dc.description.abstract | Kabupaten Jember memang sudah dirancang sebagai daerah perkebunan
sejak tahun 1850 masehi. Tembakau yang dihasilkan di Kabupaten Jember yaitu
daun tembakau Besuki yang sangat terkenal serta diminati mancanegara dan
dipakai sebagai pembalut, pengikat atau pembungkus, bahkan pengisi cerutu.
Namun terdapat beberapa hambatan yang dialami oleh petani tembakau di
Kabupaten Jember. Salah satunya yaitu cuaca hujan yang tinggi karena
dibutuhkan matahari pada proses pengeringan tembakau yang telah dipanen.
Akibat curah hujan yang tinggi petani tidak dapat menjemur tembakau hasil
panennya. Jika tembakau yang sudah dipanen tidak dapat dijemur, lama-lama
tembakau akan menjadi rusak dan berjamur. Sehingga dibutuhkan alat untuk
mengeringkan tembakau yang sudah panen. Sebagian petani sudah menggunkan
alat pengering tembakau untuk mengatasi curah hujan yang tinggi. Namun alat
pengering tembakau yang digunakan masih manual dalam mengetahui tembakau
sudah kering atau belum. Petani melihat perubahan warna dari tembakau untuk
mengetahui kekeringan tembakau.
Pada penelitian ini sebuah alat pengering dibuat secara otomatis untuk
membantu petani mengeringkan tembakau walau pada saat cuaca hujan. Kamera
dan sensor suhu digunakan sebagai penganti dari mata petani. Sensor suhu
digunakan untuk memantau temperatur yang ada di dalam mesin pengering, dan
kamera akan mendetesi perubahan warna dari tembakau dalam pengeringan.
Perubahan warna tembakau inilah yang digunakan sebagai acuan untuk
mengetahui tembakau sudah kering atau belum. Metode pengambilan data yang
digunakan untuk mendeteksi perubahan warna menggunakan metode pengolahan
citra. Perubahan citra atau gambar dari tembakau yang diambil kamera digunakan
sebagai data masukan. Data masukan yang diterima kemudian diolah
menggunakan logika Fuzzy mamdani. Tembakau yang kering akan memiliki
warna coklat. Warna coklat inilah yang digunakan sebagai acuan untuk
menandakan tembakau sudah kering atau belum. Proses pengolahan citra
dilakukan menggunakan komputer. Ketika warna tembakau dalam waktu
pengeringan sudah sesuai, maka komputer akan mematikan mesin pengering
tembakau.
Hasil pengujian pada alat pengering tembakau otomatis dengan
menggunakan metode fuzzy logic yaitu kenaikan jumlah pixel daun tembakau
yang dikeringkan dapat mencapai jumlah pixel putih sebanyak 20.000 pixel dalam
jangka waktu pengamatan 40 jam, sedangkan pada saat perbandingan warna daun
tembakau hasil pengeringan memiliki perbedaan terhadap warna daun tembakau
sampel dengan nilai error persen terbesar senilai 3,06%. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan warna coklat matang setiap daun tidak sama sehingga terdapat
perbedaan pada komposisi nilai RGB warna coklat pada setiap daunnya.
Kemudian pada perubahan nilai suhu selama pengamatan dalam jangka waktu 40
jam mengalami kenaikan walaupun mengalami fluktuasi pada setiap waktu
pengamatannya. Dimulai dari suhu 38oC pada saat kondisi daun dalam kondisi
basah, kemudian mencapai suhu 39oC hingga suhu 42oC kondisi daun menjadi
sedang, dan pada saat mencapai suhu 43oC kondisi daun tembakau terindikasi
kering. Sedangkan perubahan nilai kelembaban cenderung stabil pada nilai ±40%
RH hingga ±45% RH. Lalu pada hasil defuzifikasi berupa kadar air pada daun
tembakau yang didapat selama pengeringan mengalami penurunan yang
signifikan seiring dengan peningkatan jumlah pixel putih dan nilai suhu yang
terukur. Diawali dengan nilai kadar air sebesar ±61% pada saat daun kondisi
basah, lalu kadar air menurun hingga mencapai ±45% pada saat daun kondisi
sedang, kemudian kadar air turun sampai sebesar ±39% pada saat daun kondisi
kering. Setelah dilakukan pembandingan antara metode pengeringan tradisional
dengan pengeringan dengan menggunakan alat pengering berdasarkan lama waktu
pengeringan daun tembakau dengan kondisi lembar daun sudah berwarna kuning,
maka didapatkan nilai efisiensi sebesar 77,78% dengan perbandingan waktu
pengeringan secara tradisional memakan waktu selama 9 hari, sedangkan waktu
pengeringan dengan menggunakan alat pengering memakan waktu selama 2 hari. | en_US |