Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/102524
Title: | Polemik Kekuasaan Imm Jember (Studi Kasus: Musycab Periode 2017 Dan 2018) |
Authors: | ARIFIYANTI, Jati PERTIWI, Maurina Suryaning |
Keywords: | POLEMIK KEKUASAAN IMM JEMBER |
Issue Date: | 7-Oct-2019 |
Publisher: | FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS JEMBER |
Abstract: | Penelitian ini membahas tentang organisasi mahasiswa yang didalamnya terdapat permasalahan dalam proses pelaksanaan musyawarah untuk menentukan kepemimpinan selanjutnya. Organisasi Mahasiswa ini adalah IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) cabang Jember.Organisasi ini merupakan salah satu organisasiotonom dari Muhammadiyah dengan tujuan tidak jauhbeda dengan Muhamamdiyah, yaitu kembali pada Islam yang sebenar-benarnya. Karena induk dari organisasi ini adalah Muhammadiyah, makauntuk proses pemilihan pemimpin selanjutnya juga menggunakan sistem yang sama, yaitu dengan musyawarah mufakat. Harapannya pemimpin yang terpilih kedepannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai yang telah dipertimbangkan dalam proses musyawarah. Akhir-akhir ini sistem musyawarah mufakat yang menjadi dasar pemilihan kepemimpinan selanjutnya kurang dilakukan dengan tepat.Musyawarah yang dilakukan bukan lagi mempertimbangkan bebet dan bobot dari para calon pimpinan. Musyawarah yang dilakukan jauh dari kata mufakat, karena proses pemilihannya dilakukan degan cara voting dan saat musyawarah bukan saling berdiskusi tentang prestasi juga perjalanan calon pemimpin, tetapi saling menjatuhkan dan mengkambinghitamkan. Kekuasaan dalam sebuah organisasi dinilai sebagai hal yang perlu untuk diperjuangkan, karena dengan berkuasa maka seseorang akan mendapatkan legitimasi tentang dirinya. Dalam proses perebutan kekuasaan atau proses pemilihan kepemimpinan selanjutnya, pada organisasi IMM ini menggunakan sistem musyawarah mufakat, harapannya agar kepemimpinan selanjutnya dipilih 5 berdasarkan dengan jejak dalam berorganisasi. Namun, sering kali dalam proses pelaksanaan musyawarah dilakukan bukan dengana cara mufakat, namun dengan voting serta memunculkan kelompok inferior dan superior. Kelompok ini yang nantinya akan bertarung untuk memperebutkan sebuah kekuasaan.Pada dasarnya sebuah kekuasaan bukanlah sebuah hal yang salah menurut Hannah Arendt karena hakikat kekuasaan adalah sebagai solidaritas sosial.Wewenang yang diberikan pada penguasaa itulah sering kali disalah gunakan untuk kepentingan individu atau kelompok.Salah satu penyebab pengendalian dilakukan melalui wewenang tersebut. Banalitas kekuasan hadir, ketika proses untuk mendapatkan kekuasaan tersebut tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya. Proses pemilihan yang dilakukan pada musyawarah cabang tahun 2017 dan 2018 bukan untuk menentukan seorang pemimpin secara mufakat, namun secara saling menjatuhkan dan berdasarkan dengan suara terbanyak. Secara substansi musyawarah tersebut sudah tidak dapat dibenarkan. Proses yang dilakukan dalam pemilihan beberapa formatur juga tidak dapat dibenarkan, karena yang dilakukan sudah seperti politik praktis , sangat jauh dari asas musyawarah yang telah diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi ini. Banalitas kekuasaan ini adalah sebuah proses untuk mendapatkan sebuah kekuasaan dengan cara yang kurang tepat, dengan menjatuhkan beberapa individu atau kelompok. Kesalahan dalam pemilihan seorang pemimpin ini, dilakukan secara terus menerus, dan didoktrinkan pada setiap anggota baru sehingga ini menjadi sebuah hal yang biasa-biasa saja. Dampak positif dari proses Banalitas kekuasaan ini adalah mengembalikannya rasa etnosentrime pada masing-masing komisariat di dalamnya. Selain itu, terdapat sebuah kompetisi yang terjadi untuk saling melakukan hal lebih antara satu komisariat dengan komisariat lain, karena untuk menunjukkan eksistensi dan kualitas dari masing-masing komissariat. Sedangkan dampak negatif yang terjadi yaitu, adanya sebuah kelompok superior dan inferior, dimana kelompok yang superior selalu menghegemoni beberapa anggota baru dan anggota lama untuk terus menganggap dan memberikan doktrinasi bahwa 6 kelompok inferior tersebut tidak layak untuk memimpin dan harus dikucilkan. Dalam proses doktrinasi ini, seringkali berdampak juga pada kader baru yang belum memahami secara mendalam, sehingga terkadang muncul juga anggapan dari beberapa diantara mereka, yaitu kurang suka dengan kultur pada masingmasing komisariatnya. Dampaknya, ia sering kali menjadi musuh dalam organisasi tersebut. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai rujukan pada penelitian sejenis lainnya, terutama pada fokus kajian sosiologi organisasi dan sosiologi politik.Selain itu manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan evaluasi dalam menganalisa permasalahan yang turun temurun terjadi, kemudian menganalisanya dengan ilmiah.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.Lokasi penelitian ini pada organisasi mahasiswa, yaitu IMM Jember.Tehnik penentuan informan menggunakan purposive.Uji validasi dilakukan dengan metode triangulasi. |
URI: | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102524 |
Appears in Collections: | UT-Faculty of Economic and Business |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
Maurina Suryaning Pertiwi - 150910302031.pdf | 2.21 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.
Admin Tools