dc.description.abstract | Ketoprofen merupakan suatu obat antiinflamasi nonsteroid yang poten dan
telah banyak digunakan secara luas dalam pengobatan berbagai penyakit yang
terkait dengan inflamasi. Ketoprofen memiliki waktu paruh eliminasi yang relatif
singkat yakni 1-3 jam sehingga sangat cepat dieliminasi dalam tubuh, akibatnya
diperlukan pemberian ketoprofen yang lebih sering untuk dapat menjaga
konsentrasi terapetiknya dalam darah jika digunakan secara per oral. Penggunaan
ketoprofen secara per oral dapat menyebabkan iritasi lambung, berdasarkan hal
tersebut ketoprofen dapat dikembangkan dengan cara pembuatan sediaan
transdermal. Menurut Biopharmaceutics Classification System (BCS), obat
ketoprofen termasuk golongan kelas II dimana obat yang termasuk golongan BCS
kelas II memiliki kelarutan yang rendah namun permeabilitas yang tinggi
sehingga untuk meningkatkan kelarutan dan bioavailbilitas salah satunya dengan
dilakukan dengan cara pembuatan sediaan mikroemulsi.
Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang stabil secara
termodinamika, transparan, isotropik, viskositasnya rendah mengandung
mikrodomain pada minyak atau air yang distabilkan oleh lapisan tipis antarmuka
dari molekul surfaktan dan kosurfaktan. Surfaktan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tween 80 dan lesitin, sedangkan kosurfaktan yang digunakan
adalah etanol. Kombinasi dari dua surfaktan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kestabilan suatu sediaan mikroemulsi sebab tween 80 sensitif
terhadap temperatur sehingga akan berpengaruh pada kestabilan sistem secara
termodinamika.
Rancangan formula yang akan dibuat terdiri dari F1, F2, F3, F4, F5, dan
F6. Konsentrasi lesitin pada masing-masing formula dibuat meningkat, pada F1
digunakan lesitin sebesar 5%, pada F2 digunakan lesitin 10%, pada F3 digunakan
lesitin sebesar 15%, pada F4 digunakan lesitin sebesar 20%, pada F5 digunakan
lesitin sebesar 25%, dan pada F6 digunakan lesitin sebesar 30%. Mikroemulsi
yang terbentuk akan diuji secara fisika kimia yang meliputi uji organoleptis, uji
redispersi, uji viskositas, uji pH, uji bobot jenis, uji tipe mikroemulsi, uji
penetapan kadar, dan evaluasi karakterisasi (ukuran partikel, distribusi partikel,
zeta potensial, dan morfologi partikel) sediaan mikroemulsi. Mikroemulsi yang
terbentuk juga akan diuji stabilitasnya dengan menggunakan metode cycling test.
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis statistik menggunakan program SPSS
20.0. Analisis statistik yang dipilih pertama yaitu uji One-Way ANOVA untuk
mengetahui adanya perbedaan yang bermakna pada hasil penelitian yang
dilakukan, yakni nilai viskositas dan nilai pH. Analisis statistik kedua yaitu uji t
berpasangan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna nilai pH dan viskositas
sebelum dilakukan pengujian stabiltas dengan nilai pH dan viskositas setelah
dilakukan pengujian stabilitas.
Hasil pengujian organoleptis, uji redispersi, uji bobot jenis, uji tipe
mikroemulsi, pengujian kadar pada keempat formula secara umum telah
memenuhi kriteria mikroemulsi. Pengujian karakterisasi mikroemulsi
menunjukkan bahwa rata-rata ukuran partikel sebesar 13,9 nm, indeks
polidispersitas sebesar 0,532 yang menunjukkan pola distribusi unimodal dan
bersifat monodispersi, potensial zeta sebesar -0,5 mV, dan berbentuk mendekati
sferis.
Hasil pengujian nilai viskositas sebelum pengujian stabilitas menunjukkan
bahwa F1 memiliki nilai viskositas rata-rata sebesar 0,616; F2 sebesar 0,716; F3
sebesar 0,783; F4 sebesar 0,833; F5 sebesar 1,133; dan F6 sebesar 1,233. Nilai
viskositas F5 dan F6 melebihi persyaratan viskositas sediaan mikroemulsi
sehingga tidak dilakukan pengujian untuk selanjutnya. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi lesitin yang ditambahkan dalam
formula, mempengaruhi peningkatan viskositas atau terdapat perbedaan yang
bermakna. Hasil pengujian nilai pH sebelum pengujian stabilitas menunjukkan
bahwa F1 memiliki nilai pH rata-rata sebesar 5,193; F2 sebesar 5,200; F3 sebesar
5,213; F4 sebesar 5,216; Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi lesitin yang ditambahkan dalam formula, tidak mempengaruhi
peningkatan pH atau tidak terdapat perbedaan yang bermakna.
Hasil pengujian nilai pH setelah pengujian stabilitas menunjukkan bahwa
terjadi penurunan pH namun tidak drastis dimana F1 memiliki nilai pH rata-rata
sebesar 4,993; F2 sebesar 5,010; F3 sebesar 5,073; F4 sebesar 5,110. Hasil
analisis statistik nilai pH sebelum dan setelah pengujian stabilitas menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai pH sebelum dilakukan
pengujian stabilitas dengan nilai pH setelah dilakukan pengujian stabilitas.
Ditinjau dari selisih perubahan nilai pH sebelum dan sesudah pengujian stabilitas
diperoleh hasil bahwa formula empat yang memiliki nilai selisih perubahan
terkecil dibanding formula lainnya.
Hasil pengujian nilai viskositas setelah pengujian stabilitas menunjukkan
bahwa terjadi penurunan viskositas namun tidak drastis dimana F1 memiliki nilai
viskositas rata-rata sebesar 0,583; F2 sebesar 0,616; F3 sebesar 0,666; F4 sebesar
0,700. Hasil analisis statistik nilai viskositas sebelum dan setelah pengujian
stabilitas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai
viskositas sebelum dilakukan pengujian stabilitas dengan nilai viskositas setelah
dilakukan pengujian stabilitas kecuali pada F3. Pada F3 terdapat pebedaan yang
bermakna antara nilai viskositas sebelum dilakukan pengujian stabilitas dengan
nilai viskositas setelah dilakukan pengujian stabilitas. Berdasarkan pernyataan di
atas dapat disimpulkan bahwa formula empat dengan konsentrasi lesitin 20%
adalah formula yang paling stabil dibanding formula lainnya. | en_US |