ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR
Abstract
Kedelai adalah komoditas strategis ketiga setelah padi dan jagung. Kedelai
digunakan sebagai bahan pangan dan pakan ternak. Produksi kedelai nasional
selama ini tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebagian
kebutuhan itu dipenuhi dari impor. Oleh karena itu, peluang agribisnis kedelai
cukup terbuka.. Keberhasilan agribisnis kedelai ditentukan oleh daya saing
produk tersebut di tingkat domestik dan internasional. Daya saing dapat dilihat
dari keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh suatu
komoditas.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui perkembangan luas areal
panen, produksi dan produktivitas kedelai di Jawa Timur, (2) mengetahui daya
saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) kedelai di Jawa Timur,
(3) mengkaji dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing kedelai di Jawa
Timur, dan (4) mengetahui pengaruh perubahan input terhadap daya saing kedelai
di Jawa Timur.
Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur. Penentuan daerah penelitian
dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan Propinsi Jawa Timur adalah salah
satu sentra produksi komoditas kedelai. Pengambilan contoh dilakukan dengan
menggunakan metode Multi Stage Cluster Sampling. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis trend dan matrik kebijakan (Policy Analysis Matrix -
PAM).
Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) perkembangan luas areal
panen dan produksi kedelai mengalami penurunan, sedangkan perkembangan
produktivitas mengalami peningkatan setiap tahunnya. (2) usahatani kedelai, baik
yang ada di Jember maupun Banyuwangi secara privat efisien. Sedangkan secara
sosial, usahatani kedelai di Jember efisien, tetapi usahatani kedelai di Banyuwangi
tidak efisien. (3) usahatani kedelai di Jember masih memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif, sedangkan usahatani kedelai di Banyuwangi tidak
memiliki keunggulan komparatif, tetapi memiliki keunggulan kompetitif. (4)
kebijakan pemerintah memberikan dampak positif pada usahatani kedelai baik
dari segi output maupun input tradable. (5) penurunan harga input tradable
meningkatkan keunggulan kompetitif, sedangkan kenaikan harga input tradable
mengakibatkan penurunan keunggulan kompetitif. Batas maksimum kenaikan
input tradable yang dapat ditoleransi adalah kurang dari 102,21 % untuk
usahatani kedelai di Jember dan kurang dari 13,85% untuk usahatani kedelai di
Banyuwangi. (6) penurunan harga output mengakibatkan penurunan keunggulan
kompetitif dari usahatani kedelai. Batas maksimum penurunan harga output yang
dapat ditoleransi adalah kurang dari 11,13% untuk usahatani kedelai di Jember
dan kurang dari 1,5% untuk usahatani kedelai di Banyuwangi. (7) penurunan
produksi kedelai mengakibatkan penurunan keunggulan kompetitif dari usahatani
kedelai. Batas maksimum penurunan produksi kedelai yang dapat ditoleransi
adalah kurang dari 11,13% untuk usahatani kedelai di Jember dan kurang dari 3%
untuk usahatani kedelai di Banyuwangi.
Collections
- MT-Agribusiness [159]