Show simple item record

dc.contributor.advisorNugraha W. P., Antonius
dc.contributor.advisorRachmawati, Ema
dc.contributor.authorRosa Indira, Imelda
dc.date.accessioned2016-01-13T03:20:58Z
dc.date.available2016-01-13T03:20:58Z
dc.date.issued2016-01-13
dc.identifier.nim.112210101056
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/71211
dc.description.abstractSecara global infeksi saluran kemih masih menjadi masalah kesehatan yang penting dan banyak dijumpai di berbagai unit pelayanan kesehatan dasar hingga subspesialistik. Di negara-negara berkembang penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat. Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC), ISK merupakan penyakit infeksi kedua tersering setelah infeksi saluran pernafasan yaitu sebanyak 8,1 juta kasus per tahun. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu reaksi inflamasi sel-sel urotelium melapisi saluran kemih, sebagai bentuk pertahanan yang disebabkan karena masuknya bakteri ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di dalam media urin. Selain menggunakan antibiotik, tata laksana terapi ISK juga memungkinkan penggunaan obat dari golongan lain untuk meringankan gejala lain, yaitu mual, muntah, demam, disuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan disertai nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Penggunaan lebih dari satu jenis obat dalam suatu proses terapi dapat disebut dengan polifarmasi. Salah satu akibat dari polifarmasi yaitu semakin besarnya risiko interaksi obat. Potensi interaksi obat—obat dibagi menjadi 3 kategori yaitu mayor, moderat, dan minor. Potensi interaksi mayor sangat berbahaya karena menyebabkan kematian dan kerusakan permanen sehinggan perlu dihindari. Interaksi obat—obat merupakan perubahan efek obat utama oleh pemberian obat lain sebelumnya atau secara bersamaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi terjadinya interaksi obat—obat pada terapi ISK, profil interaksi obat—obat berdasarkan mekanisme, dan tingkat keparahan potensi kejadian interaksi obat—obat pada terapi ISK pasien rawat inap di RSD dr. Soebandi. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember pada bulan Agustus 2015. Penelitian ini merupakan deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam medik selama Januari-Desember 2014. Sampel adalah pasien rawat inap dengan diagnosa ISK di RSD dr. Soebandi Jember periode Januari-Desember 2014 yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling berjumlah 59. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: hampir separuh (42,4%) dari 59 pasien mengalami interaksi obat—obat yang relevan. Bila dilihat dari total 59 kejadian interaksi obat—obat yang relevan, sebanyak 3 (5,1%) kasus interaksi kategori mayor dan 42 (71,2%) kasus interaksi kategori moderat yang dapat dihindari dengan pengaturan jam atau pemberian obat lain yang tidak menimbulkan interaksi. Sebanyak 23 (39,0%) kejadian interaksi farmakodinamik dan 35 (61,0%) kejadian interaksi farmakokinetik. Separuh interaksi farmakokinetik (32,2%) terjadi pada proses absorpsi. Penelitian ini menunjukkan 59 potensi kejadian interaksi yang terjadi pada 25 (42,4%) pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan jam, pemberian obat lain yang tidak berinteraksi, atau pemberian obat melalui jalur lain untuk menghindari adanya interaksi obat—obat. Perlu adanya monitor dari dokter dan apoteker untuk mencegah terjadinya interaksi obat—obat yang berbahaya dan pemantauan efek dari interaksi obat—obat. Perlu dilakukan penelitian mengenai interaksi obat—obat secara prospektif agar dapat memberikan hasil penelitian yang lebih baik.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPOTENSI INTERAKSI OBAT—OBATen_US
dc.subjectPENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIHen_US
dc.titleEVALUASI POTENSI INTERAKSI OBAT—OBAT PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD dr. SOEBANDI JEMBER TAHUN 2014en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record