dc.description.abstract | Kusta adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya
kecuali susunan saraf pusat (Depkes RI, 2006). Angka kejadian kusta di dunia
menurut WHO pada tahun 2011 yaitu 192.246 kasus (Weekly Epidemiological
Report World Health Organization, 2011). WHO menyatakan 25% dari jumlah
klien kusta di dunia yang teridentifikasi setiap tahunnya mengalami kecacatan
(Susanto, 2006). Wilayah Asia Tenggara menduduki peringkat pertama dari lima
wilayah WHO, yaitu dengan jumlah penderita kusta sebanyak 113.750 orang dan
angka kecacatan akibat kusta yaitu 6.912 per 100.000 populasi. Indonesia sebagai
salah satu wilayah di Asia Tenggara, menempati urutan ketiga di dunia setelah
India dan Brazil dengan jumlah pada tahun 2010 adalah 17.012 orang (Weekly
Epidemiological Report World Health Organization, 2011). Sebesar 1.822 atau
10,7% dari jumlah kasus kusta tersebut ditemukan sudah dalam keadaan cacat
tingkat 2 atau cacat yang nampak (Sutriyanto, 2012).
Wilayah di Indonesia yang menempati peringkat pertama kasus kusta adalah
Jawa Timur. Sebesar 30% klien kusta di Indonesia berasal dari Jawa Timur yang
menyebar di Kabupaten Sumenep, Probolinggo, Jember, Pamekasan, Bangkalan,
Tuban, Lumajang, Pasuruan, Sampang, dan Situbondo (Dinas Komunikasi dan
Informatika Jawa Timur, 2012). Prevalensi kusta di Jawa Timur pada tahun 2010
yaitu 4.684 kasus dengan angka kecacatan sebesar 13% dari seluruh kasus (Dinkes
Jatim, 2010). Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten dengan kasus
kusta tertinggi di Jawa Timur. Angka kejadian kusta di Kabupaten Jember tercatat
376 kasus, dengan tipe kusta PB atau biasa disebut dengan tipe kering sebanyak 11
orang dan tipe MB 365 orang. Angka kecacatan klien kusta di Kabupaten Jember
ix
yaitu 73 klien atau 18% dari seluruh kasus kusta di Kabupaten Jember (Dinkes
Jember, 2011).
Adanya kondisi kecacatan akibat kusta mengindikasikan bahwa penularan
kusta di masyarakat masih besar dan penemuan kasus kusta terlambat (Kemenkes
RI, 2012). Kecacatan kusta terjadi karena penyakit tidak diobati dengan baik (tidak
berobat, tidak taat berobat) dan juga tidak melakukan perawatan diri (Harjanti,
2011). Aktivitas perawatan diri pada klien kusta dapat mencegah kecacatan atau
keparahan kecacatan akibat kusta. Diperlukan program atau strategi dalam upaya
mendukung peningkatan kemampuan aktivitas perawatan diri pada klien kusta.
Salah satu program tersebut yaitu Kelompok Perawatan Diri (KPD).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ada tidaknya
perbedaan aktivitas perawatan diri klien kusta yang aktif dan tidak aktif mengikuti
kelompok perawatan diri di Kabupaten Jember. Jenis penelitian ini adalah
penelitian observasional analitik dengan metode pendekatan cohort. Populasi dalam
penelitian ini berjumlah 40 orang dengan pengambilan sampel yaitu menggunakan
cara total sampling, jadi sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 40
orang. Bentuk pengumpulan data dengan melakukan observasi aktivitas perawatan
diri klien kusta selama satu minggu mulai tanggal 17 Desember 2012 sampai
dengan 24 Desember 2012 secara door to door. Data yang diperoleh dianalisis
dengan uji statistik t-independent untuk mengetahui perbedaan kedua kelompok.
Nilai rata-rata aktivitas perawatan diri klien kusta yang aktif mengikuti
kelompok perawatan diri sebagian besar memiliki nilai rata-rata aktivitas perawatan
diri baik, sedangkan yang tidak aktif sebagian besar memiliki nilai rata-rata
aktivitas perawatan diri buruk. Hasil pengolahan data dengan SPSS didapatkan p
value (0,000) < α(0.05) yang berarti Ha diterima sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa ada perbedaan aktivitas perawatan diri klien kusta yang aktif dan tidak aktif
mengikuti kelompok perawatan diri di Kabupaten Jember. | en_US |