dc.description.abstract | Produksi kakao di Indonesia melimpah dengan jumlah produksi 809.583 ton
per tahun sehingga menempati produsen kakao kedua terbesar dunia pada tahun 2009.
Perkebunan kakao Indonesia tidak lepas dari kendala akibat serangan hama dan
penyakit. Penyakit tanaman kakao yang memberikan kerugian mencapai 40% yaitu
penyakit akibat serangan Phytophtora palmivora. Biji kakao dari kakao terserang P.
palmivora tidak memiliki cita rasa normal sehingga tidak boleh dicampur dengan biji
kakao normal yang menyebabkan penurunan harga jual. Pemanfaatan biji kakao
terserang P. palmivora dapat dilakukan dengan memanfaatkan kandungan senyawa
yang masih ada didalamnya, yaitu polifenol, sebagai senyawa antimikroba.
Pengambilan senyawa polifenol dilakukan dengan proses ekstraksi dimana hasil
ekstraksi polifenol dapat dipengaruhi oleh jenis pelarut pengekstrak dan kandungan
lemak dalam biji kakao. Ekstrak kaya polifenol dari biji kakao terserang P. palmivora
diharapkan mampu diaplikasikan untuk melawan patogenitas Streptococcus mutans
dan Candida albicans. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perbedaan
pelarut ekstraksi dan perlakuan “defatting” PB (Petroleum Benzene) terhadap efek
antimikroba ekstrak biji kakao kaya polifenol terserang P. palmivora dan untuk
mengetahui KHM dan IC50 terhadap S. mutans serta KHM terhadap C. albicans.
Pembuatan ekstrak kaya polifenol dari biji kakao terserang P. palmivora,
dilakukan dengan maserasi kemudian di evaporasi dan dikeringkan dengan oven
vakum sehingga didapatkan ekstrak kering. Empat macam ekstrak yang digunakan
yaitu ekstrak etanol 70% “non-defatting” PB, ekstrak etanol 70% “defatting” PB,
ekstrak air panas “non-defatting” PB, dan ekstrak air panas “defatting” PB.
viii
Uji aktivitas antimikroba menggunakan metode sumuran. Sumur atau lubang
berdiameter 7 mm dibuat pada campuran media dan suspensi mikroba dalam cawan
petri yang telah memadat, kemudian dalam lubang dimasukkan DMSO 2% sebagai
kontrol negatif dan ekstrak dengan beragam konsentrasi antara lain 30%, 35%, 40%,
dan 45%. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam untuk S. mutans dan
suhu 30°C selama 24 jam untuk C. albicans. Pengujian dilakukan sebanyak 5
replikasi. Aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar
sumuran yang dinyatakan dalam DDH (Diameter Daya Hambat).
Uji penentuan KHM dan IC50 terhadap S. mutans dilakukan dengan metode
dilusi agar-hitung koloni. Media dicampur dengan ekstrak dengan konsentrasi uji
tertentu kemudian dituang dalam cawan petri berisi suspensi S. mutans dan dibiarkan
padat, diinkubasi 37°C selama 24 jam. Uji penentuan KHM C. albicans dengan
menggoreskan mikroba di atas campuran ekstrak dan media agar yang telah memadat
lalu diinkubasi pada suhu 30°C selama 24 jam untuk C. albicans. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh untuk S. mutans. dan
mengamati ada tidaknya pertumbuhan hasil goresan untuk C. albicans. Identifikasi
polifenol dan flavonoid menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
dengan fase gerak butanol:as.asetan:air (4:1:2,2).
Rendemen ekstrak ekstrak etanol 70% non-defatting PB, ekstrak etanol 70%
defatting PB, ekstrak air panas non-defatting PB, dan ekstrak air panas defatting PB
secara berturut-turut yaitu 5,12; 4,05; 9,52; dan 4,5 %(b/b). Urutan ekstrak dengan
aktivitas antimikroba paling tinggi ke rendah yaitu ekstrak etanol 70% defatting PB,
ekstrak etanol 70% non-defatting PB, ekstrak air panas defatting PB, dan ekstrak air
panas non-defatting PB.
Nilai IC50 terhadap S. mutans, KHM terhadap S. mutans, dan KHM terhadap
C. albicans ekstrak etanol 70% non-defatting PB yaitu 0,23%, 0,8%, dan 1,6% (b/v);
ekstrak etanol 70% defatting PB yaitu 0,21%, 0,8%, dan 1,6% (b/v); ekstrak air panas
non-defatting PB yaitu 0,97%, 3%, dan 4% (b/v); dan ekstrak air panas defatting PB
yaitu 0,77%, 3%, dan 4% (b/v).
ix | en_US |