Show simple item record

dc.contributor.advisorLUSIA, Oktora
dc.contributor.advisorVIDDY, Agustian
dc.contributor.authorTYA, Uswatun Hasanah
dc.date.accessioned2018-12-02T04:57:29Z
dc.date.available2018-12-02T04:57:29Z
dc.date.issued2018-12-02
dc.identifier.nimNIM142210101046
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/88759
dc.description.abstractAsma merupakan gangguan inflamasi kronik yang terjadi pada saluran pernafasan dimana banyak sel yang berperan seperti sel mast, eosinofil, limfosit-T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel (Kelly & Christine, 2008). Kementrian Kesehatan RI menyatakan bahwa prevalensi asma di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 4,5% dan provinsi yang memiliki prevalensi tertinggi yaitu Sulawesi Tengah sebesar 7,8% (Kemenkes RI, 2015). Salah satu terapi farmakologi yang digunakan dalam serangan asma yaitu golongan short acting beta agonist (SABA) seperti salbutamol sulfat (SS). SS jarang digunakan secara per-oral dan biasanya digunakan secara inhalasi. Penggunaan secara per-oral memiliki kelemahan yaitu obat akan mengalami first pass metabolism di hati dan juga degradasi usus besar sehingga menyebabkan bioavailabilitas obat hanya 50% (Vasantha et al., 2011). Penggunaan secara inhalasi juga memiliki kekurangan salah satunya diperlukan cara penggunaan yang khusus dan sebagian besar pasien tidak dapat menggunakan inhaler dengan benar, sehingga memungkinkan untuk terjadinya kesalahan penggunaan inhaler pada pasien (NACA, 2008). Masalah tersebuta dapat diatasi dengan pemberian salbutamol sulfat melalui rute lain yaitu sistem penghantaran buccal. Buccal merupakan salah satu sistem penghantaran obat secara sistemik melalui mukosa buccal atau lapisan pipi. Kelebihan dari rute buccal yaitu dapat meningkatkan bioavailabilitas obat karena obat tidak terdegradasi dalam saluran cerna, tidak mengalami first pass metabolism, onset obat cepat, dapat digunakan untuk obat dengan waktu paruh dan rentang terapi yang pendek, dan dapat mengurangi frekuensi pemberian obat. Sediaan buccal mucoadhesive memiliki beberapa bentuk seperti tablet, patch, gel, salep, dan film. Buccal film lebih disukai daripada bentuk buccal tablet karena faktor fleksibilitas dan kenyamanan dalam penggunaan. Bentuk film memiliki waktu tinggal yang relatif lebih lama dibandingkan bentuk gel yang lebih mudah hilang karena saliva (Semalty et al., 2008). Faktor yang mempengaruhi efektifitas sediaan film yaitu swelling index, kekuatan mucoadhesive, dan waktu tinggal sediaan. Ketiga faktor tersebut dipengaruhi oleh polimer yang digunakan. Buccal film memerlukan polimer yang bersifat mucoadhesive dan memiliki sifat mekanik yang baik (kuat dan lentur). Pada penelitian ini digunakan kombinasi polimer HPMC dan PVP dalam sediaan buccal film salbutamol sulfat. Pemilihan penggunaan polimer tersebut menghasilkan swelling index yang baik dan juga memberikan kekuatan mucoadhesive yang tinggi (Patel et al., 2015). Kemudian dilakukan evaluasi yang meliputi organoleptis, keseragaman bobot, keseragaman ketebalan film, ketahanan lipat, pH permukaan, penentuan recovery salbutamol sulfat dalam sediaan, uji swelling index, kekuatan mucoadhesive, dan waktu tinggal sediaan secara in vitro. Hasil pengujian swelling index menunjukkan nilai FAB>FB>F1>FA dengan nilai swelling index berturut-turut yaitu 3,798; 3,699; 2,966; dan 2,829. Hasil kekuatan mucoadhesive menunjukkan nilai kekuatan FAB>FB>F1>FA dengan nilai kekuatan mucoadhesive berturut-turut yaitu 29,366 gram; 24,5 gram; 13,566 gram; dan 12,466 gram. Hasil dari pengujian waktu tinggal in vitro didapatkan hasil yaitu FA>FAB>FB>F1 dengan nilai waktu berturut-turut yaitu 302 menit; 285,666 menit; 232,666 menit; dan 186,333 menit. Hasil dari pengujian swelling index, kekuatan mucoadhesive, dan waktu tinggal in vitro ini kemudian dianalisis dengan menggunakan software design expert versi 10. Hasil yang ditunjukkan dari analisis menggunakan software design expert ini yaitu terdapat 6 solusi dengan formula terpilih FAB sebagai formula optimum. Formula optimum FAB ini kemudian diuji FTIR dan diuji pelepasan. Hasil uji FTIR menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara polimer dan bahan aktif dalam sediaan buccal film salbutamol sulfat. Hasil uji pelepasan menunjukkan bahwa film salbutamol sulfat telah terlepas dari sediaan sekitar 89,126% setelah waktu ke 300 menit.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries142210101046;
dc.subjectAsmaen_US
dc.subjectInflamasi kroniken_US
dc.subjectsel mast,en_US
dc.subjecteosinofilen_US
dc.subjectlimfosit-Ten_US
dc.subjectmakrofagen_US
dc.subjectneutrofilen_US
dc.subjectsel epitelen_US
dc.titleOptimasi Hidroksipropil Metilselulosa Dan Polivinil Pirolidon Dalam Sediaan Buccal Film Salbutamol Sulfaten_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record