Status Hukum Utang Yang Belum Terlunasi Apabila Perjanjian Gadai Sudah Jatuh Tempo ( Analisis Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor Perkara 202 / Pdt / 2015 / PT Mdn ) Legal Status of Debt Not Yet Redeemed If the Pawn Agreement Is Matured (Analysis Case Medan High Court Decision Case No. 202 / Pdt / 2015 / PT Mdn)
Abstract
Rumusan Masalah dalam skripsi ini meliputi 3 (tiga) hal, yaitu : (1) Apa
status hukum tanah gadai apabila perjanjian gadai jatuh tempo? (2) Apa akibat
hukum jika objek gadai kembali ke tangan debitur karena jatuh tempo? (3)
Apa pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Tinggi Medan dalam memutus
perkara Nomor 202/PDT/2015/PT MDN.
Penulisan skripsi ini memiliki 2 (dua) tujuan yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus, salah satu tujuan umumnya adalah untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember
dan salah satu tujuan khusus dari penulisan skripsi ini mengetahui dan
memahami dasar pertimbangan hukum Hakim dalam perkara Nomor
202/PDT/2015/PT MDN.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu tipe
penelitian yang bersifat yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan
penyusunan skripsi ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), dalam hal ini
dengan mencari dan menelaah buku-buku maupun literatur terkait dasar
pertimbangan hukum Hakim yang menyatakan tidak dapat diterima gugatan
dengan nomor perkara 202/pdt/2015/PT.MDN. Bahan hukum yang digunakan
adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum.
Metode analisis bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian skripsi
adalah menggunakan analisis deduktif.
Hasil dari analisis ini berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Medan dalam perkara Nomor 202/PDT/2015/PT MDN,
terhadap banding yang dilakukan oleh penggugat kepada tergugat tidak
dikabulkan seluruhnya dengan alasan bahwa perjanjian gadai tanah tersebut
sudah melebihi batas maksimal lamanya waktu gadai yaitu 7 Tahun.
Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960
Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian pasal 7 dan Majelis Hakim tidak memutus secara jelas permasalahan utang piutang yang terjadi antara
penggugat dan tergugat, karena baik dari pihak penggugat maupun tergugat
tidak menghadirkan saksi kunci dalam persidangan ini yaitu Nai Binhot
selaku pihak perantara dalam pembayaran atau pelunasan utang dari pihak
tergugat kepada penggugat.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah pertama, status hukum gadai tanah
apabila perjanjian gadai telah jatuh tempo dan tidak ada lagi pembaruan
perjanjian yang dilakukan oleh pihak pemberi gadai dan penerima gadai,
maka tanah tersebut sudah bukan lagi objek dari perjanjian gadai. Kedua,
Akibat hukum jika objek gadai kembali ke tangan debitur karena jatuh tempo
adalah debitur tidak memiliki kewajiban membayar utang kepada kreditur
sekalipun objek gadai telah kembali ketangan debitur. Ketiga,
pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus Perkara Nomor
202/PDT/2015/PT.MDN adalah karena tidak adanya pembaruan perjanjian
gadai yang menyebabkan perjanjian gadai tersebut menjadi daluarsa dan
objek dari perjanjian gadai tersebut harus kembali ketangan pemberi gadai.
Saran dari pembahasan skripsi ini yaitu, pertama, baiknya jika masyarakat
desa dapat diberi edukasi mengenai setiap peristiwa-peristiwa hukum yang
berdampingan dengan gaya hidup masyarakat. Sebagai contoh pada pada
pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang
Peluasan Tanah Pertanian yang menjelaskan bahwa gadai tidak boleh bersifat
selamanya dan maksimal hanya 7 tahun. Jika melebihi waktu 7 Tahun maka
tanah gadai harus kembali pada pemberi gadai tanpa adanya uang tebusan.
kedua, putusan Majelis Hakim yang tidak menerima gugatan penggugat
menyebabkan Tanah Gadai kembali ke tangan pemberi gadai diharapkan tidak
ada lagi masyarakat yang dirugikan karena ketidaktahuannya mengenai
peraturan jangka waktu maksimal tanah persawahan gadai yaitu 7 tahun.
Ketiga, Majelis Hakim seharusnya dapat terus mempermasalahkan masalah
utang-piutang yang tetap menjadi sengketa dalam kasus gugatan ini, dengan
cara meminta pembanding dan terbanding mendatangkan saksi kedalam
persidangan dan Majelis Hakim seharusnya menggunakan Hak Tanggungan
sebagai dasar hukum putusan, bukan Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun
1960.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]