Show simple item record

dc.contributor.advisorShinta Rumastika, dr. Nindya M.Ked.,Sp.T.H.T-KL
dc.contributor.advisorIndreswari, dr. Laksmi Sp.B
dc.contributor.authorNovira Tsania, AFITA
dc.date.accessioned2020-04-04T04:17:03Z
dc.date.available2020-04-04T04:17:03Z
dc.date.issued2020-01-23
dc.identifier.nim162010101055
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/97751
dc.description.abstractGangguan pendengaran pada masa bayi dapat menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional sehingga dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. American Speech-Language-Hearing Association pada 2015 menyatakan gangguan pendengaran pada bayi dapat menyebabkan bayi tersebut mengalami speech and language delay seiring bertambahnya usia sehingga tidak mampu berkomunikasi dengan baik. The Joint Committee of Infants Hearing (JCIH) tahun 2007 menyatakan asfiksia neonatorum sebagai salah satu faktor risiko gangguan pendengaran pada neonatus. Hipoksia pada bayi dengan kondisi asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada outer hair cell (OHC) dan edema stria vaskularis sehingga mengganggu fungsi koklea. Kerusakan outer hair cell dapat dinilai dengan pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE) dan direkomendasikan dilakukan pada seluruh neonatus dengan atau tanpa faktor risiko. JCIH merekomendasikan screening pendengaran neonatus harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan kejadian asfiksia neonatorum dengan gangguan fungsi koklea pada neonatus menggunakan pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE). Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional yang dilakukan di RSD dr. Soebandi Jember dan RSU Kaliwates Jember. Sampel penelitian adalah neonatus di Ruang Perinatologi RSD dr. Soebandi Jember dan RSU Kaliwates Jember yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan metode consecutive sampling. Penelitian dilakukan pada 29 November 2019 hingga 8 Januari 2020. Analisis data yang digunakan adalah Chi-square dengan interval kepercayaan 95%. Penelitian ini diikuti oleh 16 neonatus sebagai sampel penelitian dengan rincian 8 neonatus tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum dan 8 neonatus lainnya memiliki riwayat asfiksia neonatorum derajat sedang (skor Apgar 4-7). Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 5 (62,5%) neonatus dengan riwayat asfiksia neonatorum tidak memiliki gangguan fungsi koklea, sedangkan 6 (75%) neonatus tanpa riwayat asfiksia neonatorum memiliki gangguan fungsi koklea. Hasil analisis menggunakan uji Chi-square menunjukkan kejadian asfiksia neonatorum derajat sedang tidak berhubungan dengan gangguan fungsi koklea pada neonatus. Hasil analisis faktor lain yaitu jenis kelamin (p=0,280) dan jenis persalinan (p=0,288) juga menunjukkan tidak terdapat hubungan dengan gangguan fungsi koklea, namun hasil berbeda ditunjukkan pada hasil analisis Berat Badan Lahir (BBL) yang menunjukkan terdapat hubungan dengan gangguan fungsi koklea (p=0,049). Kejadian asfiksia derajat sedang tidak berhubungan dengan gangguan fungsi koklea disebabkan oleh tingkat kerusakan OHC sangat dipengaruhi lama dan derajat asfiksia dimana selama periode penelitian tidak ditemukan neonatus dengan riwayat asfiksia derajat berat. Hubungan yang signifikan antara BBL neonatus dengan gangguan fungsi koklea sesuai dengan fakta bahwa neonatus dengan BBLR cenderung mengalami asfiksia neonatorum karena kurangnya oksigenasi sel, retensi karbon dioksida berlebih, dan asidosis metabolik.en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Kedokteran Universitas Jemberen_US
dc.subjectAsfiksia Neonatorumen_US
dc.subjectGangguan Fungsi Kokleaen_US
dc.subjectNeonatusen_US
dc.titleHubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Gangguan Fungsi Koklea pada Neonatus di Kabupaten Jemberen_US
dc.typeOtheren_US
dc.identifier.prodiKEDOKTERAN
dc.identifier.kodeprodi2010101


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record