Counter Hegemoni Dalam Naskah Drama Sidang Susila Karya Agus Noor
Abstract
Pemahaman tentang counter hegemoni memberikan gambaran suatu konsep
perlawanan terhadap sebuah konsep hegemoni yang sedang berkuasa. Peneliti tertarik
meneliti tentang konsepsi perlawanan terhadap hegemoni yang membuka ruang
pemikiran untuk memperbaiki sistem dan tatanan hukum yang ada di Indonesia. Ide
konsepsi perlawanan tersebut, dituangkan oleh Agus Noor ke dalam sebuah naskah
drama komedi satir yang berjudul Sidang Susila. Pengarang, menceritakan kekonyolan
para penegak hukum dalam menjalankan Undang-undang Susila yang sedang
dibicarakan oleh masyarakat. Counter hegemoni yang mengambarkan hukum sebagai
kekuatan hegemoni, dilawan menggunakan ideologi dan wacana perlawanan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini,
yaitu: 1) bagaimanakah bentuk ideologi tandingan dalam naskah drama Sidang Susila
karya Agus Noor?, 2) bagaimanakah bentuk wacana perlawanan dalam naskah Drama
Sidang Susila karya Agus Noor?.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Rancangan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian kualitatif. Sumber Data
dalam penelitian ini adalah naskah drama Sidang Susila. Data dalam penelitian ini adalah
kata, kalimat, frasa maupun paragraf yang mengandung maksud Counter hegemoni.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dokumentasi. Teknik
analisis data dalam penelitian ini dengan cara membaca data, reduksi data lalu penyajian
data. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai
instrumen utama, tabel pengumpul data dan tabel analisis data. Prosedur penelitian pada
penelitian ini terdiri atas tiga tahap yakni, tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap
penyelesaian.
Hasil dan pembahasan penelitian ini, Pertama, ideologi-ideologi Otoritarianisme,
Feodalisme, Sosialisme, Legalisme, Humanisme Universal dan Liberalisme. Ideologiideologi
tersebut, berelasi satu sama lain membentuk sebuah Formasi. Sebagai ideologi
dominan, Otoritarianisme berelasi dengan ideologi Sosialisme dan Legalisme,
menciptakan formasi dasar hegemoni yang kuat karena ketiga ideologi tersebut
merupakan pondasi ideologi politik yang ada di masyarakat yang dapat digunakan
sebagai dasar hegemoni suatu kelas atau kelompok masyarakat. Ideologi-idelogi tersebut
diwakili oleh tokoh Hakim, Jaksa, dan Petugas Kepala yang memiliki fungsionaris
tertinggi dalam masyarakat hukum. Kedua, ideologi tandingan dalam naskah drama
Sidang Susila, diserukan oleh pemilik paham Humanisme yang diwakili oleh tokoh
Pembela dan Susila Parna. Ideologi Humanisme berelasi dengan ideologi Liberalisme
yang diwakili oleh tokoh Mira, dan Legalisme yang dianut oleh Pembela. Ketiga ideologi
tersebut membentuk sebuah basis perlawanan guna menandingi ideologi dominan yang
sedang berkuasa, yakni basis ideologi Otoritarianisme. Basis kekuatan tandingan ketiga
ideologi tersebut memberikan perlawanan terhadap ideologi dominan yang sedang
berkuasa. Ketiga, wacana perlawanan, yang meliputi pers sebagai medium perlawanan,
organisasi massa sebagai wadah pergerakan massa dalam menentang dan melawan
terhadap lahirnya RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, pers menjadi alat untuk melawan
kekuasaan dengan pemberitaan dan penyebaran poster-poster kepahlawanan guna
mengerahkan massa, di sisi lain, organisasi massa sebagai wadah pergerakan
memberikan sumbangsih dalam hal menggalang pergerakan massa guna memberikan
perlawanan baik secara diam-diam (geriliyawan) dan terang-terangan (demontrasi dan
pembentukan organisasi massa) yang didukung oleh GAM dan OPM sebagai organisasi
massa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang menyampaikan makna dan maksud
perlawanan secara halus melalui wacana perlawanan dan teknik sugestinya, yang
dilakukan oleh tokoh Susila Parna, Petugas 1 dan Mira.