Show simple item record

dc.contributor.authorUmmi Rofiatul Marhamah
dc.date.accessioned2013-12-04T03:58:04Z
dc.date.available2013-12-04T03:58:04Z
dc.date.issued2013-12-04
dc.identifier.nimNIM080110201036
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/3616
dc.description.abstractManusia Langit adalah novel yang berlatar kehidupan salah satu suku di Pulau Nias. Novel tersebut menceritakan tentang nilai harga diri dalam lingkup kebudayaan. Penganalisisan ini mempunyai dua tujuan yaitu mendeskripsikan keterjalinan unsur-unsur dalam novel dan mendeskripsikan kearifan lokal yang terdapat dalam novel Manusia Langit. Metode yang digunakan dalam penganalisisan ini adalah pendekatan struktural dan pendekatan antropologi sastra. Pendekatan struktural dapat mengungkapkan unsur-unsur yang ada dalam novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya. Antropologi sastra merupakan pendekatan yang dapat mengungkapkan ragam kebudayaan masyarakat tertentu dalam karya sastra. Pendekatan struktural yang digunakan meliputi judul, tema, penokohan dan perwatakan, konflik, serta latar atau setting. Judul dalam novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya memiliki dua pengertian antara pengertian Mahendra dengan Ama Budi. Tema mayor novel Manusia Langit adalah harga diri menjadi suatu hal yang penting dan dijunjung tinggi dalam lingkup suatu kebudayaan tertentu. Terdapat dua tema minor dalam novel Manusia Langit yaitu cinta harus berakhir demi harga diri dan pengorbanan untuk mempertahankan kebahagiaan keluarga dan harga diri. Tokoh utama dalam novel Manusia Langit adalah Mahendra. Tokoh bawahan yaitu Yasmin, Ama Budi (ayah angkat Mahendra), Sayani, dan Saita. Konflik dalam novel meliputi konflik manusia dan manusia, konflik antara manusia dan masyarakat, konflik antara viii manusia dan alam, konflik antara ide satu dengan ide yang lain, dan konflik antara seseorang dengan kata hatinya. Latar tempat dalam novel Manusia Langit ada dua yaitu di Pulau Nias dan Yogyakarta. Latar tempat di Pulau Nias meliputi desa Banuaha, Gunung Sitoli, dan Rumah Ama Budi, sedangkan di Yogyakarta meliputi Kampus, Cineta, dan Kantin. Sedangkan, latar waktu meliputi musim penghujan dan musim kemarau. Latar sosial meliputi kehidupan kalangan ekonomi menengah ke atas dan ke bawah. Penganalisisan antropologi sastra dalam novel Manusia Langit mengungkapkan kearifan lokal yang ada pada masyarakat suku Banuaha. Kearifan lokal yang digunakan dalam penganalisisan meliputi hukum adat, sistem kekerabatan dan kemasyarakatan, nilai tinggi sebuah harga diri, upacara adat, perkawinan dan mahar, serta arsitektur tradisional. Penganalisisan juga mengungkapkan mitos yang ada pada masyarakat suku Banuaha meliputi mitos tentang manusia pertama, roh halus pemakan bayi, kekuatan roh halus, moyo dan batu serta pergeseran nilai kearifan lokal sesuai dengan perkembangan zaman yang meliputi pengaruh masuknya agama Kristen terhadap kebudayaan lokal suku Banuaha, pendobrakan terhadap nilai harga diri dan rasa penerimaan (negosiasi) masyarakat suku Banuaha terhadap perbedaan suku. Hukum adat meliputi masalah tindakan dan sanksi yang harus diterima bagi yang melanggar. Mahendra harus membiasakan diri melihat perempuan bertelanjang dada karena jika melihatnya dengan birahi akan mendapat denda sesuai hukum adat yang berlaku di desa Banuaha. Bagi masyarakat suku Banuaha untuk melakukan sebuah pernikahan ada perhitungan khusus yang disebut jujuran yang harus disiapkan seorang laki-laki untuk melamar seorang gadis. Budi yang tidak mengikuti adat saat ingin menikahi gadis pilihannya harus terusir dari desa Banuaha sebagai sanksi atas perbuatannya. Mahendra pun dikenakan sanksi saat pengungkapannya tentang periuk sebagai kuburan bayi masyarakat suku Banuaha pada masa lalu meyebabkan kemarahan masyarakat suku Banuaha. ix Sistem kekerabatan dan kemasyarakatan meliputi masalah hubungan yang berlaku pada masyarakat desa Banuaha. Setiap nama panggilan kepala keluarga menyesuaikan dengan nama anak pertama, contohnya Samboro yang mendapat panggilan Ama Budi karena anak pertamanya bernama Budi. Pemertahanan harga diri yang harus dilakukan oleh seorang suku Banuaha dilihat dari kemampuannya mengadakan pesta untuk setiap tahapan kehidupannya dan cara mencapainya. Upacara adat yang harus dilaksanakan meliputi setiap aspek kehidupan yang dimulai sejak lahir, penginjakan batu pertama, masa remaja, dewasa bahkan mempersiapkan pesta kematiannya sendiri. Perhitungan mahar dalam perkawinan yang dihitung menurut jujuran atau perhitungan harta yang harus dikeluarkan untuk setiap tahapan pernikahan dan pembagiannya. Arsitektur tradisional meliputi masalah bentuk bangunan pada masyarakat suku Banuaha. Sebagian besar bangunan rumah pada masyarakat suku Banuaha terbuat dari batu. Selain kearifan lokal novel Manusia Langit membahas tentang mitos-mitos yang meliputi mitos tentang manusia pertama, roh halus pemakan bayi, kekuatan roh halus, moyo dan batu. Pergeseran nilai kearifan lokal sesuai dengan perkembangan zaman juga menjadi pembahasan yang meliputi pengaruh masuknya agama kristen terhadap kebudayaan lokal suku Banuaha, pendobrakan nilai harga diri dan rasa penerimaan (negosiasi) masyarakat banuaha terhadap perbedaan suku.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080110201036;
dc.subjectKEARIFAN LOKAL, NOVEL MANUSIA LANGITen_US
dc.titleKEARIFAN LOKAL DALAM NOVEL MANUSIA LANGIT KARYA J. A. SONJAYA (SUATU PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record