dc.description.abstract | Luka bakar merupakan masalah kesehatan global dengan estimasi perhitungan sebesar 265.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari 500.000 luka bakar luka terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Meskipun sebagian besar luka bakar ini ringan, kira-kira 40.000 sampai 60.000 pasien luka bakar memerlukan pertolongan di rumah sakit untuk perawatan yang tepat (Townsend et al., 2012). Prevalensi cedera di Indonesia adalah 8,2% dan 0,7% dari keseluruhan cedera disebabkan karena terbakar. Penyebab cedera karena terbakar ditemukan proporsi tertinggi di Papua (2%) dan terendah (tanpa kasus) di Kalimantan Timur (Trihono, 2013).
Luka bakar adalah cedera pada kulit dan jaringan sekitarnya akibat suhu, bahan kimia, listrik, atau radiasi. Menurut Clouatre et al. (2013) di daerah Ontario, Canada, sebesar 32,7% luka bakar disebabkan karena api, 27% karena listrik, dan 19,7% disebabkan oleh air mendidih. Luka bakar membutuhkan perawatan luka yang kompleks karena merupakan luka terbuka yang merusak epidermis dan jaringan-jaringan di bawahnya. Pada luka bakar dapat terjadi proses inflamasi, infeksi, dan pada keadaan yang parah, penguapan cairan tubuh diikuti dengan hilangnya panas dan energi tubuh (Rowan et al., 2015). Oleh karena itu pada luka bakar, dibutuhkan obat-obatan yang dapat mempercepat epitelisasi kulit, memiliki sifat antimikroba, mampu memodulasi inflamasi, dan mencegah penguapan cairan melalui kulit. | en_US |