PENDEKATAN BUDAYA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT PADA MASYARAKAT NGADHU-BHAGA, KABUPATEN NGADA-NTT
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk memahami nilai-nilai filosofis local atau kearifan local dalam menyelesaikan konflik tanah adat. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa pola penyelesaian sengketa tanah adat ada dua macam yaitu melalui lembaga dan pranata adat dan lembaga Peradilan Negara/Umum. Dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa masyarakat adat mamandang bahwa melakukan penyelesaian sengketa tanah adat melalui lembaga dan pranata hukum adat lebih memberikan rasa keadilan, cepat, sederhana, dan murah jika dibandingkan penyelesaian sengketa melalui lembaga Pengadilan Negeri/Umum, akan tetapi ada hal yang mengganjal yaitu putusan lembaga adat tidak memiliki kepastian hukum.
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu ditemukan bahwa pendekatan budaya berbasis kearifan local dalam upaya penyelesaian sengketa tanah adat di bererapa masyarakat hukum adat, sangat efektif dan efisien. Hal ini terjadi karena proses penyelesaian sengketa dengan pendekatan budaya berbasis kearifan local yang demikian itu terjadi internal masyarakat, yaitu mereka yang berasal dari etnis yang sama atau setidak-tidakna antara komunitas di dalam daerah yang sama. Sedangkan subjek kajian yang sedang diteliti ini adalah konflik antara masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum adat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menjadi subjek hukum Negara.
Pertanyaan yang muncul adalah: a) Apakah dengan pendekatan budaya berbasis kearifan local mampu menyelesaikan konflik hak ulayat antara perusahaan perkebunan pemegang hak guna usaha yang diberikan oleh Negara dengan masyarakat adat pemilik hak ulayat secara tradisional; b) Apakah dengan pendekatan budaya berbasis kearifan local mampu memberikan perlindungan hukum kepada kedua pihak, baik perusahaan perkebunan pemegang hak guna usaha maupun masyarakat adat pemegang hak ulayat?; c) Apakah pendekatan budaya berbasis kearifan local mampu memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak?
Metode yang digunakan adalah application model pendekatan budaya berbasis kearifan local. Timbal balik (feedback) dari penggunaan pendekatan budaya berbasis kearifan local tersebut dianalisis secara holistic-kualitatif dengan menggunakan teori-teori hukum adat, antropologi hukum, dan sosiologi hukum. Sumber informasi diperoleh dari para stake holders atau para partisipan kasus yaitu mereka yang memang sedang menghadapi konflik hak ulayat, baik dari pihak perusahaan perkebunan maupun anggota masyarakat termasuk tokoh masyarakat. Peneliti hanyalah fasilitator, dinamisator dan jika sangat dibutuhkan, maka peneliti boleh menjadi mediator.
Pada penelitian ini masih akan meneruskan kajian terhadap bagaimana pandangan masyarakat adat tentang paradigma kepastian hukum serta upaya yang dilakukan oleh masyarakat adat terhadap upaya memperoleh kepastian hukum jika penyelesaian sengketa tanah adat dilakukan berbasis kearifan local.
Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa: pertama, masyarakat hukum adat di Kabupaten Kutei Kertanegara masih mengharapkan adanya dasar hukum lembaga peradilan adat, dasar hukum pembentukan lembaga peradilan adat, dan perlindungan hukum terhadap peradilan adat; kedua, ditemukan pula bahwa pelaksanaan peradilan adat, kearifan local selalu diutamakan, namun ada kendala yaitu Ketua Adat Besar bukan dari masyarakat adat; ketiga, kedua pihak yang bersenketa tunduk kepada sistim hukum yang berbeda (masyarakat hukum adat tunduk pada hukum adat, sedangkan perusahaan kelapa sawit tunduk kepada hukum Negara (yang berbentuk peraturan perundang-undangan) sekalipun masyarakat hukum adat dengan hukum adatnya itu masih merupakan bagian dari hukum nasional. Akan tetapi, orientasi dari kedua hukum ini berbeda, yaitu hukum adat berorientasi pada harmoni dan hukum Negara berorientasi pada kepastian hukum; keempat, kelemahan pada pendekatan budaya berbasis kearifan local itu tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sehingga sangat lemah dalam penegakannya ketika salah satu pihak tidak mau tunduk dan taat terhadap putusan tersebut.
Pada akhirnya disarankan untuk memberikan dasar hukum bagi peradilan adat, memberikan landasan hukum bagi putusan peradilan adat yang berkepastian hukum, dan pembentukan lembaga peradilan adat yang berorientasi pada kearifan local.