Kelompok Pembudidaya Jamur Merang Jember Dengan Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Limbah Pertanian Menjadi Pupuk Organik Granul
Date
2012-12-28Author
Bambang Sukowardojo
Setiyono
Muh. Nurkoyim Kustanto
Metadata
Show full item recordAbstract
Pertanian merupakan sumber pangan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan bidang pertanian harus dapat memacu diri untuk meningkatkan hasilnya. Namun peningkatan hasil pertanian biasanya diikuti dengan bertambahnya limbah pertanian. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar dari input energi, 70 % hasil pertanian merupakan materi sisa hasil panen dan apabila tanpa diolah akan menjadi limbah. Limbah sisa hasil pertanian ini dapat digunakan sebagai pupuk untuk memperbaiki kondisi tanah, dan biasanya disebut istilah pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos.
Keberadaan pupuk organik seperti kompos kian dibutuhkan sebagai bahan baku produksi tanaman. Belakangan ini permintaan kompos (pupuk organik) menunjukkan grafik yang terus meningkat. Bahkan eksport kompos Indonesia sudah sampai ke negara Ghana (Afrika) untuk perkebunan kapas, dan Singapura untuk lapangan golf, belum lagi permintaan buyer asing yang sudah berminat, seperti dari negara Jepang dan Korea (Sudirja, 2009). Selain itu, kelangkaan pupuk di musim tanam, harga pupuk kimia yang cenderung meningkat, beredarnya pupuk palsu, beban subsidi pemerintah yang semakin meningkat, dan program Go Organik 2010 akan memperbesar penggunaan kompos.
Kompos yang digunakan sebagai pupuk alternatif disebut pupuk organik. Pupuk organik ini merupakan pupuk yang berasal dari limbah organik pertanian, hewan seperti pupuk kandang atau pupuk hijau, dan kompos yang berbentuk cair maupun padat. Salah satu limbah pertanian dan kotora ternak yang sering dikenal di sekitar kita yaitu limbah jerami dan kotoran ayam. Selama ini para petani telah banyak memanfaatkan kompos sebagai pupuk organik di lahan pertanian, karena dapat berfungsi untuk menambah bahan organik tanah dan memperbaiki sifat fisik tanah atau bahan pembenah tanah, disamping juga sebagai sumber unsur hara walaupun dalam jumlah kecil.
Pupuk organik limbah jerami dapat berasal dari media tumbuh budidaya jamur merang. Sebagai media tumbuh berasal dari jerami segar yang dicampur dengan bekatul (dedak) dan kapur. Media tersebut sebelumnya dikomposkan, kemudian digunakan sebagai media tumbuh yang setiap hari dilakukan penyiraman selama 1 bulan. Limbah pertanian media jerami tersebut tidak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja. Pemberian kompos jerami pada beberapa tanaman pangan dan sayuran sudah sering diteliti, pada umumnya memberikan pengaruh yang positif. Limbah pertanian media jermi tersebut tidak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja. Pemberian kompos jerami pada beberapa tanaman pangan dan sayuran sudah sering diteliti, pada umumnya memberikan pengaruh yang positif.
Sementara itu pupuk kotoran ayam merupakan pupuk organik biasanya digunakan sebagai pupuk dasar untuk memperbaiki sifat tanah menjadi gembur dan dapat menyimpan udara dan air yang cukup. Dewasa ini telah berkembang peternak ayam ras di Jawa Timur, tahun 2008 ayam ras petelur dan ayam ras pedaging sudah mencapai masing-masing 35.799.287 dan 168.923.909 ekor. Dari kelompok peternak ayam dapat dihasilkan pupuk organik dengan parameter berat kotoran ayam basah: 60 gram/ekor/hari dan kotoran unggas kering: 30 gram/ekor/hari (Direktorat Budidaya Ternak dan Ruminansia, 2011). Dengan demikian sangat berpotensi sebagai penyedia bahan baku utama pupuk organik kotoran unggas.
Sebagai pupuk organik jerami padi tidak efektif dan tidak efisien bila diandalkan sebagai sumber hara N dan P, tetapi cukup efektif sebagai sumber K, Si dan C (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2007). Namun dengan penambahan kotoran ayam dapat mempercepat dekomposisi limbah jerami, karena dapat menstimulir pertumbuhan mikro-oganisme yang berperan merombak unsur C-N sehingga akan meningkatkan fiksasi N. Selain itu, kompos kotoran ayam mengandung fosfor dan kalsium yang lebih tinggi dibanding pupuk kandang (pukan) lainnya (Suzuki et al., 2004 dalam Hartatik dan Widiowati, 2011).
Saat ini pembuatan pupuk organik yang dilakukan oleh petani berbentuk curah yang hanya memenuhi untuk kebutuhan sendiri. Apabila diproduksi dalam skala industri, maka salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pupuk organik yang dikomposkan adalah berbentuk butiran-butiran kecil (granul atau granular). Pemilihan bentuk ini tergantung pada analisa penggunaan dan aplikasi pada tanaman target, biaya produksi, distribusi dan aspek-aspek pemasaran lainnya. Bentuk granul selain lebih mudah diaplikasikan, juga telah mendapatkan dukungan pemerintah melalui BUMN Pertanian. Sejak tahun 2008, APBN telah memberikan subsidi bagi produsen pupuk organik 385.000 ton (2008) dan 450.000 ton (2009), sehingga telah membuka kesempatan bagi Usahawan Kecil Menengah (UKM) berinvestasi dalam indutri Pupuk Organik Granul (Anonim, 2011).
