Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/123258
Title: | Analisis Yuridis Terhadap Barang Bukti dalam Tindak Pidana Penebangan Pohon dalam Kawasan Hutan Secara Tidak Sah (Putusan Nomor 1183/Pid.B/LH/2019/PN Tjk) |
Authors: | IRMAYANTI, Siti Nurholizah |
Keywords: | BARANG BUKTI TINDAK PIDANA PENEBANGAN POHON ANALISIS YURIDIS |
Issue Date: | 7-Sep-2023 |
Publisher: | Fakultas Hukum |
Abstract: | Tindak pidana penebangan pohon yang dilakukan secara ilegal tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Namun secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dalam prosesnya kegiatan penebangan pohon pastilah menghasilkan hasil hutan dari tebangan tersebut yang mana dapat disebut sebagai barang bukti. Barang bukti memiliki peran penting yang mana dapat membuat terang terjadinya suatu perkara tindak pidana yang pada akhirnya akan digunakan bahan sebagai pembuktian untuk menunjang keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa. Lebih lanjut setelah proses pembuktian hakim dalam memberikan pertimbangannya harus dapat memperhatikan dengan cermat fakta dan keadaan di persidangan, karena hal itulah yang menjadikan dasar dari suatu putusan. Seperti halnya Putusan Nomor 1183/Pid.B/LH/2019/PN Tjk terkait dengan barang bukti hasil hutan. Barang bukti tersebut telah disebutkan dalam pertimbangan namun tidak disebutkan dalam amar putusan. Selain itu dalam pertimbangan hakim terkait barang bukti juga disebutkan bahwa alat yang berasal dari kejahatan tetapi dalam keadaan rusak sehingga tidak memiliki nilai ekonomis maka akan dilakukan pemusnahan, Lebih lanjut sebelum hakim menyampaikan mengenai nilai ekonomis, maka penilaian hakim atas nilai ekonomis tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu Penulis menemukan dua isu hukum pertama, Apakah pertimbangan hakim terhadap keberadaan barang bukti sudah sesuai dengan amar putusan. Kedua, apakah yang dimaksud dengan nilai ekonomis terhadap barang bukti dalam putusan nomor 1183/Pid.B/LH/2019/PN Tjk. Tujuan dalam penulisan skripsi ini antara lain untuk untuk mengkaji dan menganalisis pertimbangan hakim terhadap keberadaan barang bukti sudah sesuai apa belum dengan amar putusan ditinjau dari ketentuan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan juga untuk mengkaji dan menganalisis yang dimaksud dengan nilai ekonomis terhadap barang bukti dalam putusan nomor 1183/Pid.B/LH/2019/PN Tjk. Selain itu manfaat penulisan skripsi ini secara teoritis adalah penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pikiran bagi mahasiswa fakultas hukum atau pembaca dalam pengembangan keilmuan hukum pidana khususnya dalam sektor tindak pidana penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah, sedangkan Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penegak hukum berupa masukan dalam proses pembuktian barang bukti dan maksud dari nilai ekonomis terhadap barang bukti pada putusan yang terkait. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah Penelitian Yuridis Normatif yakni penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pendekatan yang diterapkan adalah Pendekatan Undang-Undang (Statue approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach), serta menggunakan bahan hukum primer dan sekunder Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa pertimbangan hakim terhadap keberadaan barang bukti kayu hasil tindak pidana penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah dalam putusan ini tidak sesuai dengan amar putusan yang tidak memutus mengenai status barang bukti dikarenakan berdasarkan unsur tindak pidana yang dipertimbangkan oleh hakim disana menyebutkan bahwa ada barang bukti berupa hasil hutan kayu dalam hal ini tidak menjelaskan secara pasti dimana barang bukti tersebut seharusnya ditempatkan apakah dikembalikan, dimusnahkan, atau dirampas untuk negara. Kemudian dalam amar putusan juga tidak disebutkan mengenai barang bukti kayu tersebut, sebagaimana ketentuan pidana Pasal 78 ayat (15) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk negara. merujuk dari penjelasan Pasal 44 UU No. 18 Tahun 2013 tentang P3H dan Pasal 37, 38 dan 41 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.26/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti TPLH dan Kehutanan bahwa pengaturan mengenai barang bukti hasil hutan berupa kayu selain dari hutan konservasi dapat dipergunakan untuk kepentingan publik atau dapat pula dilelang. Sedangkan dalam perkara ini hasil tindak pidananya didapatkan dari kawasan hutan lindung yang artinya barang bukti tersebut dapat dirampas untuk negara untuk kemudian dijual lelang melalui kantor lelang negara atau digunakan untuk kepentingan publik atau sosial. Dan kedua, yang dimaksud dengan nilai ekonomis terhadap barang bukti yang digunakan untuk melakukan kejahatan dalam putusan ini adalah barang tersebut dianggap rusak dengan demikian pengertian tersebut tidak ada relevansinya dengan nilai ekonomis terhadap barang bukti hasil kejahatan (kayu). Berdasarkan perkara penebangan pohon ini membuahkan hasil dari kejahatan berupa papan dan balok dalam hal ini memiliki nilai ekonomis atau nilai jual dimana memerlukan perlakuan khusus dengan menyediakan ruang penyimpanan dan perawatan khusus serta biaya perawatan yang juga tinggi. Adapun saran penulis, diantaranya pertama dalam hal pembuktian seharusnya sebagai hakim dalam memberikan pertimbangannya terhadap barang bukti harus didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap didalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam putusan apakah dapat dikembalikan kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, benda itu dirampas untuk negara, atau untuk dimusnahkan. Dan kedua, hakim dalam mempertimbangkan nilai ekonomis seharusnya yang berkaitan dengan hasil dari kejahatannya bukan alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan dan terkait dengan perampasan barang atau aset seharusnya ada lembaga tersendiri yang berkaitan dengan perampasan barang atau aset untuk memberikan jaminan perlindungan hukumnya. |
Description: | Finalisasi oleh taufik_Lina Tgl 08 Agustus 2024 |
URI: | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/123258 |
Appears in Collections: | UT-Faculty of Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
SKRIPSI_SITI NURHOLIZAH IRMAYANTI_190710101083.pdf Until 2028-10-10 | 1.25 MB | Adobe PDF | View/Open Request a copy |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.
Admin Tools