REVITALISASI DAN DESIMINASI KEARIFAN LOKAL MADURA: Sebagai Resolusi dan Antisipasi Konflik Etnik Madura di Perantauan Dalam Perspektif Budaya
Abstract
PENGUATAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN DAN BUDI PEKERTI BANGSA MELALUI PEMAHAMAN DAN DESIMINASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MADURA (KLM): Upaya Mempersiapkan Masyarakat Madura Pasca dibukanya Jembatan Suramadu; oleh: Akhmad Haryono dan Akhmad Sofyan
Era teknologi, globalisasi, dan informasi semakin membuka sekat-sekat antara etnik yang satu dengan lainnya. Hal ini terbukti dengan diresmikannya jembatan Suramadu pada tahun 2009 sebagai pertanda dibukanya ruang kebebasan akulturasi budaya antaretnik dan antarbangsa khususnya masyarakat Madura dengan etnik dan bangsa yang lain melalui kontak perekonomian, pendidikan, dan pariwisata.
Dalam rangka menyongsong kondisi tersebut sebagai tuan rumah seharusnya masyarakat Madura telah mempersiapkan diri sebagai bangsa yang tetap memegang teguh nilai-nilai budaya dan relegi, mampu berintegrasi dengan etnik dan bangsa yang lain, serta mampu mengembalikan jati diri dan identitasnya sebagai bangsa yang berbudi pekerti luhur dan penuh kedamaian. Sebagaimana pendapat Kusumah (2003), etnik Madura identik dengan hormat, sopan, dan memiliki nilai-nilai religius yang sangat tinggi.
Tujuan umum penelitian ini menghasilkan Model ”Kearifan Lokal dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia”, agar terjadi penguatan nilai-nilai kebangsaan dan budi pekerti bangsa, sehingga rekomendasi penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh pemangku kebijakan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai integritas, dan identitas nasional etnik Madura dalam upaya mempersiapkan masyarakat Madura pasca dibukanya jembatan Suramadu.
Penelitian pada tahun I (pertama) direncanakan menghasilkan deskripsi tentang identifikasi nilai-nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan penguatan nilai-niali integritas dan identitas nasional, sehingga terjadi penguatan nilai-nilai kebangsaan dan budi pekerti bagi etnik Madura. Sedangkan pada tahun II (kedua) dicanangkan menghasilkan deskripsi tentang model-model komunikasi yang dapat menanamkan nilai kearifan lokal kepada etnik Madura dan juga model-model komunikasi yang dapat dijadikan acuan etnik Madura agar menimbulkan daya tarik bagi etnik lain. Sehingga dapat merubah citra dan streotipe etnik Madura di mata etnik lain.
Adapun metode pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah pendekatan kualitatif yang juga akan ditunjang dengan data-data kuantitatif. Data kualitatif akan diperoleh dari hasil observasi partisipatif dan wawancara, sedangkan data kuantitatif akan digali melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden. Data yang berhasil digali dan dikumpulkan, kemudian diklasifikasi dan selanjutnya diadakan interpretasi dalam wujud analisis deskriptif-kualitatif.
Penelitian ini menghasilkan temuan sebagai berikut. Pemahaman terhadap nilai-nilai KLM sangat berperan dalam menjaga hubungan yang harmonis dalam berkomunikasi dan berinteraksi serta dapat dijadikan sebagai rujukan dalam hidup berdampingan baik dalam lingkungan EM sendiri maupun hidup bersama-sama di lingkungan etnik lain pasca dibukanya jembatan Suramadu. Berdasarkan jenisnya, KLM terdiri atas: (1) bittowa, (2) Bâburughân Beccè’, (3) karya sastra, (4) penggunaan bahasa, (5) gaya bahasa. Dalam BM terdapat tingkat tutur yang penggunaannya dihubungkan secara langsung dengan adat dan kesopanan yang merupakan norma sosial yang harus dipatuhi.
Bittowa merupakan bentuk penyampaian nasihat secara tersamar dan berisi ancaman berupa bencana apabila tidak mengindahkannya; dimaksudkan agar yang dinasihati tidak membantah dan melaksanakannya dengan penuh keyakinan dan digunakan sebagai pegangan bertingkah laku dalam masyarakat.
