Potensi Saliva Anopheles Sebagai Kandidat Target Dalam Pembuatan Transmission Blocking Vaccine (Tbv) Melawan Malaria: Uji Aktivitas Saliva Anopheles Aconitus Pada Mencit Galur Balb/C Pasca Infeksi Dengan Plasmodium Berghei
Abstract
Malaria merupakan salah satu penyakit menular berbahaya didunia dan selama bertahun tahun merupakan kontributor ke 8 bagi hilangnya nyawa manusia. Sampai saat ini angka tersebut belum dapat diturunkan dengan hanya mengandalkan pengobatan karena munculnya resistensi terhadap obat-obatan malaria. Vaksinasi akan merupakan strategi yang lebih efektif untuk mengatasi epidemi malaria. Karena kompleksitas siklus hidup parasit patogen penyebab malaria maka vaksin yang tepat untuk pencegahan penyakit malaria adalah yang mencakup pencegahan untuk siklus pre-eritrositik, siklus eritrositik dan proses transmisi. Saliva vektor artropoda telah terbukti mengandung bahan yang bersifat imunogenik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai vaksin yang dapat menghambat transmisi (Transmission-Blocking Vaccine (TBV). Vaksin berbasis saliva vektor ini merupakan pendekatan baru yang tidak hanya akan melindungi inang (manusia) terhadap patogen yang dibawa vektor tersebut, lebih jauh lagi akan mampu memotong transmisinya. Oleh karena itu, komponen dalam saliva nyamuk Anopheles merupakan kandidat penting sebagai target pembuatan vaksin penghambat transmisi patogen TBV melawan epidemi malaria.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji aktivitas terhadap saliva salah satu vektor malaria A. aconitus pada hewan coba yang terinfeksi oleh Plasmodium berghei sebagai model untuk mengetahui peranan saliva Anopheles aconitus terhadap perkembangan parasit Plasmodium dan terhadap respon imunogenik inang. Target penelitian ini adalah mendapatkan infromasi tentang pengaruh pemberian saliva terhadap derajat parasitemia dan respon imun inang melalui profil sitokin IL-4 dan IFN-γ yang dihasilkan.
Mencit galur BALB/c diimunisasi dengan saliva nyamuk A.aconitus sebanyak 3 kali dengan interval 2 minggu. Terdapat 3 kelompok mencit, yaitu kelompok pertama diimunisasi dengan supernatan dari saliva, kelompok kedua diimunisasi dengan pelet saliva dan kelompok ketiga merupakan kelompok kontrol yang hanya diberi adjuvan. Masing-masing kelompok terdiri dari 8 mencit. Interval 1 minggu dari setiap imunisasi dilakukan pengambilan plasma darah mencit untuk diukur kadar IL-4 dan IFN-γ dengan ELISA, sehingga setelah imunisasi ketiga jumlah mencit pada masing-masing kelompok adalah 5. Interval 3 minggu setelah imunisasi yang terakhir dilakukan infeksi dengan P.berghei sebanyak 106 pada semua kelompok. Dua hari setelah diinfeksi, dihitung derajat parasitemia selama tujuh hari berturut-turut. Hasil pengukuran derajat parasitemia pada kelompok kontrol dan perlakuan dibandingkan dengan analisis statistik ANOVA.
Telah berhasil dilakukan uji infeksi pada mencit BAB/c dengan menggunakan isolat dari Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Isolat P.berghei yang disimpan dalam liquid Nitrogen dihidupkan kembali (di-thawing) kemudian diinokulasikan pada mencit yang nantinya digunakan sebagai mencit donor. Setelah tercapai derajat parasitemia 15 % pada mencit donor, darah dari mencit donor tersebut dapat digunakan untuk menginfeksi mencit-mencit pada kelompok kontrol dan perlakuan. Keberhasilan uji ini sangat penting untuk mengetahui kesiapan dilakukannya infeksi parasit pada hewan coba nantinya. Telah berhasil juga dilakukan imunisasi menggunakan supernatan dan pelet saliva pada mencit sebanyak 3 kali dengan interval 2 minggu. Selanjutnya akan dilakukan inokulasi P.berghei 3 minggu setelah imunisasi yang terakhir pada semua kelompok mencit. Pengaruh imunisasi saliva terhadap perkembangan parasit dapat diketahui dengan mnghitung derajat parasitemia selama 7 hari berturut-turut dimulai 2 hari setelah diinfeksi dengan P.berghei.
Kata Kunci : Saliva vektor artropoda, parasit Plasmodium, mencit