Show simple item record

dc.contributor.advisorSunartomo, Fajar
dc.contributor.advisorMustapit
dc.contributor.authorPrawasmono, Andika Akvan
dc.date.accessioned2017-01-16T04:02:39Z
dc.date.available2017-01-16T04:02:39Z
dc.date.issued2017-01-16
dc.identifier.issn091510601064
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/78668
dc.description.abstractHutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara masyarakat, tumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya sangat erat. Manusia yang memanfaatkan atau mengelola sistem tersebut harus mempunyai pengetahuan ekologi hutan dan mau menerapkan dalam setiap kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan hutan, sehingga hutan dapat dimanfaatkan secara maksimal dan kelestariannya dapat terjamin. Ada 3 macam jenis hutan menurut fungsinya yaitu hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi. Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Rehabilitasi hutan di TNMB merupakan upaya untuk memulihkan fungsi dan kondisi kawasan yang rusak melalui kegiatan penanaman, pengkayaan jenis dan pemeliharaan dengan tumbuhan asli setempat, serta mengurangi atau menghentikan perambahan hutan pada zona rimba dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan sebagai pelaku kegiatan rehabilitasi. Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan rehabilitasi kawasan adalah mempercepat penutupan kawasan yang terbuka oleh vegetasi dan memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat di sekitar daerah penyangga (Balai Taman Nasional Meru Betiri, 2013). Keinginan Pihak TNMB untuk melakukan kerjasama dalam mengelola lahan rehabilitasi melibatkan berbagai pihak (stakeholders). Stakeholders berkewajiban membantu dan mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak Balai TNMB dalam setiap kegiatan rehabilitasi. Pihak-pihak terkait yang terlibat dalam kegiatan rehabilitasi melibatkan masyarakat daerah penyangga di sekitar kawasan TNMB. Daerah penyangga di sekitar Taman Nasional Meru Betiri salah satunya yaitu Desa Sanenrejo. Program rehabilitasi dilaksanakan pada tahun 1999 dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan untuk melakukan penanaman kembali secara swadaya dengan tujuan awal supaya kawasan yang terbuka dapat segera dihijaukan kembali. Masyarakat Desa Sanenrejo sebagian besar bekerja sebagai petani dan buruh tani. Bagi petani yang memiliki lahan sawah, pendapatan yang diperoleh tergantung dari hasil panen tanaman budidaya. Sedangkan, masyarakat yang tidak memiliki sawah memilih bekerja sebagai buruh tani. Namun seiring dengan diadakannya program rehabilitasi, masyarakat yang tidak memiliki sawah akan diberi lahan garapan oleh pihak Balai TNMB untuk dikelola di lahan rehabilitasi. Kemitraan yang dilakukan oleh Pihak Balai TNMB dengan masyarakat Desa Sanenrejo dilandasi dengan perjanjian tertulis atau nota kesepahaman yang telah disepakati secara bersama-sama. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola lahan rehabilitasi serta kekurangpahaman masyarakat tentang tujuan diadakannya kegiatan rehabilitasi diduga menjadi salah satu penghambat dari keberhasilan program rehabilitasi TNMB Penelitian ini bertujuan untuk (1) Bagaimana dampak Program Rehabilitasi Lahan Kritis terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri, (2) Bagaimana tingkat keberhasilan Program Rehabilitasi Lahan Kritis di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Metode penentuan daerah penelitian dilakukan metode evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) serta tabulasi dan Analisis Scoring. Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) Dampak sosial Masyarakat Desa Sanenrejo dengan adanya Program Rehabilitasi Lahan Kritis di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri dapat dikatakan cukup baik, dimana pada indikator komitmen masyarakat seluruh atributnya berada pada frekuensi skor 3 (tiga) yang memiliki nilai “Cukup/ Cukup Baik”. Pada indikator interaksi masyarakat, atribut gotong royong berada pada frekuensi skor 3 (tiga) yang memiliki nilai “Cukup/ Cukup Baik”, sedangkan atribut hubungan masyarakat dengan pihak TNMB dan keharmonisan hubugan antar masyarakat Desa Sanenrejo berada frekuensi skor 4 (empat) yang memiliki nilai “Baik”. (2) Dampak ekonomi Masyarakat Desa Sanenrejo dengan adanya Program Rehabilitasi Lahan Kritis di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri dapat dikatakan cukup baik. Dimana pada indikator pendapatan, peningkatan pendapatan Masyarakat Desa Sanenrejo berada pada frekuensi skor 4 (empat) yang memiliki nilai “Baik”, sedangkan tingkat konsumsi Masyarakat Desa Sanenrejo berada pada frekuensi skor 3 (tiga) yang memiliki nilai “cukup/ Cukup Baik”. Pada indikator lapangan kerja, penyerapan tenaga kerja dalam program rehabilitasi berada pada frekuensi skor 3 (tiga) yang memiliki nilai “Cukup/ Cukup Baik”, sedangkan peluang lapangan kerja baru berada pada frekuensi skor 4 (empat) yang memiliki nilai “Baik, (3) Tingkat keberhasilan Program Rehabilitasi Lahan Kritis di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri melalui evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) secara keseluruhan berhasil. Pada masing-masing tahapan, evaluasi konteks (context), evaluasi masukan (input), evaluasi proses (process), evaluasi produk (product) berada pada frekuensi skor 3 (tiga) yang memiliki nilai “Cukup/ Cukup Baik”.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectProgram Rehabilitasi Lahan Kritisen_US
dc.subjectTaman Nasional Meru Betirien_US
dc.titleDAMPAK PROGRAM REHABILITASI LAHAN KRITIS PADA MASYARAKAT DI KAWASAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI (Studi Kasus di Desa Sanenrejo Kab. Jember)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record