Show simple item record

dc.contributor.advisorAgustian Rosyidi, Viddy S.Farm., M.Sc., Apt
dc.contributor.advisorOktora Ruma Kumala Sari, Lusia S.F., M.Sc., Apt
dc.contributor.authorDWI NOVITA, Ulfia
dc.date.accessioned2019-09-05T07:28:51Z
dc.date.available2019-09-05T07:28:51Z
dc.date.issued2019-09-05
dc.identifier.nimNIM152210101065
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/92623
dc.description.abstractHipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Smeltzer dan Brenda, 2001). Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit kardiovaskuler seperti gagal jantung, gagal ginjal, dan stroke yang saat ini menjadi penyebab kematian nomer satu di dunia. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia yang diukur pada penduduk dengan usia ≥18 tahun adalah sebanyak 34,1% (Kemenkes RI, 2018). Pedoman JNC 8 merekomendasikan sasaran terapi hipertensi adalah tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg (Dennison-himmelfarb dkk., 2014). Diltiazem HCl adalah golongan benzoatiazepin penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker) yang digunakan dalam pengobatan angina pektoris, aritmia, dan hipertensi. Diltiazem HCl hampir sepenuhnya diserap di saluran pencernaan setelah dosis oral, tetapi mengalami first pass metabolism di hati. Diltiazem HCl memiliki waktu paruh yang pendek yakni 3-5 jam dan bioavailabilitas diltiazem pada pemberian oral sekitar 40% dengan konsentrasi plasma puncak terjadi sekitar 3 hingga 4 jam. Sekitar 80% diltiazem HCl terikat pada protein plasma (Sweetman, 2009). Untuk mengatasinya digunakan rute alternatif yaitu penghantaran obat melalui buccal. Kelebihan rute buccal yaitu dapat untuk penghantaran secara sistemik karena jaringannya tervaskularisasi baik dan mukosanya relatif permeabel, sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas obat karena obat tidak terdegradasi dalam saluran cerna dan mengalami first pass metabolism. Absorpsi yang optimal juga diperlukan agar jumlah zat aktif yang masuk ke sirkulasi sistemik berada pada dosis terapi. Hal ini dapat dicapai bila sediaan obat memiliki waktu kontak yang baik dengan mukosa buccal, yaitu dengan menformulasikan obat menjadi bentuk sediaan yang bersifat mucoadhesive. Film yang melepaskan obat ke mukosa buccal dapat menghindari first pass metabolism karena absorpsinya melalui sistem vena yang mengalir dari pipi (Morales dan McConville, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas sediaan film yaitu swelling index, kekuatan mucoadhesive, dan waktu tinggal mucoadhesive. Sediaan film memerlukan polimer yang bersifat mucoadhesive dan memiliki sifat mekanik yang baik (kuat dan lentur) untuk menghasilkan film buccal mucoadhesive yang baik. PVP dipilih karena dapat meningkatkan swelling index pada film karena kelarutannya yang baik (Deshmane dkk., 2009). Kitosan memiliki sifat mucoadhesive yang baik dan pembentukan kekuatan ikatan yang baik dengan musin (Deshmane dkk., 2009). Kombinasi kitosan dan PVP menunjukkan karakteristik mucoadhesive dan pembengkakan yang baik (Patel dan Poddar, 2009)en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries152210101065;
dc.subjectHipertensien_US
dc.subjectDiltiazem HClen_US
dc.subjectAbsorpsien_US
dc.subjectOptimasi Polivinil Pirolidonen_US
dc.subjectKitosanen_US
dc.titleOptimasi Polivinil Pirolidon dan Kitosan dalam Sediaan Mucoadhesive Buccal Film Diltiazem HClen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record