MANTRA DALAM RITUAL ENTAS-ENTAS: MITOS DAN IDENTITAS MASYARAKAT TENGGER
Abstract
Ritual Entas-entas adalah ritual selamatan terakhir bagi orang yang
meninggal dunia. Ritual Entas-entas tidak sepopuler Kasada atau Karo, karena
upacara ini tidak sering dilaksanakan. Ritual ini diselenggarakan jika terdapat
orang meninggal, dan dalam menyelenggarakannya membutuhkan biaya besar.
Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mendeskripsikan formula mantra ritual
Entas-entas pada masyarakat Tengger dan pengaruhnya dalam kehidupan sosial
masyarakat Tengger, (2) mendeskripsikan fungsi mantra dalam ritual Entas-entas
dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial masyarakat Tengger, (3)
mendeskripsikan mitos pemanggilan arwah leluhur dalam ritual Entas-entas, (4)
mendeskripsikan eksistensi ritual Entas-entas sebagai identitas masyarakat
Tengger dalam berdialektika dengan kontrol agama dan negara.
Dalam penelitian ini, diperoleh dari data-data yang bersumber dari sumber
primer dan sekunder, dengan menggunakan metode kualitatif, yang memfokuskan
penelitian pada mantra dan tata cara upacara dalam ritual Entas-entas. Pendekatan
etnografi digunakan untuk menjelaskan potensialisasi mantra dan ritual Entasentas,
dalam aktualisasi dengan masyarakat pendukungnya. Lokasi penelitian
dilaksanakan di Desa Sumberanom, Ledokombo, Wonokerso Kecamatan Sumber,
Kabupaten Probolinggo.
Analisis unsur kelisanan formula dan ekspresi formulaik dalam ritual
Entas-entas diperoleh, bahwa dalam mantra Mekakat Resik atau mantra
Pangresikan, dapat diketahui adanya formula repetisi tautotes, formula repetisi
anafora, dan formula epistrofa. Analisis formula dalam mantra Menyan, dapat
diketahui adanya formula repetisi pararelisme sintaksis, formula repetisi tautotes,
formula konkatenasi, dan formula repetisi epistrofa. Analisis formula dalam
mantra Padupan, dapat diketahui adanya formula pararelisme sintaktis, dan formula repetisi tautotes. Analisis formula dalam mantra Kayopan Alit dapat
diketahui adanya formula pararelisme sintaktis, formula repetisi tautotes, dan
formula repetisi anafora. Analisis formula dalam mantra Gubahan Klakah dapat
diketahui adanya formula pararelisme sintaktis, formula repetisi tautotes, formula
repetisi anafora, dan formula repetisi epistrofa. Analisis dalam mantra Pamit dapat
diketahui terdapat formula pararelisme sintaktis, dan formula repetisi tautotes.
Fungsi mantra dalam ritual Entas-entas kepada masyarakat yaitu (1)
sebagai sebuah bentuk hiburan, bahwa fungsi hiburan dalam ritual Entas-entas
yaitu dapat memberikan ketentraman pada keluarga dan ketenangan batin jika
telah melaksanakannya. (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata atau
lembaga-lembaga kebudayaan, bahwa keberadaan ritual Entas-entas pada
masyarakat Tengger dilakukan oleh anggota kolektifnya, misalnya melalui
keluarga, tetangga, kerabat terdekat, dukun atau kepala adat dan pemerintah
setempat. (3) sebagai alat pendidikan anak, bahwa mantra dalam ritual Entasentas
secara umum memberikan pendidikan tentang tradisi leluhur kepada anak
agar tetap melaksanakan dan melestarikan tradisi leluhurnya. (4) sebagai alat
pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu dipatuhi anggota
kolektifnya, bahwa dalam ritual Entas-entas norma-norma yang disampaikan
melalui teks mantra yang berfungsi untuk meluruskan tingkah laku masyarakat.
Mitos dalam ritual Entas-entas dapat menghindarkan masyarakat dari
walat misalnya berupa penyakit, gagal panen, dan meletusnya Gunung Bromo.
Identitas Tengger memiliki perbedaan dengan masyarakat Using Banyuwangi,
masyarakat Tana Toraja, masyarakat Jawa, dan masyarakat Bali. Keberadaan
ritual Entas-entas dengan kontrol agama setempat, yaitu dilaksanakan oleh
masyarakat Tengger melalui peran dukun yang dianggap orang suci dan
dihormati, sebagai pemimpin ritual pada ritual Entas-entas yang dianggap sebagai
ritual sakral. Keberadaan ritual Entas-entas dengan kontrol pariwisata Gunung
Bromo, yaitu ritual Entas-entas menjadi salah satu bagian dari kekayaan budaya
Tengger, akan tetapi keberadaannya kurang terkenal di masyarakat. Untuk saat
ini, objek pariwisata di Gunung Bromo hanya terfokus pada upacara Kasada dan
Karo yang selalu diminati oleh wisatawan pada setiap pelaksanaannya.