Show simple item record

dc.contributor.advisorHarmono, Happy
dc.contributor.advisorKusumawardani, Banun
dc.contributor.authorAlawiyah, Meila Isna
dc.date.accessioned2015-12-02T02:01:41Z
dc.date.available2015-12-02T02:01:41Z
dc.date.issued2015-12-02
dc.identifier.nim111610101097
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65650
dc.description.abstractStres merupakan respon tubuh terhadap stresor yang menempatkan tuntutan psikologis dan fisik dalam diri seseorang. Stres merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dihindari. Namun bila stres berlebihan dan kemampuan untuk mengatasi terbatas, maka akan timbul akibat yang merugikan berupa kerusakan pada tubuh. Pada saat kondisi stres, akan memicu aktivasi HPA melepaskan hormon CRH. Pelepasan hormon CRH juga memicu hipofisis anterior untuk mensekresi ACTH. ACTH akan memicu korteks adrenal untuk mensekresi hormon glukokortikoid, yang salah satu jenis hormonnya adalah kortisol. Hormon kortisol yang berlebihan mempunyai efek langsung terhadap tulang, dengan menghambat aktivitas fungsi osteoblas, meningkatkan aktivitas osteoklas, dan dapat menurunkan kepadatan tulang atau disebut dengan low bone mineral density sehingga dapat terjadi resorpsi tulang alveolar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh stres renjatan listrik terhadap resorpsi alveolar crest, dan mengetahui perbedaan tinggi alveolar crest pada tikus yang dipapar stresor renjatan listrik pada hari ke-7, 14, dan 28. Jenis penelitian adalah eksperimental laboratoris, dengan rancangan penelitian post test only control group design. Sampel dipilih berdasarkan kriteria dan dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok I, kelompok kontrol adalah tikus tidak dipapar stresor renjatan listrik, kelompok II adalah tikus yang dipapar stresor renjatan listrik selama 7 hari, kelompok III adalah tikus yang dipapar stresor renjatan listrik selama 14 hari, dan kelompok IV adalah tikus yang dipapar stresor renjatan listrik selama 28 hari. Kemudian untuk mengukur resorpsi alveolar crest dilakukan pembuatan sediaan histologis yang nantinya akan dilakukan pengukuran resorpsi alveolar crest menggunakan program Image J. Analisis data menggunakan uji statistik parametrik, yaitu menggunakan One way analysis of varian (Anova). Hasil penelitian ini menunjukkan resorpsi alveolar crest pada kelompok kontrol (178,924±26,15), kelompok perlakuan hari ke-7 (281,063±62,15), hari ke-14 (235,787±31,06), dan hari ke-28 (285,554±37,77). Pada hasil penghitungan resorpsi alveolar crest menunjukkan perbedaan signifikan antara resorpsi alveolar crest pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yaitu p=0,003 (p<0,05). Stres renjatan listrik yang dipaparkan pada tikus terbukti dapat menyebabkan resorpsi alveolar crest. Hal ini dikarenakan stres renjatan listrik dapat meningkatkan sekresi hormon kortisol. Hormon kortisol yang berlebihan mempunyai efek langsung terhadap tulang, dengan menghambat aktivitas fungsi osteoblas dan meningkatkan aktivitas osteoklas. Fungsi osteoblas yang menurun akan menstimulasi RANKL dan M-CSF yang dengan mudah mempercepat proses diferensiasi sel preosteoklas menjadi osteoklas yang matang. Kedua faktor tersebut akan menginduksi pembentukan osteoklas. Osteoklas yang meningkat tersebut akan memicu terjadinya penyerapan kalsium tulang, dan menyebabkan BMD menurun, sehingga terjadi resorpsi tulang alveolar. Resorpsi tulang alveolar yang terjadi bisa disertai dengan resorpsi alveolar crest. Kesimpulan dari penelitian ini adalah stres renjatan listrik yang dipaparkan pada tikus Sprague-Dawley hari ke-7, 14, dan 28 dapat menyebabkan resorpsi alveolar crest. Resorpsi alveolar crest terbesar tampak pada hari ke-28.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectSTRESen_US
dc.subjectRENJATAN LISTRIKen_US
dc.subjectRESORPSIen_US
dc.subjectALVEOLAR CRESTen_US
dc.titlePENGARUH STRES RENJATAN LISTRIK TERHADAP RESORPSI ALVEOLAR CREST PADA TIKUS Sprague-Dawleyen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record