dc.description.abstract | Daging sapi merupakan bagian dari hewan ternak yang memiliki peranan
penting sebagai sumber gizi, mineral, vitamin, dan energi (Soputan, 2004).
Walaupun demikian, daging sapi segar mudah busuk atau rusak karena perubahan
kimiawi dan kontaminasi mikroba (Soputan, 2004). Dengan kata lain, daging
memerlukan penanganan yang baik karena kondisi dan komposisi kimia yang
dikandungnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan mikroorganisme. Penentuan kesegaran daging sapi pada
penelitian ini diantaranya adalah sifat organoleptik (tekstur, warna, bau dan rasa),
pH, total mikroba/TPC, dan kadar TVB. Penelitian ini menghubungkan antara
kesegaran daging sapi dengan perubahan intensitas warna kertas lakmus merah
menjadi biru yang diaplikasikan pada kemasan pintar. Aplikasi sensor kesegaran
daging sapi dilakukan pada 3 suhu, yaitu suhu ruang (25±2
0
C), suhu chiller
(4±2
0
C), dan suhu freezer (-2±2
0
C).
Penggunaan sensor kertas lakmus ini bertujuan untuk memudahkan
konsumen melihat kondisi kesegaran daging sapi tanpa harus membuka kemasan.
Hasil analisis data yang diperoleh adalah sebagai berikut, daging sapi yang
disimpan pada suhu ruang selama 24 jam mengalami penurunan nilai tekstur dari
55,2 g/4mm menjadi 14,8 g/4mm; peningkatan TPC dari 7,4x10
cfu/g menjadi
10,9x10
7
cfu/g; peningkatan nilai pH dari 5,61 menjadi 8,0; penurunan kadar TVB
dari 0,001%N menjadi 0,308%N; dan bau (% kesegaran) yang turun menjadi 0%.
Hal tersebut, dihubungkan dengan perubahan intensitas merah sensor menjadi biru
(9,7 AU - 1,3 AU) yang menunjukkan perubahan kondisi kesegaran daging sapi.
Begitu pula, penyimpanan daging sapi pada suhu chiller selama 14 hari, juga mengalami penurunan nilai tekstur dari 51,2 g/4mm menjadi 14 g/4mm; total
mikroba dari 3,5x10
3
cfu/g meningkat menjadi 1,5x10
x
7
cfu/g; peningkatan pH dari
5,67 menjadi 7,56; kadar TVB dari 0,001%N meningkat menjadi 0,105%N; dan
% kesegaran bau daging sapi menurun dari 100-0%.
Berbeda dengan penyimpanan daging sapi pada suhu ruang dan chiller,
penyimpanan pada suhu freezer selama 15 hari cenderung tetap segar sesuai
dengan tidak berubahnya intensitas merah sensor kertas lakmus 10,0 AU - 8,3
AU. Laju perubahan intensitas merah sensor pada suhu ruang 0,404 au/jam, suhu
chiller 0,032 au/jam dan suhu freezer 0,004 au/jam. Hal ini berarti bahwa laju
perubahan intensitas merah sensor pada penyimpanan suhu ruang lebih cepat
daripada penyimpanan pada suhu chiller dan freezer.
Pengukuran warna sensor kertas lakmus dilakukan dengan menggunakan
alat Colour Reader Minolta CR-10, yaitu mengukur perubahan intensitas merah
menjadi biru berdasarkan nilai c*. Semakin besar nilai c* maka intensitas warna
merah semakin tinggi pula. Hal ini bila dihubungkan dengan tingkat kesegaran
daging sapi menunjukkan kondisi segar, yang mana desain sensor kesegaran dari
kertas lakmus merah dibuat dalam 3 kondisi yaitu segar, masih segar, dan tidak
segar. Perubahan warna sensor kertas lakmus dari merah menjadi biru
menunjukkan kondisi daging yang tidak segar atau tidak layak dikonsumsi.
Prinsipnya, daging yang mulai membusuk akan mengeluarkan gas NH
bebas.
Adanya reagen MgO di dalam kertas lakmus akan berikatan dengan NH
bebas,
ikatan kovalen rangkap pada MgO akan terputus sehingga akan terbentuk basa
lemah NH
OH yang akan merubah warna kertas lakmus dari merah menjadi biru.
Dengan kata lain, kertas lakmus merah dapat diaplikasikan sebagai sensor
kesegaran pada kemasan pintar untuk mendeteksi kualitas daging sapi. | en_US |