Show simple item record

dc.contributor.advisorHALIK, Gusfan
dc.contributor.advisorYURNANI, Wiwik
dc.contributor.authorWAHYUDI, Imam
dc.date.accessioned2018-07-30T03:57:40Z
dc.date.available2018-07-30T03:57:40Z
dc.date.issued2018-07-30
dc.identifier.nim141910301025
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/86689
dc.description.abstractPenggundulan hutan sebagai salah satu usaha manusia untuk menambah areal persawahan dan pemukiman pada awalnya akan menghilangkan peneduh serta akumulasi sisa-sisa tanaman, sedangkan pengelolaan/pemanfaatan tanah yang berlebihan terutama pada tanah yang berlereng akan mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik, meningkatkan aliran permukaan, menurunnya daya infiltrasi tanah yang kesemuanya menjadi penyebab erosi dan menurunkan produktifitas tanah. Perubahan semacam ini membawa dampak negatif terhadap lingkungan terutama terlihat jelas pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyebabkan terjadinya lahan kritis. Lahan Kritis adalah lahan yang fungsinya kurang baik sebagai media produksi untuk menumbuhkan tanaman yang dibudidayakan atau tidak dibudidayakan. Lahan kritis dapat terjadi apabila lahan hutan di eksplorasi secara berlebihan yang akhirnya menimbulkan perubahan struktur tata guna lahan. Informasi mengenai jumlah dan distribusi lahan kritis yang akurat dan informatif mempunyai arti yang sangat penting. Identifikasi kekritisan lahan dilakukan sesuai Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis, Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial nomor: P. 4/V-SET/2013, yaitu menggunakan metode skoring. Metode tersebut mengidentifikasi kriteria himpunan tiap parameter lahan kritis ke dalam skor dan bernilai kualitatif. Setiap parameter dan kriteria hasil pengelolaan menjadi faktor pendukung dalam penentuan tingkat kekritisan lahan. Parameter tersebut meliputi tutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, produktivitas dan manajemen. Besarnya erosi dihitung menggunakan rumus MUSLE. Rumus tersebut dipengaruhi oeh faktor erosivitas (R), erodibilitas (K), panjang dan kemiringan lereng (LS), indeks pengelolaan tanaman (C), dan indeks konservasi tanah (P). Hasil overlay menunjukkan bahwa pada tahun 2001 tingkat kekritisan lahan DAS Bedadung dengan kelas kritis mencapai 5.352,11 ha dan kelas sangat kritis mencapai 1.129,23 ha, untuk tahun 2008 tingkat kekritisan lahan DAS Bedadung dengan kelas kritis mencapai 3.883,30 ha dan kelas sangat kritis mencapai 601,11 ha, sedangkan untuk tahun 2017 tingkat kekritisan lahan DAS Bedadung dengan kelas kritis mencapai 36.130,98 ha dan kelas sangat kritis mencapai 5.365,92 ha. Parameter yang paling mempengaruhi kekritisan lahan tersebut adalah faktor manajemen, produktivitas dan tutupan lahan, sehingga upaya perbaikan lahan harus lebih difokuskan pada ketiga faktor tersebut. Lahan yang terindentifikasi sebagai lahan kritis harus diperhatikan dan ditingkatkan kualitasnya sehingga potensi bencana yang dapat terjadi dapat diminimalisasi. Upaya Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) dapat dilakukan melalui metode vegetatif dan metode Teknik Sipil. Sehingga apabila metode vegetatif seperti penanaman pohon dirasa kurang efektif dalam mengatasi permasalahan yang ada maka dapat digunakan metode Teknik Sipi. Metode ini dilakukan dengan pembuatan bangunan/ konstruksi seperti DAM Penahan, teras (sengkedan) dan saluran pembuangan air yang bertujuan untuk mengurangi laju aliran permukaan, mencegah erosi, dan mengendalikan sedimen.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectLAHAN KRITISen_US
dc.subjectDAS BEDADUNGen_US
dc.subjectARC AGSen_US
dc.subjectJEMBERen_US
dc.titleEvaluasi Lahan Kritis di DAS Bedadung Kabupaten Jember Menggunakan Arc GISen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record