Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/85176
Title: KEABSAHAN JUAL BELI HARTA WARIS YANG BELUM DIBAGI (Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Sal)
Authors: RATO, Dominikus
ADONARA, Firman Floranta
FARDIANA, Veby
Keywords: HARTA WARIS
BELUM DIBAGI
Issue Date: 4-Apr-2018
Series/Report no.: 130710101108;
Abstract: Kesimpulan merupakan pernyataan akhir sebagai intisari jawaban atas permasalahan yang telah diuraikan dalam Bab 2 mengenai Pembahasan, sedangkan saran merupakan masukan-masukan dari penulis atas penelitian yang telah dilakukan dengan harapan supaya dapat memberikan kontribusi yang berarti dan lebih baik lagi. Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu, Keabsahan jual beli terhadap harta warisan yang belum dibagi pada Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Sal bahwa seseorang tidak berhak melakukan jual beli terhadap barang milik orang lain sebagaimana diatur dalam pasal 1471 BW. Dikatakan sebagai barang milik orang lain, sebab yang menjadi obyek dari jual beli tersebut merupakan harta waris yang belum dibagi, sehingga atas obyek tersebut masih terdapat hak dari ahli waris yang lain agar dibagi terlebih dahulu, maka terhadap jual beli yang dilakukan merupakan suatu perbuatan yang cacat hukum. Akibat hukum dari jual beli harta waris yang belum dibagi pada Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Sal yang dinyatakan oleh Hakim bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang cacat hukum karena tidak memenuhi syarat-syarat dari jual beli. Sehingga jual beli tersebut batal demi hukum. Dan oleh karena perbuatan jual beli tersebut perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi seseorang sebagaimana yang diatur dalam pasal 1365 BW, bahwa ahli warisnya yang tidak dapat menikmati hak-haknya sebagaimana terhadap harta warisan yang dijual tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Dasar pertimbangan hukum hakim (rasio decidendi) pada Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Sal telah sesuai dengan hukum postifif di Indonesia. Sebab dalam pertimbangan yang diberikan Hakim dalam perkara jual beli terhadap harta waris yang belum dibagi tanpa persetujuan ahli waris yang lain, hal tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam putusannya, Majelis Hakim menjatuhkan putusan dengan mengabulkan gugatan penggugat sebagaian dan menolak selebihnya. Adapun hal-hal yang dikabulkan oleh Majelis Hakim yang menyatakan bahwa obyek sengketa dalam putusan tersebut merupakan harta warisan yang belum dibagi dan jual beli yang dilakukan atas obyek sengketa tersebut merupakan perbuatan yang cacat hukum. Hal tersebut berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak. Dalam hal ini, pihak Penggugat dapat membuktikan bahwa penggugat merupakan ahli waris yang sah dan obyek sengketa merupakan harta waris yang belum dibagi. Sementara saran dalam penelitian ini ditujukan untuk para pihak berikut: 1) Kepada masyarakat, sebagai warga negara Indonesia yang merupakan negara hukum, hendaknya memperhatikan dan mengutamakan hukum dalam bertindak termasuk dalam melakukan suatu jual beli. Selain itu, diperlukan ketelitian dan kecermatan dari masing-masing pihak yang hendak melakukan jual beli, agar lebih teliti lagi mengenai obyek yang diperjual belikan dan asal usulnya agar tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari. 2) Kepada ahli waris yang merasa haknya telah dilanggar dapat mengajukan gugatan ke pengadilan berdasar pada pasal 834 BW untuk dapat memperjuangkan haknya. Selain itu bagi para ahli waris diharapkan agar dapat memahami hal-hal terkait bidang kewarisan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, baik menurut hukum waris Islam, Hukum Waris BW dan Hukum Waris Adat. 3) Kepada para pihak terkait sengketa jual beli yang dinyatakan batal demi hukum oleh Hakim, maka hal tersebut dianggap seolah-olah suatu jual beli tersebut tidak pernah ada, sehingga keadaannya kembali ke keadaan semula sebelum adanya jual beli. Karena jual beli dianggap tidak pernah terjadi, maka hak dan kewajiban yang telah diberikan dikembalikan seperti sedia kala. Seperti obyek penjualan dikembalikan kepada penjual dan uang pembayaran dikembalikan kepada pembeli. Apabila setelah putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, maka terhadap putusan tersebut baru dapat dilakukan eksekusi. Namun apabila setelah putusan tersebut tidak dilakukan eksekusi, atau salah satu pihak tidak menuruti isi putusan tersebut, maka pihak yang lain dapat melaporkannya berdasarkan Pasal 216 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/85176
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
VEBY FARDIANA - 130710101108_.pdf3.19 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools