Yang Muda Yang Bertradisi: Integrasi Kaum Muda Tengger Ke Dalam Harmoni Budaya Lokal Di Tengah-Tengah Arus Besar Modernitas
View/ Open
Date
2013-12-03Author
Agus Sariono
Andang Subaharianto
Heru SP, Saputra
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini memfokuskan pada pandangan dan perilaku kultural kaum muda Tengger terhadap eksistensi budaya local yang dianut masyarakat di tengah-tengah pengaruh modernitas yang masuk ke masyarakat mereka. Masyarakat Tengger, dalam kajian-kajian etnografis, sering dideskripsikan sebagai kategori sub-etnik Jawa pegunungan yang masih menjalankan secara ajeg ritual dan kearifan local yang diwarisi turun temurun dari nenek moyang. Sedangkan, modernitas sudah mulai masuk ke wilayah Tengger sejak zaman colonial ketika pertanian modern (sayur) mulai diperkenalkan oleh penjajah. Persinggungan dengan modernitas ini telah mentransformasi masyarakat Tengger ke dalam bentuk dan pola budaya modern, meskipun generasi tua sebagai pewaris aktif tradisi masih gigih mensosialisasikan kekayaan ritual dan kearifan local dalam praktik hidup masyarakat. Dengan setting dan konteks sosio-kultural tersebut, posisi cultural kaum muda Tengger menjadi penting untuk dikaji karena, di satu sisi, mereka adalah para pewaris aktif budaya. Sementara, di sisi lain, praktik kehidupan merekasaat ini tidak bias dilepaskan dari tarikan dan pengaruh modernitas, baik yang berasal dari media, pergaulan mereka di kota (sekolah), maupun persinggungan mereka dengan wisata. Dengan metode etnografis (observasi terlibat dan wawancara mendalam) yang didukung analisis multidisiplin (cultural studies, postcolonial studies, global-local studies, and youth culture studies) terhadap data lapangan, penelitian ini mengkaji kemampuan dan kemauan integrasi kaum muda Tengger terhadap harmoni budaya local di tengah-tengah arus besar dan pengaruh modernitas terhadap kehidupan mereka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kaum muda Tengger adalah mereka yang berada dalam tarikan besar modernitas dengan segala rayuan gaya hidup, penampilan, dan pembebasan, meskipun mereka tetap dituntut untuk mentaati dan menjalani tradfisi dan adat-istiadat warisan leluhur. Tarikan kedua kutub tersebut, nyatanya bias dijalani dengan aman oleh kaum muda Tengger, karena kultur masyarakat Tengger sendiri sudah terbiasa dengan ‘percumbuan’ antara modernism dan tradisionalisme. Kaum muda memang mengenakan pakaian modis keluaran terkini, mengendarai kuda-kuda Jepang keluaran akhir, menonton video porno, atau bahkan ada yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Namun, ketika berhadapan dengan tradisi mereka selalu mematuhi dan mentaatinya karena mereka hidup di sebuah wilayah yang mengharuskan untuk menjalankan tradisi. Kalau tidak, mereka akan kuwalat dan terkena musibah. Integrasi kaum muda Tengger ke dalam harmoni budaya local, bias terjadi karena ada mekanisme sosio-kultural yang mengaturnya, sehingga menjadikan mereka mudah untuk menjalankan tradisi. Mekanisme adat dan keagamaan berlangsung melalui dharma wacana yang diadakan setiap sembahyang tilem dan purnama, serta pada perayaan hari besar Hindu. Mekanisme formal-edukatif berlangsung melalui kurikulum muatan local tentang agama Hindu dan adat-istiadat Tengger. Mekanisme keluarga berlangsung melalui pelibatan aktif kaum muda Tengger dalam persiapan dan pelaksanaan upacara tradisi. Temuan penelitian ini memunculkan model integrasi kaum muda Tengger ke dalam harmoni budaya local di tengah-tengah pengaruh modernitas yang semakin kuat saat ini.
Kata Kunci : kaum muda Tengger, budaya local Tengger, budaya
modern, pewarisan budaya