dc.description.abstract | Fenomena pendudukan atas tanah-tanah di perkotaan secara illegal berkaitan
dengan berbagai problem yang berkembang di perkotaan, akibat dari semakin
banyaknya para migran yang datang ke Kota Surabaya. Hal ini merupakan sebuah
patologi sosial perkotaan yang perlu diatasi. Dari kacamata pemerintah, gerakan
pendudukan tanah secara liar di perkotaan merupakan pelanggaran hukum, karena
harus ada syarat legalitas. Namun dari kacamata para penghuni liar, yang rata-rata
golongan ekonomi, hal itu terpaksa dilakukan karena tidak bisa mengakses tanahtanah
secara murah sebagai tempat tinggal mereka.
Pakis adalah perkampungan penduduk pribumi yang berada di Kelurahan
Pakis, di wilayah Kecamatan Sawahan, dekat dengan Pasar Pakis di Jalan Kembang
Kuning dan makam Kembang Kuning, yang dihuni oleh pemukim illegal (wild
occupation). Daerah Pakis adalah daerah penyangga kehidupan perkotaan Surabaya.
Pertumbuhan Kota Surabaya telah menimbulkan berbagai masalah, salah
satunya konflik spasial. Seperti yang terjadi di Pakis. Konflik tanah Pakis adalah
konflik antara masyarakat dengan Pemerintah Kota Surabaya, dalam hal perebutan
ruang kota akibat dari patologi sosial perkotaan. Pada tanggal 4 Mei 1956 atas
perintah dari pihak pemerintah beberapa orang pekerja bergerak untuk membersihkan
pemukiman liar tersebut. Namun, hal ini mendapat pertentangan. Masyarakat Pakis
dan Rukun Kampung Kota Surabaya (RKKS) Kembang Kuning dan Partai Komunis
Indonesia (PKI) berusaha melawan hingga memakan korban jiwa.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
sejarah. Menurut Louis Gottschalk, ada empat tahap dalam merekonstruksi peristiwa
sejarah, yaitu: (1) Pengumpulan sumber-sumber (heuristik); yaitu sumber primer
diperoleh dari arsip yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Surabaya dan koran-koran
sezaman. Sumber sekunder diperoleh dari buku-buku dan artikel (2) Kritik sumber,
yaitu kritik ekstern dan intern; (3) Penafsiran sumber (interpretasi); (4) Penulisan
sejarah (historiografi). | en_US |