Show simple item record

dc.contributor.authorMoh. Anas Irfan
dc.date.accessioned2013-12-07T07:21:47Z
dc.date.available2013-12-07T07:21:47Z
dc.date.issued2013-12-07
dc.identifier.nimNIM060110201041
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/6046
dc.description.abstract“Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru Karya Wiji Thukul: Tinjauan Semiotik”; Moh. Anas Irfan, 060110201041; 167 halaman; Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember. Kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru merupakan kumpulan lima subbab berisi 140 puisi. Peneliti membahas lima judul puisi pada kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul, kelima puisi tersebut yaitu: (1) „Nyanyian Akar Rumput‟; (2) „Kuburan Purwoloyo‟; (3) „Ayolah Warsini‟; (4) „Bunga dan Tembok‟; dan (5) „Kemarau‟. Kelima judul tersebut mengungkapkan realitas sosial rakyat kecil dan penguasa pada masa pemerintahan Orde Baru. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan unsur dan keterjalinan antarunsur struktur yang membangun kelima judul puisi tersebut dengan menggunakan pendekatan semiotik. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan struktural dan semiotik. Analisis struktural meliputi tema, diksi, dan bunyi menunjukkan adanya keterjalinan yang dapat membentuk makna yang utuh dalam kelima puisi tersebut. Berdasarkan analisis semiotik ditemukan ketidaklangsungan ekspresi yang meliputi penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. Penggantian arti pada puisi „Nyanyian Akar Rumput‟ menggunakan personifikasi, metafora, dan sinekdoke pars pro toto. Penggantian arti pada Puisi „Kuburan Purwoloyo‟ menggunakan sinekdoke pars pro toto, metonimia, hiperbola, dan metafora. Penggantian arti pada puisi „Ayolah Warsini‟ menggunakan metafora dan sinekdoke pars pro toto. Penggantian arti pada puisi „Bunga dan Tembok‟ menggunakan metafora dan sinekdoke totem pro parte. Penggantian arti pada puisi „Kemarau‟ menggunakan metafora, hiperbola, dan personifikasi. Penyimpangan arti kelima judul puisi tersebut menggunakan ambiguitas. Penciptaan arti pada kelima puisi tersebut menggunakan enjambment. Secara heuristik kelima puisi tersebut menggunakan konvensi bahasa Indonesia. Pembacaan hermeneutik kelima puisi tersebut mengungkapkan protes sosial rakyat vii kecil terhadap penguasa pada masa pemerintahan Orde Baru. Matriks puisi „Nyanyian Akar Rumput‟ terdapat pada frasa “nyanyian akar rumput” yang kemudian dikembangkan ke dalam model frasa “akar rumput”. Frasa tersebut diperluas dalam bentuk varian-varian, yaitu: (1) kami terusir; (2) mendirikan kampung; (3) kami pindah-pindah; (4) kami rumput; (5) butuh tanah; dan (6) ayo gabung ke kami. Matriks puisi „Kuburan Purwoloyo‟ terdapat pada frasa “kuburan purwoloyo” yang dikembangkan ke dalam model kata “kuburan”. Kata tersebut diperluas dalam bentuk varian-varian, yaitu: (1) yang mati di rumah; (2) yang mati terkejut; (3) sepanjang hidupnya memburuh; (4) dan keadilan masih saja hanya janji; dan (5) :sejarah belum berubah. Matriks puisi „Ayolah Warsini‟ terdapat pada frasa “ayolah Warsini” yang dikembangkan ke dalam model kata “Warsini”. Kata tersebut diperluas dalam bentuk varian-varian, yaitu: (1) seharian berdiri di pabrik; (2) kamu menyelipkan moto; (3) potong rambut lagi; (4) kamu nanti jadi Mbok Bodong; dan (5) kita akan latihan sandiwara lagi. Matriks puisi „Bunga dan Tembok‟ terdapat pada frasa “bunga dan tembok” yang dikembangkan ke dalam model kata “bunga”. Kata tersebut diperluas dalam bentuk varian-varian, yaitu: (1) kami adalah bunga / yang tak kaukehendaki adanya; (2) engkau lebih suka membangun / rumah dan merampas tanah; (3) dirontokkan di bumi kami sendiri; dan (4) telah kami sebar biji-biji. Matriks puisi „Kemarau‟ terdapat pada kata “kemarau” kemudian dikembangkan dalam model kata “bangkai”. Kata tersebut diperluas dalam bentuk varian-varian, yaitu: (1) ember kosong; (2) gentong melompong; (3) ada lalat hijau; (4) kita telah membusuk diamdiam. Kelima judul puisi dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul merupakan puisi yang diangakat dari realitas kehidupan pada masa pemerintaha Orde Baru yang sedang menggalakan program pembangunan yang mengakibatkan penggusuran, kematian, perburuhan, sehingga memunculkan dendam rakyat terhadap penguasa, serta muncul kesenjangan sosial yang terjadi antara rakyat dan penguasaen_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060110201041;
dc.subjectTINJAUAN SEMIOTIKen_US
dc.titleKUMPULAN PUISI AKU INGIN JADI PELURU KARYA WIJI THUKUL: TINJAUAN SEMIOTIKen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record