Sastra Multikultural: Konstruksi Identitas dan Praktik Diskursif Negara dalam Novel Indonesia Tahun 1920-an Sampai dengan 2000-an
Abstract
Penelitian ini bertujuan menjelaskan fenomena multikultural dalam novel Indonesia sekaligus hubungannya dengan problem identitas, dimensi ideologi, dan praktik diskursif negara. Oleh karena itu, untuk mencapai hal tersebut dalam penelitian ini dikembangkan menjadi lima fokus, yang mencakup: (1) fakta multikultural sebagai basis identitas ideologi kebangsaan dalam teks sastra multikultural Indonesia; (2) problem identitas dalam teks sastra multikultural Indonesia; (3) praktik diskursif kekuasaan negara dalam teks sastra multikultural Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra mengandaikan bahwa fenomena sastra memiliki hubungan erat dengan fenomena yang terjadi di masyarakat. Hal tersebut secara operasional dilakukan dengan cara peneliti memfokuskan kajiannya pada teks sastra sebagai bahan penelaahan, kemudian dijadikan sarana untuk memahami secara mendalam gejala-gejala sosiokultural yang ada di luar sastra. Oleh sebab itu, data yang dipilih merupakan data yang bersumber dari novel Indonesia yang merefleksikan fenomena multikultural yang ada. Novel tersebut antara lain; Student Hijo (SH), Salah Asuhan (SH), Merantau ke Deli (MKD), Maut dan Cinta (MC), Bumi Manusia (BM), Burung-burung Rantau (BBR), Laskar Pelangi (LP), Putri Cina (PC), Dimsum Terakhir (DT), dan Tanah Air Beta (TAB).
Hasil penelitian ini menunjukkan di bawah ini. Pertama, bahwa fakta multikultural Indonesia seperti yang direfleksikan dalam novel SH, SA, LP, BM, MC, MKD, DT, dan PC merupakan realitas sosiokultural dan politik yang perlu diletakkan sebagai identitas kebangsaan yang ada. Dalam konteks itu, fenomena multikultural dalam konteks etnis dan agama merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri oleh Indonesia sebagai konstruksi institusional bangsa dan negara. Oleh karena itu, menelusuri jejek geneologis multikultural bangsa ini, sekaligus pada saat yang sama melihat realitas multikultural tersebut secara jujur dan terbuka penting untuk dilakukan.
Kedua, bahwa wacana identitas merupakan wacana yang dibaca dan dipahami sebagai sesuatu yang tidak stabil. Ia terus mengalami kemungkinan terjadinya pergeseran. Oleh karena itu, wacana tentang etnis, agama, dan sekaligus wacana atas bangsa, dalam kajian ini seperti yang direfleksikan dalam novel PC, BM, MC, SA, TAB, DT, SH, dan MKD dipandang mengalami kemungkinan pergeseran itu. Dapat dinyatakan bahwa dalam interaksi multikultural tidak dapat dinafikan adanya problem identitas yang selalu mengiringi interaksi multikultural tersebut.Problem identitas dan proses artikulasi identitas dengan demikian menjadi sisi tersendiri yang patut dicermati sebagai realitas yang sensitif terjadi.
Ketiga, bahwa negara dalam konteks demikian dibaca dan dipahami sebagai jejaring kuasa yang yang kompleks. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa dalam konteks negara persoalan etnisitas dan agama menempati posisi yang urgensial. Posisi negara dalam konteks itu selalu diandaikan sebagai pihak yang mengelola kedua hal itu sedemikian rupa sebagai satu bangunan wacana kekuasaan berbasis identitas. Praktik diskursif negara dalam konteks demikian, seperti yang direfleksikan dalam novel MKD, MC, DT, PC, dan DT, beroperasi sedemikian rupa dalam rangka membangun kemampuan formasi diskursifnya. Kelompok etnis dan agama dalam konteks itu juga tidak luput dari jejaring kuasa dan formasi diskursif negara. Negara dipandang mampu memroduksi kekuasaan secara terus-menerus. Kelompok etnis dan agama tidak jarang menjadi bagian dari instrument politik bagi penciptaan otoritas berbasis negara.
Kata-kata kunci: sastra multikultural, fakta multikultural, problem identitas,
praktik diskursif negara.
Collections
- LRR-Hibah Disertasi [25]