dc.description.abstract | Komersialisasi seks di Indonesia berkembang sejak masa penjajahan Belanda. Pada saat itu, pelacuran telah memasuki semua kalangan masyarakat. Pada umumnya, praktek prostitusi memiliki tempat khusus yang disebut dengan lokalisasi. Para pelacur bekerja secara terorganisir dan diawasi oleh seorang yang disebut dengan germo. Akan tetapi tidak sedikit juga para pelacur yang tidak tergabung dalam lokalisasi atau mereka yang lebih memilih untuk bertebaran di berbagai tempat secara terselubung dalam melakukan prakteknya, seperti di hotel, wisma, musik room, taksi, tempat kost, panti pijat atau tempat lainnya. Di Jember praktek prostitusi disebabkan oleh keadaan ekonomi masyarakat yang tidak memadai, gaya hidup mewah serta budaya konsumtif yang masih melekat pada warga sekitar. Prostitusi di Jember tidak lagi dilakukan oleh kalangan dewasa saja, bahkan anak yang masih di bawah umur juga ikut serta di dalamnya. Fenomena ayam kampus dan gadis putih abu-abu juga banyak terjadi di Jember. Praktek prostitusi menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat sekitar. Penelitian ini menggabungkan metode sejarah dan sejarah lisan. Metode sejarah digunakan untuk mengkaji bagaimana fenomena prostitusi terjadi serta bagaimana muncul dan berkembangnya prostitusi di Jember. Metode sejarah lisan digunakan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat yang menjadi saksi atau terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. | en_US |