Bâburughân Beccè’ (Nasihat yang baik) merupakan kumpulan nasihat yang harus dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku dalam masyarakat untuk memperoleh kebaikan dan kebahagiaan serta keselamatan dalam hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Sastra Madura klasik antara lain: si’ir, pantun, sendèlan, paparèghân, saloka, gurindam, kèjhung, dan lalongèt. Sastra Madura modern antara lain: drama, puisi, soneta, gurindam. KLM yang berupa upacara dapat berupa: upacara kehamilan 7 bulan (pèlèt kandung), kelahiran, dsb.
Orang yang tidak dapat menggunakan tingkat tutur secara tepat akan dikatakan ta’ tao abhâsa ‘tidak bisa berbahasa’, sedangkan orang yang dapat menggunakan tingkat tutur dengan tepat akan dikatakan pènter abhâsa ‘pandai berbahasa’ atau andhâp asor ‘santun’. Hal yang harus dihindari dalam penggunaan BM adalah mapas dan bhâsa kasar; karena membuat orang lain sakit hati dan merasa terhina sehingga dapat memicu terjadinya konflik.
Dalam mengemukakan sesuatu yang bersifat emosional, sensual, serta jorok, atau kritikan orang Madura sering menggunakan gaya komunikasi tidak langsung atau menggunakan kata-kata yang bermakna triadik atau prismatis; yakni menggunakan bângsalan dan paparèghân. Bângsalan dan paparèghân digunakan agar orang yang dituju tidak tersinggung perasaannya, meskipun tuturan tersebut bertujuan untuk mengkritik atau menyindir, melarang, memerintah, mengolok-olok atau mencaci maki, dan merendahkan, tetapi disampaikan secara jenaka.
Nilai-nilai yang terkandung dalam KLM antara lain: (1) berkaitan dengan harga diri, yakni membela kebenaran hanya ada dua pilihan ”berbuatlah baik bila ingin hidup mulia dan bila sudah mengikhlaskan untuk mati maka matilah syahid, sehingga hidup di dunia ini tidak sia-sia”; (2) berkaitan dengan kepatuhan dan rasa hormat yang tercermin dalam ungkapan Bhuppa’ Bhâbhu’, Ghuru, Rato; bahwa orang madura harus hormat dan taat terhadap orang tua, guru, dan pemerintah, (3) berkaitan dengan rasa atau budaya malu yang tercermin dalam ungkapan ètèmbhâng potè mata ango’an potèa tolang, (4) berkaitan dengan agama (Islam), Islam menjadi salah satu identitas budaya Madura; sehingga orang yang yang tidak beragama Islam tidak akan diakui sebagai orang madura; dan (5) berkaitan dengan musyawarah dan mufakat; dalam mengambil keputusan selalu didahului dengan musyawarah.
Nilai-nilai budaya dalam KLM tersebut digunakan untuk mengajarkan pendidikan agama; menanamkan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya; memberikan pendidikan budi pekerti, kesopanan, dan tata susila; memberikan nasihat yang bermanfaat untuk hidup dan kehidupan manusia; mengasihi atau mau mengalah kepada orang yang sudah lanjut usia; dan sebagai upaya untuk mendapatkan keselamatan diri dan keluarga.
Tokoh masyarakat, budayawan, dan tokoh agama EM memiliki persepsi yang sama terhadap KLM, bahwa KLM sebagian besar berasal dari syariat Islam yang bersumber pada Al Quran, Al-hadits, Ijama’ (pendapat para sahabat Nabi) dan pendapat para ulama’―sehingga tidak ragu-ragu lagi untuk dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam menerima bangsa dan etnik lain dalam hidup berbangsa dan bernegara. Namun demikian yang sering dijadikan alasan terhadap akibat pelanggaran yang dilakukan seseorang terhadap KLM tersebut bukan agama, tapi hal-hal yang dianggap dapat memberikan hukuman di dunia.
Tokoh agama, tokoh masyarakat, dan budayawan EM mempunyai persepsi yang sama terhadap KLM yang tidak dapat dipedomani, bahwa semua KLM yang tidak dapat dipedomani dilihat dari makna yang tersirat (implikatur), nilai, dan fungsinya bertentangan dengan syari’at Islam yang bersumber pada Al-Quran, Hadits Rasul, dan Ijma’ (pendapat para sahabat dan pendapat para ulama’). Karena itu KLM tersebut bertentangan dengan norma-norma dan keyakinan agama yang dianut orang Madura. Namun lahirnya KLM tersebut ada alasan tertentu yang melatar belakangi tercetusnya KLM tersebut sesuai dengan konteksnya.
Kata Kunci: komunikasi, sikap, sopan santun, hormat, dan perasaan