Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/118407
Title: | Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Yang Melakukan Kredit Kepemilikan Rumah Sebelum Perkawinan |
Authors: | FIRMANDA, Yogi |
Keywords: | DEBITUR KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH |
Issue Date: | 23-Sep-2023 |
Publisher: | Fakultas Hukum |
Abstract: | Pembelian rumah secara KPR sebelum perkawinan dan sisa pembayaran dilakukan dalam perkawinan akan menjadi masalah ketika terjadi perceraan, apakah rumah merupakan harta bawaan atau harta bersama. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) KPR yang dilakukan sebelum perkawinan namun pembayaran angsurannya menggunakan harta Bersama dapat dikategorikan sebagai harta Bersama (2) bentuk perlindungan hukum terhadap debitur yang melakukan kredit kepemilikan rumah sebelum melangsungkan perkawinan (3) konsep perlindungan hukum bagi debitur yang melakukan kredit kepemilikan rumah sebelum dilangsungkannya perkawinan. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian Yuridis Normatif dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konspetual dan pendekatan kasus. Kerangka teoretis dan konseptual terdiri atas teori perlindungan hukum, pengertian perjanjian kredit, jenis-jenis kredit, pengertian perkawinan, perjanjian kawin, Harta dalam perkawinan, harta bawaan, harta bersama, dan perjanjian kredit kepemilikan rumah. Hasil pembahasan dari penelitian ini yakni (1) Akad pembelian rumah secara KPR yang dilakukan sebelum perkawinan tetapi pembayarannya menggunakan harta dalam ikatan perkawinan termasuk harta bawaan dikarenakan harta didapatkan sebelum perkawinan yang dapat dikategorikan sebagai harta bawaan sebagaimana maksud dalam Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan. (2) Perlindungan hukum yang dapat digunakan adalah melakukan perjanjian perkawinan antara debitur dengan pasangannya, yang berfungsi sebagai sarana untuk melindungi, memisahkan harta bawaan dan harta bersama. 3) Konsep perlindungan hukum bagi debitur yang melakukan kredit kepemilikan rumah sebelum dilangsungkan perkawinan selain dengan perjanjian perkawinan, diperlukan adanya pembaharuan regulasi yang ditetapkan pemerintah tentang dasar pemisahan harta perkawinan pada rumah KPR. Dalam Pasal 32 ayat (2) UU Perkawinan diperlukan pembaharuan dengan menambahkan poin mengenai penentuan kediaman yang yang diperoleh melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR), baik sebelum maupun selama perkawinan berlangsung, selain itu perlu adanya penyelesaian sengketa terhadap pembagian harta perkawinan dalam bentuk rumah KPR oleh pasangan suami dan istri, sehingga dengan adanya pembaharuan ini dapat memberikan kepastian hukum dalam pembagian harta perkawinan dalam bentuk rumah KPR. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu (1) Kredit Pemilikan Rumah sebelum dilangsungkannya perkawinan yang pembayaran kreditnya menggunakan harta bersama tidak termasuk harta bersama melainkan termasuk harta bawaan, mengingat harta bawaan adalah harta yang dimiliki sebelum terjadinya perkawinan, sehingga segala harta yang didapatkan sebelum terjadinya perkawinan termasuk dengan objek dalam akad pembelian secara kredit sebelum di langsungkannya perkawinan yang pembayarannya menggunakan harta bersama dapat disebut sebagai harta bawaan selama para pihak tidak melakukan Perjanjian Perkawinan. (2) Perlindungan hukum terhadap debitur yang melakukan kredit kepemilikan rumah sebelum melangsungkan perkawinan dengan membuat perjanjian perkawinan untuk melindungi harta bawaan debitur terhadap harta bawaan xi pasangannya, sehingga harta perkawinan dapat dipisahkan antara harta bawaan dan harta bersama, ketika nantinya terjadi perceraian maka pembagian harta perkawinan sesuai dengan perjanjian perkawinan yang telah disepakati antara debitur dengan pasanganya. (3) Konsep perlindungan hukum bagi debitur yang melakukan KPR sebelum dilangsungkannya perkawinan namun pada proses pembayaran angsuran KPR tersebut dibawa masuk ke dalam sebuah ikatan perkawinan, maka untuk menghindari terjadinya polemik di kemudian hari, sangat disarankan membuat sebuah perjanjian kawin yang dibuat dihadapan Pegawai Pencatat perkawinan atau Notaris, yang khususnya memuat tentang pembagian harta perkawinan berupa rumah yang pembeliannya menggunakan sistem KPR, Konsep ini harus ditindak lanjuti sebagaimana di amanatkan oleh pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Diperlukan pembentukan hukum baru dalam bentuk revisi pada UUP untuk kemudian ditindak lanjuti dalam bentuk Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana dari Undang-Undang untuk mendapatkan produk hukum yang memberikan rasa keadilan dan kepastian bagi warga negara. |
URI: | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/118407 |
Appears in Collections: | MT-Science of Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
Tesis Yogi Firmanda 200720201005.pdf | 1.02 MB | Adobe PDF | View/Open | |
Tesis Yogi Firmanda 200720201005.pdf | 1.02 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.