dc.description.abstract | ergulirnya beberapa regulasi kebijakan terkait penerapan desentralisasi di
Indonesia memberikan dampak pada kondisi keuangan daerah. Potensi yang beragam
di masing-masing daerah menjadi tantangan tersendiri bagi negara untuk dapat
memeratakan pertumbuhan nasional dengan mengurangi ketimpangan pertumbuhan
ekonomi daerah. Konsepsi desentralisasi mencoba menjadi alternatif untuk menjawab
masalah klasik tersebut. Desentralisasi fiskal merupakan salah satu komponen
penting dalam konsepsi desentralisasi. Oleh karenanya, mekanisme desentralisasi
tersebut secara langsung berdampak pada struktur penerimaan daerah di tingkat
kabupaten dan kota. Dengan adanya paradigm tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh preskripsi dari struktur penerimaan daerah dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi dalam hal ini menggunakan PDRB sebagai indikator dari
pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, sebagai gambaran dari implikasi yang
ditimbulkan oleh undang-undang otonomi daerah yang terus mengalami
perkembangan.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Jembrana dengan menggunakan dua
pendekatan yaitu deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Sumber data dalam
penelitian ini adalah menggunakan data sekunder melalui studi dokumen terkait
kebijakan penganggaran daerah. Pada pendekatan kuantitatif menggunakan analisis
regresi sebagai analisis kausal antar Pendapatan Asli Daerah
viii
yaitu Laporan Tahunan Pemerintah Kabupaten Jembrana untuk periode 2000 sampai
2009, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Jembrana, Biro Pusat Statistik Kabupaten
Jembrana, Situs internet dan studi pustaka lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur penerimaan daerah Kabupaten
Jembrana masih didominasi oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat . Sementara
itu, PAD sebagai penerimaan asli daerah mengalami peningkatan secara signifikan
tiap tahunnya. Walaupun besarnya lebih rendah dibandingkan dengan bes arnya
transfer pemerintah pusat. Secara umum penerimaan daerah mengalami peningkatan
sejak diterapkannya sistem desentralisasi. Peningkatan tersebut dilakukan dengan
melakukan efisiensi pada realisasi pengeluaran pemerintah daerah, sehingga tercapai
optimalisasi anggaran tiap tahunnya.
Sementara itu, mengkaji lebih dalam pada komponen penyusun PAD
Kabupaten Jembrana yang terdiri dari tiga komponen besar yaitu pajak daerah dan
Retribusi Daerah, laba BUMD dan penerimaan lain-lain yang sah, diperoleh hasil
bahwa terdapat dominasi komponen penerimaan lain-lain dalam sepuluh tahun
terakhir ini. Pajak dan retribusi daerah sebagai komponen penerimaan asli daerah
dalam pelaksanaannya belum mencapai optimalisasi sehingga kontribusi pajak masih
tergolong rendah. Di samping itu, retribusi daerah pada tahun 2000 dan 2001
merupakan komponen yang paling mendominasi dalam PAD Kabupaten Jembrana.
Namun pada tahun selanjutnya mengalami penurunan.
Melalui sudut pandang keuangan, dapat diketahui rasio penerimaan daerah
dalam hal ini adalah rasio PAD dalam pembentukan PDRB Kabupaten Jembrana
tahun 2000-2009. Perkembangan rasio PAD dalam pembentukan PDRB
memperlihatkan trend yang semakin meningkat. Secara umum terlihat bahwa rasio
PAD terhadap PDRB mengalami kenaikan tiap tahunnya. Ini menunjukkan PAD
memiliki pengaruh yang semakin menguat dalam pembentukan PDRB kabupaten
Jembrana. Fakta tersebut dikuatkan dengan hasil analisis kausal yang membuktikan
adanya pengaruh antara penerimaan daerah terhadap PDRB baik secara keseluruhan
dan komponen-komponen penyusun penerimaan daerah. Hubungan antara PDRB
ix
dengan pajak daerah merupakan hubungan secara fungsional, karena pajak daerah
sebagai komponen PAD merupakan fungsi dari PDRB, yaitu dengan meningkatnya
PDRB akan menambah penerimaan pemerintah dari pajak daerah. | en_US |