Show simple item record

dc.contributor.advisorWAHYUDI, Septa Surya
dc.contributor.advisorSUTREJO, Ika Rahmawati
dc.contributor.authorWIDJAJANA, Desy Pratiwi
dc.date.accessioned2018-03-31T02:52:32Z
dc.date.available2018-03-31T02:52:32Z
dc.date.issued2018-03-31
dc.identifier.nimNIM142010101015
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/85037
dc.description.abstractHipospadia adalah kelainan kongenital pada laki-laki yang berupa muara uretra terletak di ventral penis (Schwartz, 2008). Hipospadia pada laki-laki dihubungkan dengan tiga kelainan dari penis, yaitu meatus orifisium eksterna dapat terletak dimana saja antara glans hingga perineum, deviasi ventral penis (chrodee), dan tudung prepusium bagian dorsal (dorsal hood) berhubungan dengan kurangnya prepusium bagian ventral. Hipospadia merupakan kelainan yang mengganggu dalam fungsi urinasi, ereksi atau seksual, dan secara estetika tidak seperti bentuk anatomis yang normal (Borer et al. dalam Wein et al., 2007). Komplikasi tersering setelah operasi hipospadia adalah fistula uretrokutaneus (Yildiz et al., 2013). Fistula uretrokutaneus dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti tipe hipospadia, usia operasi dan teknik operasi hipospadia. Tipe hipospadia yang paling sering mengalami fistula uretrokutaneus pasca operasi uretroplasti adalah hipospadia tipe posterior (Chung et al., 2012). Hal tersebut dapat dikarenakan tingginya tekanan neouretra yang diakibatkan oeh panjangnya neouretra. Tingginya tekanan neouretra mengakibatkan bocornya urin dari tepi jahitan. Angka komplikasi menjadi lebih rendah dengan melakukan teknik operasi yang lebih baik. Teknik operasi mempengaruhi terjadinya komplikasi fistula uretrokutaneus (Chung et al., 2012). Usia yang direkomendasikan oleh European Association of Urology (2011) adalah 6-18 bulan. Yildiz et al. (2013) menyatakan angka kejadian fistula meningkat pada usia operasi lebih dari sepuluh tahun. Anak-anak dengan usia lebih muda memiliki kemampuan penyembuhan luka lebih baik dan cepat dibandingkan dengan usia lebih tua. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan tingginya komplikasi fistula. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian didapatkan dengan teknik total sampling, sebesar 21 kasus hipospadia pasca operasi. Sampel diambil dari poli urologi Rumah Sakit Bina Sehat Jember, Rumah Sakit Paru Jember, dan Rumah Sakit Bhayangkara Bondowoso. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan bivariat. Anlisis univariat terdiri dari tipe hipospadia, usia operasi hipospadia, teknik operasi hipospadia, dan keadaan pasca operasi hipospadia. Analisis bivariat menggunakan uji korelasi kontingensi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dan kekuatan hubungan antara tipe hipospadia, usia, dan teknik operasi terhadap komplikasi fistula uretrokutaneus. Hasil penelitian ini didapatkan 21 kasus hipospadia pasca operasi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 7 kasus (33,3%) mengalami komplikasi fistula uretrokutaneus. Hasil penelitian ini berdasarkan tipe hipospadia pasca chordectomy didapatkan 11 kasus hipospadia prkosimal dan 10 kasus hipospadia distal. Pada analisis bivariat, didapatkan hubungan yang bermakna antara tipe hipospadia dengan komplikasi fistula uretrokutaneus dengan kekuatan hubungan sedang serta arah hubungan positif (nilai p = 0,04 dan nilai r = 0,43). Operasi hipospadia terbanyak dilakukan pada kelompok usia 6-10 tahun dengan jumlah 8 pasien (38,1%), sedangkan kelompok usia 11-16 tahun sejumlah 7 pasien (33,3%) dan kelompok usia 0-5 tahun sejumlah 6 pasien (28,6%). Rata-rata usia operasi pasien hipospadia adalah 8,3 ± 5,2 tahun. Pada analisis bivariat, didapatkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia operasi hipospadia dengan komplikasi fistula uretrokutaneus dengan kekuatan hubungan lemah (nilai p = 0,21 dan nilai r = 0,28). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan teknik Tubularized Incised Plate (TIP) lebih banyak digunakan dalam operasi hipospadia dengan jumlah 19 kasus (90,5%) dibandingkan teknik Onlay Island Flap sejumlah 2 kasus (9,5%). Pada kasus yang menggunakan teknik TIP pada operasi hipospadia sebanyak 36,8% yang mengalami komplikasi dibandingkan dengan kasus non komplikasi fistula uretokutaneus yang menggunakan TIP. Pada analisis bivariat, didapatkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara teknik operasi hipospadia dengan komplikasi fistula uretrokutaneus dengan kekuatan hubungan lemah (nilai p = 0,21 dan nilai r = 0,28). Kesimpulan pada penelitian ini adalah adanya hubungan antara tipe hipospadia dengan komplikasi fistula uretrokutaneus dan tidak ada hubungan antara usia dan teknik operasi hipospadia dengan dengan komplikasi fistula uretrokutaneusen_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries142010101015;
dc.subjectTIPE HIPOSPADIAen_US
dc.subjectUSIAen_US
dc.subjectTEKNIK OPERASIen_US
dc.subjectKOMPLIKASI FISTULA URETROKUTANEUSen_US
dc.subjectHIPOSPADIA ANAKen_US
dc.titleHUBUNGAN TIPE HIPOSPADIA, USIA, DAN TEKNIK OPERASI TERHADAP KOMPLIKASI FISTULA URETROKUTANEUS PADA KASUS HIPOSPADIA ANAKen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record