, sehingga penonton menerima
viii
dia sebagai orang yang nyata. Pengadeganan yang digunakan dalam film ini
mencoba menunjukan perubahan emosi yang menekankan pada ekspresi dan
gestur tubuh pemainnya.
Konsep tata artistik dalam film Daniswara sesuai dengan tempat
berlangsungnya peristiwa, agar terlihat lebih logis ketika muncul dalam sebuah
film. Sinematografi film Daniswara memiliki visual yang tegas shot-nya.
Didukung dengan penataan properti pada setting dan pengadeganan setiap aktor.
Angle yang digunakan lebih pada sudut pandang tokoh Daniswara, hal tersebut
dilakukan mengingat film ini memiliki sudut padang Daniswara. Desain suara
dalam film Daniswara adalah diagetic sound dan non-diaetic sound dengan
konsep menghadirkan suasana melalui ambient dan ilustrasi musik. Penyuntingan
gambar menggunakan konsep editing continuity disusun untuk membangun
waktu, ruang, dan tindakan yang sesuai dengan tuntutan cerita.
Konsep penyutradaraan dengan pendekatan ekspresionisme memiliki
banyak tantangan, karena harus menampilkan realitas kehidupan Daniswara ke
dalam unsur pembentuk film yang nantinya dapat diterima penonton. Perencanaan
praproduksi yang matang adalah kunci keberhasilan dalam kinerja kru dan pemain
ketika produksi film Daniswara yang menerapkan konsep pendekatan
eksprsionisme. Film Daniswara mampu menggambarkan kondisi sosial
masyarakat Indonesia, khususnya fenomena pesugihan yang terjadi di masyarakat
Jawa. Pengkarya beranggapan bahwa penyutradaraan dengan konsep pendekatan
Ekspresionisme perlu dikembangkan dalam pengaplikasian, khususnya pada pola
alur penceritaan, gaya mise en scene, dan variasi sinematografi, serta eksplorasi
dalam penataan suara dan penyuntingan gambar.