dc.description.abstract | Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu hamparan wilayah atau kawasan
yang dibatasi oleh pembatas topografi yang menerima, mengumpulkan air hujan,
sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai hingga
keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Indonesia memiliki 458 DAS yang
terdiri 60 DAS dalam keadaan kritis berat, 222 DAS dalam keadaan kritis, dan 176
DAS dalam keadaan berpotensi kritis. DAS yang tidak berfungsi secara optimal akan
menyebabkan permasalahan terutama masalah banjir. Menurut Sudjarwadi (1987),
banjir merupakan aliran atau genangan air yang dapat terjadi karena adanya luapanluapan
pada daerah kanan atau kiri sungai atau saluran akibat alur sungai yang tidak
memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat. Salah satu DAS yang
berpotensi banjir adalah DAS Bedadung. DAS Bedadung merupakan paling besar di
wilayah bagian timur Pulau Jawa dengan luas 499,5 km2.
Permasalahan ini dapat ditangani dengan melakukan analisis distribusi
frekuensi debit rancangan pada beberapa periode ulang (return period) dengan
menggunakan distribusi gumbel dan log pearson III. Kedua distribusi tersebut
menggunakan data sekunder berupa data debit ekstrim selama lima belas tahun
terakhir. Debit rancangan (QT) tersebut dihubungkan dengan data sekunder berupa
profil DAS Bedadung terkini yang diukur menggunakan theodolite. Penggabungan
data sekunder dan data primer tersebut digunakan untuk memprediksi tinggi
genangan banjir (hg) pada tujuh titik pengamatan sebagai titik referensi dalam
centimeter atau meter. Titik pengamatan 0 (titik referensi) dan 1 terletak di Desa
viii
Kemiri, Kecamatan Panti karena telah terjadi banjir bandang pada tanggal 2 Januari
2006 yang telah mengakibatkan 87 orang telah meninggal dunia. Titik pengamatan 2
terletak di jembatan semanggi dan titik 3 terletak di Rambipuji. Hal ini untuk
mengetahui dampak banjir yang terjadi di Kota yang lebih padat penduduk.
Sedangkan untuk titik pengamatan 4 sampai titik pengamatan 7 terletak pada daerah
Balung sampai Puger karena rentang pada daerah ini sering terjadi banjir bedasarkan
info dari Dinas Pengairan Kabupaten Jember.
Pada penelitian ini menghasilkan nilai hg pada distribusi log pearson III lebih
signifikan daripada distribusi gumbel. Terdapat perbedaan pada titik pengamatan
mana saja yang berpotensi banjir, sehingga menyebabkan adanya selisih nilai hg pada
kedua distribusi untuk masing-masing debit rancangan (QT). Hasil analisis
menunjukkan bahwa titik pengamatan 1, 3, 4, 5, dan 7 memiliki kemungkinan kecil
untuk berpotensi banjir berdasarkan dari hasil kedua distribusi. Karena sebagian titik
pengamatan pada distribusi log pearson III sudah mengalami tinggi genangan banjir
(hg), sedangkan pada distribusi gumbel tidak. Selain itu terdapat kesamaan pola pada
distribusi gumbel dan distribusi log pearson III yang menyatakan bahwa titik
pengamatan 6 mengalami tinggi genangan banjir (hg) untuk Q100. Dengan demikian,
titik pengamatan yang berpotensi besar untuk terjadi banjir adalah titik pengamatan 6
yang berkisar dari 0,134 m sampai 3,02 m.
Debit yang diperhitungkan untuk prediksi tinggi genangan banjir (hg) ini
adalah debit puncak yang sebenarnya terjadi sesaat tetapi diasumsikan terjadi dalam
waktu yang lama. DAS Bedadung juga termasuk dalam kategori DAS yang berbentuk
bulat sehingga debit puncak yang dihasilkan datangnya lama dan begitu juga
penurunannya. Guna mengatasi enam titik pengamatan yang tidak memiliki daya
tampung yang cukup tersebut, dapat dilakukan normalisasi DAS dengan melakukan
pengerukan pada dasar DAS Bedadung sampai kedalaman tertentu. | en_US |