dc.description.abstract | Bahasa merupakan alat yang paling penting sebagai media komunikasi. Bahasa juga
digunakan oleh individu untuk menyampaikan informasi, baik berupa ide, harapan, kritikan
maupun opini untuk membentuk suatu wacana tertentu di dalam masyarakat. Wacana dapat
berupa percakapan lisan (wacana lisan) maupun teks tertulis yang bersifat kontekstual
(wacana tulis). Wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau
langsung dengan bahasa verbal (ujaran atau tuturan). Ujaran pada wacana lisan umumnya
digunakan oleh juru kampanye untuk mendapatkan dukungan politik yang sebanyakbanyaknya
dari
masyarakat.
Kampanye merupakan sebuah tindakan politik untuk pencapaian dukungan.
Penggunaan bahasa dalam kampanye digunakan untuk mempengaruhi, mendebat dan
memperoleh simpati dari masyarakat. Bahasa kampanye juga digunakan oleh SBY pada
pemilu presiden (pilpres) 2009 dalam bentuk wacana pidato. SBY mengemas wacana
kampanye melalui manajemen sosial politik dan wawasan kebangsaan yang tersistem untuk
kepentingan politik pencitraannya. Tren politik pencitraan akan terus berkembang seiring
dengan kebutuhan politis di Indonesia. Untuk itulah, analisis wacana kampanye SBY pada
pilpres 2009 menjadi menarik untuk diteliti.
Analisis wacana adalah kajian mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Titik
perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama
dalam suatu proses komunikasi. Salah satu unsur konteks yang berperan penting pada
retorika wacana kampanye SBY adalah simbol. Penggunaan simbolisme pada kampanye
Susilo Bambang Yudhoyono seperti logo, warna yang digunakan oleh SBY dan koleganya,
maupun jargon-jargon yang identik dengan wacana kampanye, merupakan tanda-tanda yang
cukup strategis untuk menguatkan objek yang ditampilkan SBY.
Permasalahan yang muncul pada retorika wacana kampanye SBY pada pilpres 2009
adalah (1)bagaimanakah konteks yang melingkupi wacana kampanye SBY pada Pilpres
2009? (2)bagaimanakah simbol-simbol yang digunakan untuk menguatkan wacana kampanye
SBY pada Pilpres 2009? dan (3) bagaimanakahragam bahasa dan gaya bahasa yang
mendukung pengemasan wacana kampanye SBY pada Pilpres 2009?
Berdasarkan rumusan permasalahan,tujuan dari penelitian ini adalah
untukmemperoleh deskripsi tentang konteks yang melingkupi wacana kampanye SBY pada
pilpres 2009,simbol-simbol yang digunakan untuk menguatkan wacana kampanye SBY
dalam Pilpres 2009 serta mendeskripsikanragam bahasa dan gaya bahasa yang mendukung
pengemasan wacana kampanye SBY pada Pilpres 2009.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen berupa video
pidato politik SBY pada kampanye Pilpres 2009. Analisis data dilakukan dengan
menghimpun dan mengklasifikasi data, memberikan kode, dan menginterpretasikan data.
Hasil analisis data menunjukkan terdapat konteks epistemis perpolitikan, konteks
epistemis sosial budaya, konteks epistemis perekonomian dan konteks epistemis pertahanan
keamanan dalam retorika wacana kampanye Soesilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan
presiden (pilpres) 2009. Selain itu terdapat konteks fisik yang ditemukan dalam retorika
wacana kampanye SBY pada pilpres 2009 yang meliputi tempat penyelenggaraan kampanye,
pembicara dan pendengar dalam kampanye, suasana kampanye dan pengaruh situasi dan
kondisi kampanye SBY pada pilpres 2009 terhadap bahasa yang digunakan.
Selain konteks, juga ditemukan simbol-simbol yang ada pada wacana kampanye
Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan presiden 2009 yaitu simbol warna, simbol logo,
dan simbol jargon. Warna merah, putih dan biru menjadi dominasi simbolisme warna yang
digunakan oleh SBY dalam kampanye Pilpres 2009. Terdapat lambang bintang segitiga yang
merupakanfilosofi partai Demokrat yang berdiri di atas tiga unsur, yaitu RAKYAT,
PEMIMPIN dan TUHAN.Selain pemaknaan lambang bintang segitiga yang sesuai dengan
AD/ART Partai Demokrat, lambang bintang segitiga tidak lepas dari javanologi. Terdapat
tiga titik sudut bintang yang identik dengan sesanti trisula wedha pada serat Jongko
Jayabaya. Makna sesanti trisula wedha bukan senjata dalam arti sebenarnya. Secara
konotatif, tiga kekuatan yang membuat seorang pemimpin disegani segenap rakyatnya harus
memiliki tiga sifat-sifat kepemimpinan seperti benar, lurus, jujur (bener, jejeg, jujur) seperti
ix
yang diungkapkan dalam tembang-tembang ramalan Jayabaya. Hal ini selaras dengan tiga
sudut bintang yang melambangkan sifat-sifat kepemimpinan, dalam hal ini adalah harapan
akan sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh Soesilo Bambang Yudhoyono.
Analisis data ragam bahasa dalam wacana kampanye SBY pada pilpres 2009, terbagi
menjadi analisis ragam bahasa ilmiah dan ragam bahasa populer.Terdapat 129 ragam bahasa
ilmiah dan 85 ragam bahasa populer dalam retorika wacana kampanye SBY pada pemilihan
presiden 2009. Selain itu pada analisis data gaya bahasa digunakan majas (gaya bahasa)
asosiasi, penegasan dan pertautan.terdapat 5 jenis gaya bahasa klimaks, 7 gaya bahasa
antiklimaks, 36 gaya bahasa repetisi yang terdiri dari beberapa jenis repetisi (epizeuksis,
mesodiplosis, anadiplosis, epanalepsis, anafora, epistrofa, paralelisme), dan 1 gaya bahasa
antitesis.
Hal-hal yang disarankan dalam penelitian ini antara lain (1)bagi siswa, hendaknya
dalam menggunakan media pembelajaran teks pidato juga mempelajari ilmu analisis dasar
teks pidato, sebagai embrio dari ilmu analisis wacana(2) bagi peneliti selanjutnya, hendaknya
dalam mengembangkan objek kajian ini selain memperdalam ilmu analisis wacana (teks dan
konteks), juga memperdalam ilmu retorika kontemporer dengan berbagai pendekatan
interdisipliner secara komprehensif (3)bagi mahasiwa bahasa dan sastra Indonesia,
hendaknya dalam mempelajari ilmu analisis wacana juga menyeimbangkannya dengan ilmu
linguistik yang disesuaikan dengan perkembangan konteks wacana. (4)bagi dosen Bahasa dan
Sastra Indonesia, hendaknya ikut berperan serta mengembangkan kajian analisis wacana baik
di tingkat internal akademik maupun non akademik, dengan melibatkan mahasiswa dalam
proses pengkajian sebagai bagian dari pembelajaran analisis wacana (5) bagi guru Bahasa
dan Sastra Indonesia, hendaknya ikut berperan serta mengembangkan rujukan materi Bahasa
Indonesia, khususnya materi kemampuan membaca intensif dan kemampuan berbicara. | en_US |