dc.description.abstract | Hipertensi merupakan penyakit dengan keadaan tekanan darah sistolik
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Penyakit ini tidak dapat
disembuhkan melainkan hanya dapat dikendalikan atau dikontrol melalui diet
garam dan mengonsumsi obat-obatan secara teratur untuk menghindari
komplikasi pada organ-organ lainya (James, 2013) .
Jumlah pasien hipertensi semakin meningkat baik di negara maju maupun
negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, hipertensi merupakan
penyebab kematian pasien nomer tiga (Kementrian Kesehatan RI, 2010), oleh
karena itu sangat penting untuk dilakukan pengembangan pengobatan untuk
penyakit hipertensi baik dari pengembangan formulasi ataupun bahan aktifnya.
Diltiazem HCl salah satu obat anti hipertensi golongan calcium channel
blocker. Diltiazem HCl memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 4 jam.
Pemberian diltiazem HCl per oral menyebabkan bioavailabilitas rendah (40%)
karena mengalami first pass metabolism di hepar (Sweetman, 2009).
Penggunaan rute buccal untuk mencapai sistemik memiliki keuntungan
dapat menghindari efek first pass metabolism jika dibandingkan dengan
penggunaan oral karena penghantaran melalui buccal langsung menuju sistem
vena yang terdapat pada pipi (Alagusundaram dkk., 2009). Sistem mucoadhesive
digunakan karena dapat memperpanjang waktu kontak sediaan pada tempat
penyerapan obat yaitu mukosa, serta dapat memperpanjang waktu pelepasan obat
atau sustained release dengan menggunakan kombinasi beberapa polimer
(Carvalho dkk., 2010).
Faktor yang mempengaruhi efektifitas sediaan film yaitu swelling index,
kekuatan mucoadhesive, dan durasi mucoadhesive. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi
oleh polimer yang digunakan. Buccal film memerlukan polimer yang bersifat
mucoadhesive dan memiliki sifat mekanik yang baik yaitu kuat dan lentur. Pada
penelitian ini digunakan kombinasi polimer CMC-Na dan PVP dalam sediaan
buccal film mucoadhesive diltiazem HCl. Pemilihan penggunaan polimer tersebut
menghasilkan swelling index yang baik dan juga memberikan kekuatan
mucoadhesive yang tinggi (Perioli dkk., 2004). Kemudian dilakukan evaluasi
yang meliputi organoleptis, keseragaman bobot film, keseragaman ketebalan film,
ketahanan lipat, pH permukaan, penentuan recovery diltiazem HCl dalam sediaan,
uji swelling index, kekuatan mucoadhesive, dan durasi mucoadhesive sediaan
secara in vitro.
Hasil pengujian swelling index menunjukkan nilai FAB>FA>FB>F1
dengan nilai swelling index berturut-turut yaitu 7,867; 7,577; 6,909; dan 6,865.
Hasil kekuatan mucoadhesive menunjukkan nilai kekuatan FAB>FA>FB>F1
dengan nilai kekuatan mucoadhesive berturut-turut yaitu 66,873 gram; 48,000
gram; 41,100 gram; dan 27,660 gram. Hasil dari pengujian durasi mucoadhesive
in vitro didapatkan hasil yaitu FAB>FA>FB>F1 dengan nilai waktu berturut-turut
yaitu 339,333 menit; 314,333 menit; 251,667 menit; dan 211,333 menit. Hasil dari
pengujian swelling index, kekuatan mucoadhesive, dan durasi mucoadhesive in
vitro ini kemudian dianalisis dengan menggunakan software design expert versi
10. Hasil yang ditunjukkan dari analisis menggunakan software design expert ini
yaitu terdapat 6 solusi dengan formula terpilih FAB sebagai formula optimum.
Formula optimum FAB ini kemudian diuji Verifikasi dan Karakterisasi. Hasil uji
Verifikasi didapatkan hasil tidak berbeda bermakna antara hasil percobaan dengan
prediksi dari software design expert yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi
>0,05. Hasil uji FTIR menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara polimer dan
bahan aktif dalam sediaan buccal film diltiazem HCl. Hasil uji pelepasan
menunjukkan bahwa film diltiazem HCl telah terlepas dari sediaan sekitar
99,022% setelah waktu ke 360 menit mengikuti pelepasan tipe Higuchi
(Siepmann,2001). | en_US |