Produksi pupuk organik granul (POG) membutuhkan keberadaan teknologi dan sumber bahan baku murah bagi pengkayaan (enrichment) unsur hara. Dukungan teknologi tersebut berupa menyediakan system yang mudah dan padu mulai penyediaan kompos sebagai bahan baku terbesar, mesin pengering, mesin pencacah bahan organik, mesin pembentuk granul (Pan Granulator), dan teknologi pembuatan pupuk granul. Pan Granulator merupakan alat untuk memproduksi pupuk organik granul, berbentuk lingkaran datar dengan tingkat kemiringan tertentu. Prinsip kerja alat ini bahan akan diputar-putar di dalam mesin granulator sambil disemprot dengan bahan perekat sehingga terbentuk inti granular.
Di samping itu, dalam teknologi pembuatan pupuk organik granul biasanya ditambahkan bahan pengaya pupuk yang mengadung hara pelengkap maupun mikroba. Penambahan bahan yang mengandung mikroba bisa menggunakan EM4, Promi, Mikro Organisme Lokal (MOL). Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari bahan limbah pertanian seperti limbah bonggol pisang. Larutan MOL mengandung unsur hara makro, mikro dan juga bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik (Tim PKM Dikti, 2010). Bahan pengaya pupuk lain yaitu arang sekam, mempunyai kandungan hara K yang cukup tinggi dan tersedia melimpah. Walupun granulasi membutuhkan biaya tambahan, investasi alat, dan waktu, namun hasil kompos organik dalam bentuk granul mempunyai harga yang lebih tinggi dibanding bentuk curah, menurut harga yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp. 700, sampai Rp. 1000,-.
Mengingat kompos limbah pertanian seperti limbah media jerami, kotoran ayam, arang sekam memiliki potensi hara yang cukup baik dan bonggol pisang untuk bahan MOL, maka diperlukan sentuhan teknologi agar bisa dijadikan pupuk organik berkualitas. Untuk itulah teknologi pembuatan pupuk oganik granul ini layak dapat dimanfaatkan sebagai pemberdayaan kelompok masyarakat yaitu melalui pengadian pada masyarakat dalam program Ipteks bagi Masyarakat (IbM).
Pengabdian pada masyarakat ini dilaksanakan dengan mitra paguyuban budidaya jamur merang “Kaola Mandiri” di dusun Darungan desa Rambipuji kecamatan Rambipuji, kabupaten Jember. Pengusaha jamur merang ini, mulai mencoba kegiatan sejak tahun 1995, awalnya dirintis sendiri oleh bapak Riyanto, yang hanya mempunyai 1 gudang (3 kumbung), kemudian bekerjasama dengan 3 orang mitra akhirnya pada tahun 2000 bisa menambah 2 gudang (6 kumbung). Pada tahun 2010 mengembangkan budidaya jamur merang lebih intensif lagi, dan hingga sekarang telah mempunyai 4 gudang, dan mitra/plasma sebanyak 50 kelompok tersebar di wilayah kabupaen jember. Setiap kelompok mitra masing-masing mempunyai 2 sampai 6 gudang, sehingga secara keseluran kelompok mitra memiliki 174 kumbung.
Dalam kegiatan budidaya jamur merang, media tanam berasal dari jerami segar yang dicampur dengan bekatul (dedak) dan kapur. Media tersebut sebelumnya dikomposkan, kemudian ditumpuk dalam rak kumbung, dan dilakukan penyiraman media sampai panen jamur. Setelah panen dalam waktu 1 bulan sekali, setiap kumbung akan menghasilkan limbah jerami 1 ton, dan dalam 4 gudang (12 kumbung) menghasilkan limbah jerami sekitar 12 ton. Belum lagi limbah media jerami yang berasal dari mitra paguyuban “Kaola Mandiri” kesemuanya sebanyak 174 kumbung, sehingga limbah jerami yang didapatkan sekitar 174 ton.
Selama ini, paguyuban “Kaola Mandiri” sudah memanfaatkan limbah jerami tersebut menjadi kompos, melalui binaan dan pedampingan hasil program IbM tahun 2010 yang sampai sekarang masih berlanjut. Cara pembuatan kompos dilakukan dengan mencacah hasil limbah jamur menggunakan mesin pencacah. Kapasitas kerja mesin menghasilan hasil cacahan limbah jerami sebesar 150 kg/jam dengan tenaga kerja 2 orang, sehingga dalam 1 hari sekitar 7 jam kerja (HOK) dapat menghasilkan kompos jerami 1.050 kg/hari. Hasil kompos ini telah dijual di perusahaan pupuk organik di Jetis Bangsalsari seharga Rp. 300.-, namun bila dijual ke petani dapat mencapai Rp. 500,- .
Di sisi lain, paguyuban “Kaola Mandiri” berkejasama dengan peternak ayam ras pedaging “Malindo” desa Rambigundam kecamatan Rambipuji Jember, sebagai pemasok kotoran ayam untuk tambahan pupuk dalam budidaya jamur merang. Peternak ayam “Malindo” memelihara 20.000 ekor, berdasark hasil wawancara diperkirakan menghasilkan kotoran ayam basah sekitar 750 zak atau sekirar 60 ton. Limbah kotoran ayam ini cukup potensial untuk dimanfaatkan menjadi pupuk organik baik dalam hal kebutuhan budidaya jamur merang maupun budidaya tanaman lainnya.
Berdasarkan analisis situasi di atas, pembuatan pupuk oganik granul ini layak dapat dimanfaatkan sebagai pemberdayaan kelompok masyarakat, melalui penerapan hasil-hasil Ipteks (IbM) perguruan tinggi. Teknologi yang dikembangkan dalam Ipteks ini yaitu pemanfaatan limbah pertanian berupa limbah media jerami, kotoran ternak ayam, arang sekam, dan bonggol pisang serta penerapan mesin Pan Granulator dan alat pengering untuk memproduksi pupuk organik granul.