dc.description.abstract | Skizofrenia merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan beban
kesehatan, sosial, dan keuangan yang signifikan dan berlangsung lama, tidak hanya
untuk pasien itu sendiri tetapi juga untuk keluarga, pengasuh lainnya, dan
masyarakat yang lebih luas. Skizofrenia juga merupakan gangguan psikologis yang
serius tidak hanya memengaruhi kehidupan mereka tetapi juga keluarganya. Karena
skizofrenia cenderung menjadi kronis terjadi penurunan fungsional yang
menyebabkan hilangnya fungsi sosial, mengubah pola komunikasi dalam keluarga,
mengarah pada kesulitan kerja, dan menempatkan beban dalam keluarga (Talwa &
Matheiken, 2010). Pelaku rawat harus menangani gejala pasien, dan membantu
pasien dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Pelaku rawat dihadapi beberapa stres
termasuk keuangan, struktur keluarga, tuntutan kesehatan fisik dan beberapa hal
lainnya. Memberi perawatan dapat membuat stres. Pelaku rawat pasien skizofrenia
dan gangguan lainnya mengalami tingkat beban yang tinggi (Talwa & Matheiken,
2010). Penelitian Marimbe et al. (2016) menyatakan bahwa akibat dari beban yang
dialami oleh pelaku rawat, 68% pelaku rawat mengalami gangguan mental secara
umum. Salah satu masalah yang sering terjadi pada pelaku rawat pasien skizofrenia
adalah depresi dan kecemasan. Durasi perawatan pasien skizofrenia berpengaruh
terhadap prevalensi timbulnya gejala depresi dan cemas pada pelaku rawat. Talwa
dan Matheiken (2010) yang meneliti 50 pasien skizofrenia beserta pelaku rawatnya mendapatkan 66% responden dengan depresi dan cemas pada lama perawatan
17 tahun dan 40% dengan depresi dan cemas pada lama perawatan 9 tahun.
Penelitian ini merupakan penelitian deskripti analitik observasional dengan
desain penelitian cross sectional (potong lintang). Penelitian dilaksanakan di
Poliklinik Psikiatri RS PTPN XI Djatiroto, Lumajang. Populasi penelitian ini
adalah pelaku rawat pasien terdiagnosis skizofrenia yang menjalani pengobatan
rawat jalan di Poliklinik Psikiatri RS PTPN XI Djatiroto Lumajang dan
pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode accidental sampling
dengan jumlah sampel yaitu 30 orang. Kriteria inklusi sampel meliputi: (1) pelaku
rawat pasien skizofrenia rawat jalan ke Poliklinik Psikiatri RS PTPN XI Djatiroto
Lumajang, (2) pelaku rawat yang tinggal satu rumah dengan pasien skizofrenia (3)
pelaku rawat pasien skizofrenia rawat jalan yang berusia 18 sampai 65 tahun, (4)
pelaku rawat pasien yang bersedia menjadi responden, sedangan kriteria eksklusi
yang digunakan yaitu: (1) pelaku rawat yang tuli (gangguan pendengaran) dan bisu
(gangguan bicara), (2) pelaku rawat yang mengundurkan diri selama penelitian
berlangsung, (3) pelaku rawat yang memiliki riwayat depresi sebelumya. Beberapa
risiko mungkin akan dialami oleh subyek atau relawan meliputi: psikologis
(mental) dan sosial yang akan mempengaruhi prinsip etika penelitian justice
(keadilan) akibat intervensi selama penelitian. Dalam melindungi keselamatan dan
keamanan subyek penelitian, penilaian risiko secara kualitatif, misalnya rasa cemas
atau malu yang diperoleh dari wawancara dapat diantisipasi dengan penjelasan
sebelumnya sebagai pencegahan risiko psikologis. Merahasiakan data yang
diperoleh dari subyek juga harus dilakukan demi mencegah risiko sosial karena
apabila kerahasiaan tidak terlaksana akan ada banyak ancaman yang dialami subyek
seperti kehilangan pekerjaan atau diisolasi oleh masyarakat sekitarnya.
Peneliti menggunakan data primer yaitu tingkat depresi pelaku rawat yang
diperoleh dari wawancara kepada sampel menggunakan kuisioner Hamilton
Depression Rating Scale (HDRS). Analisis data menggunakan analisa data
univariat (deskriptif) dan bivariat menggunakan uji korelasi Spearman dengan nilai
signifikansi p<0,05. Software yang digunakan dalam pengolahan data adalah SPSS
Statistics. Hasil dari penelitian ini ditemukan adanya korelasi yang signifikan antara
lama merawat pasien skizofrenia dengan tingkat depresi pelaku rawat, dengan
kekuatan korelasi sedang (r = 0.4 - 0.6) dan arah korelasi positif artinya jika lama
merawat pasien skizofrenia semakin meningkat maka tingkat depresi akan semakin
naik pula. | en_US |