dc.description.abstract | DAS Sampean sudah memiliki waduk multifungsi untuk irigasi dan
PLTA.yaitu waduk Sampean Baru yang terletak di daerah Tapen, Kabupaten
Bondowoso. Apabila terjadi hujan di suatu wilayah DAS Sampean, keadaan tinggi
muka air meningkat secara tiba- tiba akan membahayakan stabilitas tubuh bendungan.
Sehingga volume air dalam waduk perlu dialirkan menuju hilir dengan cara membuka
pintu air. Apabila pintu air mendadak dibuka akan berakibat banjir bandang di daerah
hilir karena sungai tidak dapat menampung volume air yang melimpas dalam jumlah
besar. Kejadian ini terjadi secara periodik pada tahun 2002 dan 2008. Oleh karena itu
perlu antisipasi dini dengan mencari lokasi wilayah pemicu banjir sebagai dasar
pengoperasian pintu banjir di bendungan Sampean.
Analisis secara hidrologi spasial dapat diterapkan dalam mengetahui waktu
mencapai puncak banjir dan debit banjir puncak ketika hujan di suatu wilayah DAS
Sampean. Analisis hidrologi spasial menggunakan program ArcGIS untuk olah data
spasial dan program HEC-HMS untuk olah data hidrologi. Keandalan model
dilakukan dengan kalibrasi di titik stasiun AWLR Tenggarang dan AWLR
Kloposawit untuk mendapatkan parameter yang sesuai. Data yang digunakan untuk
analisis hidrologi spasial berupa DEM (Digital Elevation Model) dari Aster GDEM
v2, layer stasiun hujan-AWLR serta layer tata guna lahan dari BPP DAS Sampean
Baru untuk mengoptimalkan kondisi fisik sesuai di lapangan. Pengelolahan data
DEM pada ArcGIS 10.0 dengan membagi 17 subDAS berdasarkan ordo sungai ke-2
yang merupakan sungai cabang utama dari sungai Sampean dan titik outletnya tiap
bagian sungai berdasarkan nilai flow accumulation yang tertinggi. Pengelolahan ArcGIS 10.0 menghasilkan output karakteristik fisik tiap wilayah subDAS Sampean.
Data output dari pengelolahan data DEM secara spasial menjadi data input
pengelolahan data secara hidrologi. Pemodelan hidrologi tiap subDAS ini
menggunakan HEC-HMS 3.5 guna mempermudahkan menentukan respon hujanaliran
model. Simulasi model dengan memasukkan hujan buatan masing- masing
subDAS guna mendapatkan lokasi pemicu banjir yang memiliki waktu puncak banjir
relatif pendek. Kalibrasi pada AWLR Tenggarang melakukan optimasi terhadap
volume dan peak flow dan menghasilkan nilai NASH sebesar 0,649 dengan nilai R2 =
0,673 tingkat korelasi hubungan baik dan percentage difference sebesar -0,7
menunjukkan bahwa nilai peakflow dan volume simulasi sama dengan nilai peakflow
dan volume observasi sehingga parameter model subDAS dengan kalibrasi stasiun
AWLR Tenggarang dikatakan layak. Tahap kalibrasi kedua pada outlet Kloposawit
melakukan optimasi terhadap peak flow dan menghasilkan NASH sebesar 0,925
dengan nilai R2 = 0,888 tingkat korelasi hubungan sangat baik. Nilai tiap parameter
komponen yang dianggap layak dapat dilakukan simulasi model hujan-aliran rencana.
Hasil dari simulasi model menunjukkan bahwa subDAS yang mempunyai
waktu puncak banjir relatif pendek yaitu subDAS Kloposawit dan subDAS Kacung
dengan waktu puncak jam ke-14, subDAS Gayam dengan waktu puncak jam ke-20,
subDAS Kapuran dan subDAS Kemuning dengan waktu puncak jam ke-21. Hasil
simulasi debit menunjukkan bahwa subDAS Gubri dengan debit banjir 64,4 m3/dt,
subDAS Selokambang dengan debit banjir 62,1 m3/dt dan subDAS Kapuran dengan
debit banjir 47,5 m3/dt.
Perlu diperhatikan bahwa prakiraan lokasi pemicu banjir mempunyai debit
banjir tertinggi dengan interval waktu yang terkecil yakni subDAS Kapuran karena
lokasi ini memiliki debit banjir terbesar ketiga dan waktu puncak tercepat ketiga.
Sehingga, manfaat dari penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan posisi
alat ukur hujan sebagai dasar early warning system pemicu banjir dan pengoperasian
pintu banjir waduk Sampean Baru. | en_US |