dc.description.abstract | Permasalahan terbesar yang dihadapi hampir di setiap negara berkembang
terutama Indonesia yaitu pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali. Program
Keluarga Berencana (KB) bagi pasangan suami istri merupakan cara untuk
menanggulangi laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Salah satu program KB
yaitu kontrasepsi untuk pasangan suami istri. Dua tanaman yang sering dimanfaatkan
sebagai antifertilitas yaitu biji Saga (Abrus precatorius) yang termasuk famili
Fabaceae dan biji pepaya (Carica papaya) yang termasuk famili Caricaceae. Fraksi
metanol biji saga memiliki khasiat sebagai antifertilitas yang baik pada dosis
pemberian 75 mg/Kg BB, sedangkan fraksi kloroform biji pepaya memiliki khasiat
antifertilitas yang baik pada dosis pemberian 100 mg/Kg BB. Pada penelitian ini
dilakukan uji antifertilitas kombinasi fraksi kloroform biji pepaya dan fraksi metanol
biji saga terhadap spermatogenesis tikus putih jantan galur wistar, serta mengetahui
reversibilitas dari pemberian kombinasi tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan
metode rancangan acak lengkap yang terbagi atas 1 kelompok kontrol (CMC-Na 1%)
dan 4 kelompok perlakuan dosis kombinasi dengan perbandingan fraksi kloroform
biji pepaya dengan fraksi metanol biji saga yaitu P1 sebesar 100 mg/kgBB:75
mg/kgBB, P2 sebesar 100 mg/kgBB:50 mg/kgBB, P3 sebesar 50 mg/kgBB:75
mg/kgBB, P4 sebesar 50 mg/kgBB:50 mg/kgBB. Masing-masing kelompok terdiri
dari 8 ekor tikus jantan galur wistar dengan bobot 200-250 gram, kemudian diberi
perlakuan hingga 28 hari. Pada hari ke-29 masing-masing kelompok dibagi dua sama
banyak, 4 ekor tikus masing-masing kelmpok dilakukan pembedahan dan
pengambilan testis. Empat ekor tikus sisanya masing-masing kelompok dilanjutkan
vii
tanpa diberi perlakuan hingga hari ke-56, kemudian dilakukan pembedahan dan
pengambilan testis pada hari ke-57. Testis yang diperoleh dilakukan pemeriksaaan
histologi untuk mengetahui skor spermatogenesis. Hasil penelitian ini dilakukan uji
statistik Kruskall-Wallis, dilanjutkan dengan uji Mann-whitney untuk mengetahui
kelompok mana yang mempunyai perbedaan. Tingkat kepercayaan yang digunakan
adalah 95%.
Hasil rata-rata skor kelompok yang diberi perlakuan selama 28 hari.
Diketahui rata-rata skor spermatogenesis kelompok kontrol (P0) yaitu sebesar 9,41.
Skor rata-rata spermatogenesis kelompok P1, P2, P3, dan P4 berturut-turut sebesar
7,41; 8,46; 8,08 dan 6,78. Hasil uji Kruskall-Wallis kelompok yang diberi perlakuan
selama 28 hari menunjukkan nilai signifikansi 0,008 (p<0,05). Hasil uji MannWhitney
menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki perbedaan antar kelompok
yaitu kelompok P0 dengan kelompok perlakuan P1, P2, P3, P4 dengan nilai
signifikansi 0,020 (p<0,05), kelompok P2 dengan P4 dengan nilai signifikansi 0,021
(p<0,05) dan kelompok P3 dengan P4 dengan nilai signifikansi 0,043 (p<0,05).
Hasil rata-rata skor kelompok selama 28 hari setelah penghentian pemberian
perlakuan diketahui rata-rata skor spermatogenesis kelompok kontrol (P0) yaitu
sebesar 9,26. Skor rata-rata spermatogenesis kelompok P1, P2, P3, dan P4 berturut
turut sebesar 8,54; 8,81; 9,05 dan 9,12. Hasil analisis statistik Kruskal-walis
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna kelompok perlakuan dengan
kontrol dengan nilai signifikansi 0,367 (p>0,05). Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan kombinasi fraksi kloroform biji pepaya dengan fraksi metanol biji saga
dapat menurunkan skor spermatogenesis, dimana kombinasi fraksi kloroform biji
pepaya 50 mg/kgBB dengan fraksi metanol biji saga 50 mg/kgBB memiliki skor
penurunan spermatogenesis lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan
lain yaitu sebesar 6,78, sedangkan pengaruh pemberian kombinasi fraksi kloroform
biji pepaya dengan fraksi metanol biji saga dapat bersifat reversibel atau tidak tetap. | en_US |