Show simple item record

dc.contributor.advisorAMELIANA, Lidya
dc.contributor.advisorROSYIDI, Viddy Agustian
dc.contributor.authorAZZAHRA, Fatima
dc.date.accessioned2017-10-21T06:05:04Z
dc.date.available2017-10-21T06:05:04Z
dc.date.issued2017-10-21
dc.identifier.nimNIM132210101111
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/82421
dc.description.abstractGlibenklamid merupakan agen hipoglikemik oral yang memiliki kelarutan rendah dalam air (Betageri & Makarla, 1995). Glibenklamid adalah generasi kedua sulfonylurea yang digunakan untuk terapi diabetes mellitus (Davis, 1996). Glibenklamid dalam Biopharmaceutical Classification System (BCS) termasuk dalam kelas II, dengan permeabilitas yang baik namun memiliki kelarutan yang rendah (Bachhav & Patravale, 2009). Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan obat adalah menggunakan teknik dispersi padat. Metode dispersi padat telah digunakan secara luas untuk meningkatkan laju disolusi, kelarutan dan absorpsi obat oral yang sukar larut dalam air (Sultana & Saifuddin, 2016). Dispersi padat memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode peningkatan kelarutan obat secara kimia seperti pembentukan soluble prodrugs dan pembentukan garam, yakni mudah diproduksi dan dapat diaplikasiksan untuk berbagai macam obat (asam, basa dan netral). Mekanisme peningkatan kelarutan dispersi padat adalah ketika dispersi padat bertemu dengan media berair, pembawanya akan larut dan obat akan terlepas dalam bentuk partikel koloidal yang halus. Hal tersebut menyebabkan luas permukaan meningkat dan kecepatan disolusi diharapkan dapat meningkat pula (Serajuddin, 1999). Pada penelitian ini dibuat dispersi padat glibenklamid dengan metode peleburan dengan bahan aktif glibenklamid dan polimer yang digunakan PEG 4000. Metode peleburan memiliki keuntungan yakni sederhana, ekonomis, dan tidak membutuhkan pelarut. Bahan obat yang digunakan memiliki titik lebur hingga 174°C sehingga kemungkinan tidak terdegradasi akibat peleburan. PEG digunakan sebagai pembawa untuk dispersi padat karena memiliki titik leleh yang rendah, tingkat pembekuan yang cepat, kemampuan membentuk larutan padat obat, toksisitas rendah dan biaya rendah (Bley et al., 2010). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi PEG 4000 dan suhu peleburan dispersi padat yang optimal untuk menghasilkan dispersi padat viii glibenklamid dengan metode peleburan yang memiliki persen pelepasan yang tertinggi. Formula yang terbentuk akan dievaluasi dengan uji organoleptis, uji homogenitas, uji disolusi, dan karakterisasi dengan DSC dan FTIR. Data hasil uji disolusi dianalisis menggunakan desain faktorial menggunakan respon persen pelepasan kumulatif. Formula terpilih dengan hasil persen pelepasan kumulatif yang optimum kemudian dikarakterisasi dengan dilakukan uji FTIR dan DSC. Pengaruh konsentrasi PEG 4000 dan suhu peleburan serta interaksinya terhadap respon persen pelepasan kumulatif dapat diketahui dari nilai efek faktor. Konsentrasi PEG 4000 memberikan efek yang positif terhadap respon, sehingga semakin tinggi konsentrasi PEG 4000 yang digunakan maka akan meningkatkan respon persen pelepasan kumulatif. Suhu peleburan juga menunjukkan efek yang positif terhadap respon, dengan kata lain semakin tinggi suhu peleburan yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat maka persen pelepasan kumulatif juga meningkat. Interaksi antar kedua faktor tersebut memberikan nilai positif. Formula optimum yang terpilih dari hasil optimasi dengan desain faktorial adalah formula F(ab) dengan konsentrasi PEG 4000 sebesar 10:11 dan suhu peleburan 160 °C memberikan respon persen pelepasan kumulatif sebesar 99,802 %. Formula optimum F(ab) yang terpilih kemudian dikarakterisasi menggunakan FTIR dan DSC. Hasil uji FTIR formula F(ab) dibandingkan dengan spektra glibenklamid murni dan PEG 4000. Spektra FTIR formula F(ab) menunjukkan hilangnya gugus N-H (amida) pada bilangan gelombang 3315 cm-1 dari spektra glibenklamid dan munculnya gugus C=N pada bilangan gelombang 1617 cm-1, serta adanya pergeseran spektra pada gugus C-H, C=O dan C-O-C. Terjadi perubahan glibenklamid yang memiliki struktur kristal menjadi amorf ditunjukkan dengan terbentuknya formasi enol dari keto pada glibenklamid (Patterson et al., 2005). Hasil uji DSC formula F(ab) dibandingkan dengan spektra glibenklamid murni menunjukkan titik puncak endotermik dari glibenklamid hilang dan berganti pada titik puncak endotermik suhu 62,5 °C dengan entalpi sebesar - 132,138 J/g. Apabila dibandingkan termogram glibenklamid dan dispersi padat, ix terdapat penurunan titik lebur yang cukup signifikan pada dispersi padat. Pergeseran titik lebur ini dikarenakan adanya ikatan antara bahan obat dengan pembawa. Berdasarkan hasil termogram tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan bentuk kristal glibenklamid menjadi bentuk amorf (Valleri, et al. 2004).en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries132210101111;
dc.subjectSUHU PELEBURAN DAN KONSENTRASI POLIETILEN GLIKOL 4000en_US
dc.subjectDALAM PEMBUATAN DISPERSI PADAT GLIBENKLAMIDen_US
dc.titleOPTIMASI SUHU PELEBURAN DAN KONSENTRASI POLIETILEN GLIKOL 4000 DALAM PEMBUATAN DISPERSI PADAT GLIBENKLAMIDen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record